aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Nabi Berpesan: Berhati-Hatilah Dengan Iparmu Seperti Menghindari Kematian

Hati-hati dengan iparmu

Islam adalah agama yang sangat indah dan sempurna. Segala hal diatur dengan rapi dan konkrit. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat peduli terhadap seluruh aspek kehidupan manusia. Hanya saja mungkin kita lalai tentang hal ini.

Kehadiran Islam mampu mengatur adab dan norma dalam setiap konteks kehidupan, begitu juga adab dalam pergaulan. Termasuk bergaul dengan saudara ipar, saudara suami ataupun istri, yaitu adanya batasan-batasan yang perlu diperhatikan.

Bahkan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW menegaskan bahwa saudara ipar merupakan maut. Kita perlu berhati-hati dengannya dan menghindarinya seperti kita berlari dari kematian.

Kalau salah memahami hal ini maka akan berakibat fatal dan saling menaruh curiga. Maka wajib bagi kita untuk membaca tuntas hal ini agar tidak salah tafsir dalam memahami hadis Rasulullah.

Hadis Tentang Ipar 

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir al-Juhany Radiyallahu Anhu, Rasulullah SAW bersabda:

إيَّاكُمْ والدخول على النساءِ فقالَ رجلٌ منَ الأنصار يا رسولَ الله أفرأيتَ الْحَمُو قالَ الْحَمُو الموت

“Janganlah kalian memasuki tempat para wanita. Maka berkata oleh seorang lelaki dari kaum Anshar: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan saudara ipar? Rasulullah SAW menjawab: Ipar adalah kematian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak melihat konflik di antara saudara iparnya sehingga hadis tersebut dijadikan sebagai suatu pembenaran terhadap iparnya dengan menaruh rasa curiga dan buruk sangka. Baca Juga Empat Etika Bertamu Yang Sering Diremehkan.

Benarkah demikian? apakah konteks hadis tersebut untuk menyatakan benar adanya konflik dengan ipar sebagaimana kebiasaan yang banyak kita saksikan dilingkungan kita? apa sebenarnya maksud dari hadis ipar adalah maut?

Konteks Hadis Ipar Adalah Maut

Pada dasarnya Hadis tersebut selengkapnya berbicara dalam konteks hubungan antara lelaki dan perempuan. Pada awal hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:

إياكم والدخول على النساء

"Kalian harus berhati-hati janganlah masuk ke tempat perempuan"

Lalu ada seorang sahabat dari kaum Anshar bertanya kepada Nabi: "Bagaimana pendapatmu ya Rasulullah tentang ipar perempuan?"

Pertanyaan tersebut ditanyakan sebab banyak sekali ipar perempuan yang tinggal bersama saudarinya dan otomatis juga serumah dengan suami saudarinya.

Dalam pergaulan sehari-hari saudari ipar seringkali seperti saudara sendiri yang begitu akrab dengan ipar lelakinya bahkan kadang biasa saja berada dalam satu ruangan. Namun yang sangat dikhawatirkan kadang pula auratnya terbuka semisal rambut, leher dan kerah baju kurang diperhatikan.

Dalam konteks inilah Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda:

الحِمْو الموت

"Ipar perempuan adalah maut"

Maksud dari pernyataan Rasulullah tersebut adalah berhati-hatilah.

Apabila berduaan ataupun aurat terbuka maka itu adalah dosa karena saudara ipar bukanlah mahram. Sama halnya seperti ipar perempuan dalam konteks ini adalah saudara sepupu, sama-sama saudara dekat yang kadang seperti saudara kandung, tapi tidak termasuk Mahram sehingga tetap harus dijaga batas-batasnya. Kalau ini tidak diperhatikan, maka tunggulah maut menghampiri.

Untuk lebih memperjelas maksud dari perintahnya Rasulullah agar berhati-hati dari saudara ipar seperti menghindari maut, mari kita melihat penjelasan dari uraian para ulama. Baca Juga Fungsi diterapkannya Sanksi Dalam Islam

Penjelasan Ulama Mengenai Makna Ipar Adalah Kematian

1.  Pendapat Imam al-Thabari

Dalam kitab Fathul Baari, Al-Imam Al-Thabari Rahimahullah menyatakan bahwa makna dari hadis tersebut yang menyatakan saudara ipar sama seperti maut karena melihat kebiasaan orang arab yang suka menyifatkan sesuatu yang tidak disukai dengan kematian. Sebagaimana keterangan beliau:

المعنى أن خلوة الرجل بامرأة أخيه أو بن أخيه تنزل منزلة الموت والعرب تصف الشيء المكروه بالموت

Artinya: Maknanya (saudara ipar adalah maut) adalah seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan istri saudaranya atau istri keponakannya sama seperti kematian (yang tidak disukai), dan kebiasaan orang Arab mensifatkan sesuatu yang tidak disukai dengan kematian.” (Fathul Baari, 9/332).

2.  Imam al-Nawawi

Imam Al-Nawawi rahimahullah beliau menafsirkan hadis tersebut dengan menyatakan bahwa;

وإنما المراد أن الخلوة بقريب الزوج أكثر من الخلوة بغيره والشر يتوقع منه أكثر من غيره والفتنة به أمكن لتمكنه من الوصول إلى المرأة والخلوة بها من غير نكير عليه بخلاف الأجنبي

Artinya: Maksudnya (saudara ipar adalah maut) adalah berdua-duaan (khalwah) dengan kerabat suami lebih berbahaya dibandingkan dengan selainnya, demikian pula keburukan dan fitnah (godaan yang menjerumuskan kepada zina) dengan ipar itu lebih besar, karena (umumnya) sangat memungkinkan untuk berhubungan dan berdua-duaan dengannya tanpa mendapat teguran, berbeda dengan wanita lain (yang umumnya mendapat teguran orang).” (Fathul Baari, 9/332).

Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa saudara ipar pergaulannya layaknya seperti saudara mahram. Sehingga tidak ada timbul rasa curiga padahal mereka berdua bukan mahram. Terjerumus dalam zina lebih besar potensinya dibandingkan selain saudara ipar.

3.  Imam al-Hafiz Ibnu Hajar

Dalam kitabnya yang populer Fathul Baari Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

قيل المراد أن الخلوة بالحمو قد تؤدي إلى هلاك الدين أن وقعت المعصية أو إلى الموت أن وقعت المعصية ووجب الرجم أو إلى هلاك المرأة بفراق زوجها إذا حملته الغيرة على تطليقها أشار إلى ذلك كله القرطبي

Artinya: “Dikatakan bahwasanya berdua-duaan bersama ipar (adalah maut) maksudnya adalah dapat mengantarkan kepada kebinasaan agama seseorang apabila terjadi kemaksiatan, atau mengantarkan kepada kematian apabila terjadi kemaksiatan (zina) dan wajib untuk dirajam (dilempari batu sampai mati dengan perintah penguasa), atau mengantarkan kepada kehancuran wanita tersebut karena bercerai dengan suaminya apabila suaminya cemburu sehingga menceraikan istrinya itu, semua makna ini telah diisyarahkan oleh Al-Qurthubi.” (Fathul Baari, 9/332).

Menurut beliau ada tiga makna berdua-duaan dengan ipar adalah maut. Pertama, mengantarkan kebinasaan pada agamanya apabila terjerumus maksiat. Kedua, mengantarkan kematian apabila berzina dengan dirajam. Ketiga, mengantarkan kehancuran rumah tangga dengan penceraian.

4.  Imam Al-Qusyairi

Imam Al-Qusyairi rahimahullahdalam kitab Ihkaamul Ahkaam menerangkan bahwa:

كأنه يقال: من قصد ذلك فليكن الموت في دخوله عوضا من دخول الحمو الذي قصد دخوله ، ويجوز أن يكون شبه الحمو بالموت ، باعتبار كراهته لدخوله وشبه ذلك بكراهة دخولا لموت

Artinya: “Seakan-akan dikatakan: Barangsiapa yang sengaja melakukan hal itu maka adalah mati itu lebih baik dari pada berdua-duaan dengan ipar. Boleh juga maknanya adalah diserupakannya ipar dengan kematian dari sisi tidak disukainya berdua-duaan dengannya, maka sebagaimana kematian itu tidak disukai, maka demikian pula berdua-duaan dengan ipar juga  tidak disukai.” (Ihkaamul Ahkaam, hal. 398).

Siapakah Yang Termasuk Ipar Itu?

Adapun Al-Hamwu atau ipar sebagaimana yang tertera dalam kitab Fathul Baari yang dimaksudkan di sini yaitu bagi seorang wanita maka ipar adalah kerabat suami yang tidak termasuk mahram bagi istri, tidak terbatas saudara (adik atau kakak laki-laki suami) tapi seluruh kerabatnya yang bukan mahram seperti pamannya, sepupunya dan lain-lain.

Adapun mahram istri dari kerabat suami adalah seperti bapak mertua dan seterusnya ke atas, anak suami (anak tiri) dan seterusnya ke bawah.

Mahram bagi seorang wanita adalah yang diharamkan baginya untuk dinikahi selama-lamanya. Mahram inilah yang boleh menemaninya dalam safar, baik safar mubah maupun ibadah seperti menunaikan haji dan umrah, dan yang boleh berjabat tangan dan melihat perhiasan seorang wanita.

Adapun ipar hanya saja diharamkan untuk dinikahi sementara waktu saja. Jadi ipar bukanlah mahram yang diperbolehkan menemani safar seorang wanita, dan juga tidak boleh pula berjabat tangan dengannya serta melihat perhiasannya, apalagi yang tidak ada ikatan mahram sama sekali.

Oleh karena itu, wajar Rasulullah berpesan untuk sangat berhati-hati dengan saudara ipar agar tidak terseret ke dalam lembah yang membinasakan. Maka mari kita mengindahkan hal ini agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh Rasulullah menimpa kita.

Wallahu A’lam

 

Posting Komentar

Posting Komentar