aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Tu Sop Jeunieb: Sosok Ulama yang Peduli Terhadap Kemajuan Sosial dan Politik Aceh

Tu Sop Jeunieb merupakan salah satu sosok ulama yang begitu peduli terhadap kemajuan sosial dan politik Aceh

Oleh: Fitri Puspita Handayani (Mahasantri Ma'had Aly Darul Munawwarah Kuta Krueng)

A ceh, tanah yang kaya akan sejarah Islam, selalu memiliki tokoh-tokoh ulama yang berperan besar dalam membimbing masyarakat. 

Salah satu ulama yang meninggalkan jejak mendalam adalah Tu Sop Jeunieb. Baca juga: Potret Posisi dan Nasib Wanita Aceh Lintas Generasi

Dengan keteguhan ilmu dan ketajaman visi keislaman, beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai sosok yang peduli terhadap kemajuan sosial dan politik Aceh. 

Pemikiran dan perjuangannya telah menginspirasi banyak orang untuk terus menjaga nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, membangun Aceh yang lebih baik tidak bisa hanya bergantung pada satu sosok. Baca juga: Idealkah ulama berpolitik? meluruskan cacat pikir

Dibutuhkan sebuah gerakan kolektif, yang berlandaskan pemahaman agama yang kuat, kepemimpinan yang amanah, serta kesadaran masyarakat untuk terus berbenah. 

Tulisan ini akan mengupas bagaimana konsep kepemimpinan ala Tu Sop Jeunieb bisa menjadi fondasi kebangkitan Aceh yang lebih bermartabat dan berdaya saing di tengah perubahan zaman.

Siapa Tu Sop Jeunieb? Ulama Kharismatik yang Dirindukan

Aceh memiliki banyak tokoh ulama yang menjadi pilar dalam membangun moral dan spiritual masyarakat. 

Salah satu sosok yang begitu dihormati adalah Tgk. Muhammad Yusuf, yang lebih dikenal sebagai Ayah Sop atau Tu Sop Jeunieb

Beliau merupakan putra dari Tgk. H. Abdul Wahab bin Hasballah dan Ummi Hj. Zainah binti Muhammad Shaleh. 

Sosok ibunya adalah adik kandung Abon Aziz Samalanga, seorang ulama besar Aceh yang pernah memimpin Dayah MUDI Mesjid Raya.

Sejak kecil, darah keulamaan sudah mengalir dalam diri Tu Sop. Baca juga: 6 Orang akan masuk neraka, salah satunya ulama, mengapa?

Ia menempuh pendidikan agama di berbagai dayah hingga akhirnya menggantikan ayahnya sebagai pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziah di Jeunieb, Kabupaten Bireuen.

Tu Sop lahir pada 12 Desember 1964, dan pada tahun 2024, ia mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Aceh dengan harapan membawa perubahan bagi masyarakat. 

Namun, takdir berkata lain. Pada 7 September 2024, tepat di hari haul ke-2 Abu Tu Min Blang Blahdeh, Tu Sop berpulang ke rahmatullah di usia 59 tahun. 

Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi rakyat Aceh, yang kehilangan seorang pemimpin spiritual dan sosok ulama kharismatik yang selalu memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat. 

Menelisik Kebangkitan Aceh: Tantangan dan Harapan

Mewujudkan kebangkitan Aceh bukanlah perkara mudah, terutama di era modern yang sarat dengan tantangan. 

Salah satu permasalahan utama adalah pola pikir generasi muda, terutama Generasi Z (lahir antara 1997-2012). Baca juga: Kisah pemuda dalam kubah di dasar laut

Jika generasi sebelumnya mengatasi masalah dengan pendekatan religius seperti bertawakal, bersabar, dan mendekatkan diri kepada Allah, kini banyak yang lebih memilih hiburan atau pelampiasan emosional yang justru menjauhkan mereka dari nilai-nilai agama. 

Lebih parahnya, sebagian di antaranya bahkan melibatkan diri dalam kekerasan atau perbuatan negatif lainnya. 

Di sinilah pentingnya membentuk kesadaran kolektif untuk kembali pada fitrah manusia. Baca juga: Kisah kejeniusan Abu Bakar Albaqillani menghadapi siasat raja Romawi

Kesadaran ini akan membangkitkan rasa rendah hati, menyadarkan kita bahwa kehidupan ini bukan sekadar mengejar duniawi, melainkan juga meniti jalan menuju akhirat yang lebih baik.

Pola pikir seorang pemimpin sejati harus menjadi teladan. Pemimpin yang baik adalah mereka yang optimis, visioner, dan selalu berusaha memperbaiki keadaan. 

Sebaliknya, pola pikir pesimis justru melahirkan kelemahan dan ketidakberdayaan. Baca juga: Kisah seekor ular berkhianat kepada ahli wara'

Pernahkah kita berpikir bahwa pola pikir yang kita miliki saat ini adalah faktor utama yang menentukan masa depan Aceh? 

Pemimpin Ideal Menurut Islam: Fondasi Kebangkitan Aceh

Dalam Islam, memilih seorang pemimpin bukanlah sekadar urusan duniawi, tetapi juga kewajiban agama. 

Seorang pemimpin harus memiliki pemahaman mendalam tentang syariat Islam agar mampu menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. 

Aceh memiliki cita-cita besar untuk menjadi provinsi yang maju dalam berbagai bidang, termasuk pelaksanaan syariat Islam, pendidikan, ekonomi, tata kelola pemerintahan, politik, hingga sosial budaya. 

Untuk mewujudkan semua itu, kepemimpinan yang berlandaskan ilmu agama adalah kunci utama. Baca juga: Konsep pengangkatan imamah/kepemimpinan dalam Islam

Seorang pemimpin yang memahami agama tidak akan tergoda oleh kekuasaan semata, tetapi akan fokus pada pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Konsep kepemimpinan dalam Islam juga menekankan amar ma'ruf nahi mungkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran). 

Namun, implementasi prinsip ini harus dilakukan dengan pendekatan yang lembut dan mendidik, bukan dengan cara yang represif atau menindas. 

Dalam konteks ini, khutbah Jumat bisa menjadi sarana efektif bagi seorang pemimpin untuk menyampaikan nasihat yang membangun kepada masyarakat.

Tu Sop dan Konsep Kepemimpinan Islami

Kepemimpinan bukanlah tujuan utama, tetapi alat untuk menegakkan nilai-nilai kebaikan. 

Seorang pemimpin sejati tidak hanya mencari kekuasaan, tetapi juga berupaya menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan kecerdasan umat. 

Dalam pandangan Islam, kekuasaan yang tidak digunakan untuk kemaslahatan rakyat hanyalah kehampaan belaka.

Dalam politik, kesalahan terbesar adalah membiarkan kemungkaran merajalela tanpa berusaha meluruskannya. 

Ini bukan berarti setiap orang harus terjun ke politik praktis, tetapi minimal harus memiliki kesadaran untuk memilih pemimpin yang benar-benar amanah. 

Politik dalam Islam bukanlah alat untuk menindas, tetapi sebagai jalan menuju kebaikan dan ridha Allah. Baca juga: Ipar adalah maut

Jika politik hanya digunakan untuk kepentingan pribadi dan jauh dari nilai-nilai Islam, maka itu adalah politik yang sesat dan menyesatkan.

Menurut pemikiran Tu Sop, kebangkitan Aceh hanya dapat terwujud jika dipimpin oleh sosok yang memiliki ilmu agama, akhlak mulia, serta kebijaksanaan dalam bertindak. 

Seorang pemimpin harus mampu membimbing rakyatnya ke arah yang lebih baik, bukan dengan paksaan atau ancaman, tetapi dengan pendekatan yang penuh hikmah. 

Menatap Masa Depan Aceh dengan Kepemimpinan Berlandaskan Islam

Aceh memiliki sejarah panjang sebagai daerah yang kuat dalam mempertahankan nilai-nilai Islam. 

Namun, tantangan di era modern ini menuntut adanya pemimpin yang tidak hanya memahami agama, tetapi juga memiliki strategi cerdas dalam mengelola pemerintahan, ekonomi, dan sosial budaya. 

Kepemimpinan yang ideal adalah kepemimpinan yang beretika, berbasis keilmuan, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.

Untuk membangun Aceh yang lebih baik, kita harus memastikan bahwa pemimpin yang dipilih adalah sosok yang berakhlak mulia, berintegritas, dan memiliki kecakapan dalam mengelola pemerintahan. 

Jika tidak, maka harapan kebangkitan Aceh hanya akan menjadi angan-angan belaka. Baca juga: Apakah Islam agama yang egois?

Sebagai masyarakat Aceh, kita harus kembali kepada nilai-nilai Islam dalam memilih dan mendukung pemimpin. 

Politik bukanlah sekadar perebutan kekuasaan, tetapi harus menjadi sarana menuju keadilan dan kesejahteraan rakyat. 

Jika kita gagal memahami esensi ini, maka kebangkitan Aceh akan sulit terwujud.

Dengan mengambil inspirasi dari pemikiran Tu Sop Jeunieb, kita dapat menyusun langkah-langkah konkret menuju Aceh yang lebih baik. 

Aceh yang maju, religius, dan berdaya saing bukanlah utopia, tetapi sesuatu yang bisa kita wujudkan dengan kepemimpinan yang benar.

 

Posting Komentar

Posting Komentar