![]() |
Islam sebagai suatu agama kepercayaan dan polemik apakah benar Islam itu agama kebenaran atau hanya klaim egoisme semata |
K erap terlintas di telinga kita anggapan yang dijadikan bahan ejekan untuk Islam, bahwa Islam itu agama egois, mengapa?
Ya karena Islam menganggap dirinya sebagai satu-satunya agama yang benar, sementara keyakinan agama lain dianggap keliru.
Pandangan ini kerap dijadikan dasar penilaian bahwa Islam intoleran terhadap keberagaman kepercayaan. Baca juga: Jangan pernah tunggu datang bulan Ramadhan
Islam tidak memberikan ruang bagi kebenaran di luar keyakinannya sendiri. Mengapa?
Karena konsep kebenaran dalam Islam pada aspek akidah atau keyakinan bersifat mutlak dan absolut tanpa kecuali.
Lantas bagaimana sebenarnya kebenaran itu menurut Islam? Baca juga: Agama samawi atau syariat samawi, mana yang tepat?
Apakah kebenaran dalam Islam hanya bersifat mutlak saja, ataukah terdapat ruang bagi kebenaran yang bersifat relatif?
Bagaimana Islam memandang perbedaan pemahaman dalam mencari kebenaran?
Nah, sebelum memvonis sesuatu, Anda perlu menelusuri terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kebenaran mutlak dan kebenaran relatif, serta memahami substansi dan eksistensi keduanya.
Setelah itu, barulah Anda dapat melihatnya dari sudut pandang agama Islam. Baca juga: Kenapa ada sanksi dalam syariat Islam?
Subtansi Kebenaran Mutlak dan Relatif
Kebenaran mutlak dan absolut adalah kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat, bersifat tetap, tidak berubah, dan tidak dapat diragukan.
Sekilas, kebenaran ini terlihat egois, tetapi hal ini bersifat relitas, agar tertata keseimbangan dunia. Baca juga: Apakah takdir bisa berubah?
Sedangkan kebenaran relatif atau universal adalah sebuah kebenaran yang memiliki beberapa penilaian tergantung pada konteks/keadaan atau kebenaran yang timbul dari sudut pandang tertentu.
Maka dari asumsi ini, timbul beberapa ungkapan “benar pada satu keadaan, belum tentu benar pada keadaan yang lain” atau “benar menurut Anda, belum tentu benar menurut saya”.
Dari uraian tersebut dapat terpahami bahwa kebenaran mutlak bersifat tetap. tidak berubah walau berbeda konteks atau keadaan.
Sedangkan kebenaran relatif bersifat kenisbian atau berubah-ubah menurut situasi dan kondisi tertentu.
Intinya, dua versi kebenaran ini wujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Baca juga: Beramal takut riya, atau tinggalkan saja?
Eksistensi Kebenaran Absolut dan Relatif
Setelah mengetahui dua kebenaran ini, lantas kapan dan dalam kondisi apa kebenaran mutlak dan kebenaran relatif berada?
Apakah bisa dikatakan semua kebenaran bersifat mutlak atau bersifat relatif tanpa terkecuali? Atau di satu sisi kebenaran itu mutlak dan di sisi lain kebenaran itu relatif?
Hal ini harus ada penjelasan dan kepastian agar tidak terjadi pertikaian dan menimbulkan perpecahan antar sesama umat dan bangsa. Baca juga: Peran individu dalam mempromosikan toleransi
Jika kita mengklaim bahwa semua kebenaran itu bersifat mutlak dan tidak wujud kebenaran relatif, maka hal ini tidak benar dan salah besar, mengapa?
Karena realitanya terdapat wujud relatifitas di kehidupan seperti urusan moral, pendapat, perasaan, sudut pandang dan lain-lain.
Jika kita bersikeras untuk berpendapat seperti ini, sungguh akan muncul banyak pertikaian, perpecahan dan akan hilang konsep perdamaian di muka bumi karena semua manusia akan mengklaim dirinya paling benar.
Ketika terbukti tidak benar padangan semua kebenaran itu bersifat mutlak, apakah benar pendapat atau klaim sebaliknya?
Bahwa semua kebenaran itu bersifat relatif dan tidak ada namanya kebenaran mutlak. Baca juga: Mencari istri menggunakan rumus matematika, ayuuukk dicoba!
Hal ini juga tidak benar dan juga sangat mustahil karena kebenaran mutlak wujud di alam nyata.
Jika pun Anda menolak kebenaran mutlak, sama halnya Anda tidak membenarkan wujud gravitasi bumi, hukum alam bahwa satu tambah satu sama dengan dua.
Contoh lainnya seperti semua sebab memiliki akibat, dua merupakan angka genap, api bersifat panas, beton merupakan benda padat, kayu dua meter lebih panjang dari kayu satu meter.
Hal lainnya lagi seperti segala kebenaran yang bersifat pasti, tidak berubah dan dapat dipastikan lawannya salah. Maka hal ini memaksa kita agar meyakini wujud dan keberadaan kebenaran mutlak.
Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa kebenaran mutlak dan relatif, wujud keberadaannya dalam kehidupan.
Akan tetapi, memiliki tempat tersendiri dan dalam konteks tertentu. Maka tidak bisa dikatakan semua kebenaran itu bersifat mutlak atau bersifat ralatif.
Dalam Konteks Agama, Apakah Kebenaran itu Selamanya Bersifat Mutlak atau Tidak?
Jika menelaah seluruh aspek dalam agama Islam, kita akan memahami bahwa kebenaran dalam perspektif Islam terbagi kepada dua, yaitu absolut dan relatif.
Tidak semua kebenaran bersifat mutlak, ada satu keadaan kebenaran itu bersifat relatif dan universal sebagaimana pada ilmu fikih.
Kebenaran dalam ilmu fikih atau amaliyah bersifat relatif. Buktinya mazhab pokok dalam Islam itu ada empat. Baca juga: rumitnya mendeteksi pendapat kuat mazhab, mengapa?
Di sisi lain juga, dari segi bahasa fikih berarti "pemahaman," sehingga kesimpulan terhadap suatu kasus dapat menimbulkan perbedaan pendapat tergantung pada siapa yang memahami dan menganalisisnya.
Di samping itu, setiap mazhab memiliki metodologi tersendiri dalam menetapkan hukum yang menjadi salah satu penyebab adanya perbedaan pendapat dalam beberapa aspek hukum Islam.
Sehingga, dalam Islam terdapat empat mazhab fikih utama yang mana hal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa kebenaran menurut fikih bersifat relatif.
Namun, dalam hal akidah atau keyakinan (keimanan), kebenaran itu bersifat mutlak, absolut, dan tidak berubah-rubah.
Misalnya dalam konteks keesaan tuhan, keyakinan pada rukun iman, dan rukun Islam. Baca juga: Meluruskan pemahaman tentang peristiwa pembelahan dada Nabi
Dogma ini berlandaskan argumentasi dan dalil yang akurat, juga teruji kehahihan, kevalidannya, dan keilmiahannya.
Jika Anda meragukannya, itu berarti literasi Anda pada keilmuan Islam dapat dicurigakan.
Kemutlakannya telah terbukti melalu literatur klasik maupun modern bahkan berjilid-jiid bantahan terhadap pemikiran kontra dan menyimpang yang menolak kemutlakannya.
Bahkan perkara tersebut telah lama terbantahkan. Maka dari itu, Islam menganggap kebenaran menyangkut ketauhidan itu absolut.
Apakah ini bentuk keegoisan karena membenarkan keyakinan sendiri dan menolak keyakinan yang lain?
Anda salah, Islam bukan agama yang egois atau intoleran hanya karena berpandangan bahwa kebenaran bersifat absolut.
Sebaliknya, Islam memiliki konsep yang kompleks tentang kebenaran, yang mencakup aspek mutlak dan relatif dalam berbagai bidang.
Islam juga mengajarkan sikap toleransi dan penghormatan terhadap pemeluk agama lain. Baca juga: 5 Ibadah berpahala Haji
Prinsip seperti la ikraha fi al-din (tidak ada paksaan dalam agama) dalam Surah Al-Baqarah bentuk ketegasan Islam menyangkut keyakinan tetapi tidak memaksakan pandangannya kepada orang lain.
Sejarah juga mencatat bagaimana umat Islam hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam berbagai peradaban, seperti di Andalusia dan Kesultanan Utsmaniyah.
Jadi, menyebut Islam sebagai agama egois karena meyakini kebenaran absolut dalam aspek tertentu adalah klaim dan penyederhanaan yang kurang tepat.
Islam memiliki keseimbangan antara kebenaran mutlak dalam hal keyakinan dan fleksibilitas dalam aspek hukum serta kehidupan sosial.
Bahkan, Islam yang justru mencerminkan keterbukaan dan kedalaman intelektual dalam memahami ajaran agama.
Wallahu a'lam bisshawab
Posting Komentar