aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Agama Samawi Atau Syari’at Samawi, Mana Lebih Tepat?

Agama samawi atau syari'at samawi

Ada satu ungkapan yang tidak asing di telinga kita yaitu istilah agama samawi. Istilah ini telah menjamur ke seluruh masyarakat muslim, baik melalui tulisan-tulisan maupun dari bibir ke bibir.

Di samping itu sangat sedikit yang mendengar bahkan tidak pernah dengar sama sekali dengan istilah syariat samawi. 

Mungkin karena tidak ada yang berbicara tentang ini atau bisa jadi maksud dari agama samawi ya itu syariat samawi. Betulkah demikian?

Sebenarnya apakah ini penting untuk diketahui? Dan apa pengaruhnya sih bagi kita? Hehe... silakan dibaca sampai tuntas ya semoga tercerahkan.

Hal ini perlu dijelaskan dan diterangkan karena sangat berkaitan erat dengan sirah Rasulullah SAW selaku pemangku dakwah dalam menjalankan syariat Allah di atas permukaan bumi ini. 

Pembahasan ini sama pentingnya dengan alasan pentingnya kita memahami sirah Rasulullah SAW. Udah baca belum?  Kalau belum yuk baca di sini 5 alasan pentingnya memahami sirah Rasulullah. 

Apa Itu Agama Samawi?

Sebelumnya kita perlu mengetahui dulu apa itu agama samawiah atau agama samawi yang populer di tengah masyarakat agar kita bisa melihat garis perbedaannya.

Agama samawi yang familiar adalah agama-agama yang diturunkan dari langit. Ketika disebutkan agama samawi maka langsung terbayang kepada agama Islam, Kristen, dan Yahudi.

Pemahaman agama samawi kepada tiga agama tersebut karena didasari oleh adanya wahyu dari langit yang diturunkan Allah melalui malaikat jibril kepada para Nabi yang diutus kepada umatnya. Di samping itu juga diperkuat dengan adanya kitab suci.

Pertanyaannya adalah apakah ketiga agama tersebut legal dan dibenarkan alias diakui oleh Allah SWT?

Kalau kita baca dalam al-quran, Allah menegaskan dalam surat Ali Imran ayat 19 bahwa sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah itu agama Islam. Lantas bagaimana dengan agama Yahudi dan agama Nasrani atau Kristen?

Baiklah itu sekilas yang banyak beredar di tengah masyarakat tentang agama samawi. Di samping itu ada juga populer dengan agama Ardhi.

Apa Itu Agama Ardhi?

Agama Ardhi yaitu ajaran yang muncul dari bumi yang dianggap atau diklaim menjadi sebuah agama. Agama ini biasanya muncul berdasarkan perkembangan budaya, pemikiran orang-orang yang dapat diterima secara global yang bukan berlandaskan wahyu dari langit.

Saat ini, agama di dunia cukup banyak selain tiga agama samawi yang telah disebutkan di atas seperti agama Hindu, Budha, Konghuchu dan lain-lain. Setiap agama ini juga memiliki kitab suci masing-masing.

Hubungan Dakwah Nabi Muhammad Dengan Nabi-Nabi Terdahulu

Nabi Muhammad SAW merupakan penutup para Nabi-Nabi terdahulu. Tidak ada seorang Nabi pun sesudahnya. Meskipun sampai akhir zaman nanti banyak yang mengaku-ngaku Nabi. Jadi jangan ikut-ikutan bodoh dengan munculnya Nabi palsu langsung jadi pengikutnya. Hehe..

Sebenarnya bagaimana sih konsep dakwah Nabi kita Muhammad SAW dengan Nabi-Nabi terdahulu? Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku adalah seorang laki-laki yang membangun sebuah bangunan kemudian ia meperindah dan mempercantik bangunan tersebut. Kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata alangkah baiknya jika batu bata ini diletakkan (di tempatnya)’. Beliau bersabda: akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi”.

Syeikh Sa’id Ramadhan al-Buthi menerangkan bahwa sebenarnya hubungan antara dakwah Nabi Muhammad dengan dakwah Nabi-Nabi terdahulu berjalan di atas prinsip ta’kid atau penegasan dan tatmim yaitu penyempurnaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas.

Dua Asas Dakwah Para Nabi

Pada dasarnya dakwah para Nabi itu tidak terlepas dari dua asas yaitu pertama akidah dan yang kedua adalah syariat dan akhlak.

Asas Akidah

Apakah akidah para Nabi sama semua sejak dari Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW? Tentu saja sama yaitu beriman kepada keesaan Allah SWT, mensucikan Allah dari segala perbuatan dan sifat yang tidak layak bagi-Nya. Beriman kepada hari akhir, hisab, syurga dan neraka.

Kalau kita perhatikan di dalam sejarah telah tercatat bahkan dalam al-quran sangat gamblang Allah SWT jelaskan bahwa masing-masing dari para Nabi datang sebagai pembenaran atas dakwah sebelumnya. 

Mereka juga memberi kabar gembira dengan adanya utusan Nabi setelahnya. Sehingga pada era Nabi Muhammad SWT ditegaskan bahwa setelahnya tidak ada Nabi lagi.

Semua para Nabi tersebut membawa hakikat yang diperitahkan untuk menyampaikan kepada manusia yaitu tunduk patuh kepada Allah semata. Mengenai hal ini bisa dibaca langsung dalam surat al-syura ayat 13.

Maka dari itu tidak mungkin terjadi perbedaan akidah di antara dakwah-dakwah para Nabi. Syeikh Sa’id Ramadhan al-Buthi menegaskan bahwa persoalan akidah ini merupakan ikhbar (pengkabaran).

Pengkabaran tentang sesuatu tidak mungkin akan berbeda antara satu pengkabar dengan yang lainnya jika kita meyakini kebenaran kabar yang di bawanya.

Maka sungguh tidak mungkin atau hal yang mustahil seorang Nabi diutus kepada suatu umat dan menyampaikan bahwa Allah adalah seorang dari yang tiga atau familiar dengan istilah Trinitas. 

Kemudian diutuskan Nabi lain setelahnya yang menyampaikan kepada umatnya bahwa Allah itu esa tiada sekutu baginya. Padahal kedua Nabi tersebut sangat jujur dan tidak akan pernah berkhianat tentang apa yang dikabarkannya.

Dalam permasalahan yang berkaitan dengan syariat yaitu penetapan hukum yang bertujuan untuk mengatur dan menata kehidupan baik dalam bermasyarakat ataupun pribadi, tentu telah terjadi perbedaan.

Hal ini disebabkan karena syariat termasuk kategori insya’ atau perintah dan larangan. Sehingga hal inilah yang menjadi titik beda antara akidah dan syariat. 

Selain itu, perkembangan zaman dan perbedaan umat akan berpengaruh terhadap perkembangan syariat dan perbedaannya. Karena prinsip penetapan hukum didasarkan pada tuntunan kemaslahatan di dunia dan akhirat.

Di samping diutusnya Nabi, setiap Nabi sebelum Rasulullah adalah khusus bagi umat tertentu bukan berlaku untuk seluruh umat. Maka hukum syariat juga berlaku terbatas untuk umat tertentu sesuai dengan kondisi umat tersebut.

Contohnya seperti umat Nabi Musa AS. Beliau diutus untuk Bani Israil yang sesuai kondisi Bani Israil saat itu. Mereka memerlukan syariat yang sangat ketat yang seluruhnya didasarkan atas asas ‘azimah bukan rukhsah.

Setelah beberapa kurun waktu, diutuslah Nabi Isa as kepada mereka dengan membawa syariat yang agak longgar bila dibandingkan dengan syariat Nabi Musa AS dahulunya.

Dalam al-quran surat Ali Imran ayat 50 Allah menceritakan tentang kelonggaran tersebut yaitu:

“... dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu...”

Nabi Isa AS menjelaskan kepada mereka dalam persoalan akidah sesuai dengan yang tertera dalam kitab Taurat. Tetapi yang menyangkut dengan persoalan syariat dan hukum halal dan haram, maka beliau diperintahkan untuk mengadakan perubahan dan penyederhanaan serta menghapuskan sebagian hukum yang pernah memberatkan mereka.

Maka dari uraian panjang lebar di atas dapat disimpulkan bahwa pengutusan seorang Nabi atau rasul membawa akidah dan syariat. Baca juga fungsi diterapkan sanksi dalam syari'at 

Dalam persoalan akidah, tugas setiap Nabi dan rasul tidak lain hanyalah mempertegas kembaLi akidah yang pernah disampaikan oleh rasul sebelumnya tanpa adanya perubahan dan pebedaan sama sekali.

Sedangkan dalam masalah syariat, maka syariat setiap rasul menghapuskan syariat sebelumnya. Kecuali hal-hal yang ditegaskan oleh syariat yang datang kemudian atau didiamkannya.

Dari pemaparan di atas jelas dan terang bahwa tidak ada apa yang disebut dengan agama samawi yang ada hanyalah syariat samawi, di mana setiap syariat yang baru menghapuskan syariat yang sebelumnya sampai kepada syariat khatimul anbiya yaitu Nabi Muhammad SAW.

Agama yang haq hanya satu yaitu agama Islam. Semua Nabi berdakwah kepadanya dan memerintahkan manusia untuk tunduk kepadanya yaitu agama Islam. Sejak dari Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW.

Bagaimana dengan dua agama samawi lainnya?

Mungkin timbul pertanyan seperti yang di atas yaitu mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Nabi Musa as menganut akidah yang berbeda dari akidah tauhid yang dibawa oleh para Nabi? 

Di samping itu, orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Nabi Isa AS meyakini akidah yang lain?

Sebenarnya jawaban dari pertanyaan di atas telah Allah jawab dalam al-quran surat Ali Imran ayat 19 dan surat al-syra ayat 14 yang intinya adalah semua Nabi diutus dengan membawa Islam yang merupakan agama yang diridhai Allah.

Para ahli kitab sebenarnya mengetahui kesatuan agama ini. Mereka juga mengetahui bahwa para Nabi diutus untuk saling membenarkan dalam hal agama yang diutusnya. Para Nabi pun tidak ada bahkan tidak pernah berbeda dalam masalah akidah.

Tetapi para ahli kitab sendiri berpecah-belah dan berdusta atas nama para Nabi, kendatipun telah datang pengetahuan tentang itu kepada mereka. Hal ini karena kedengkian di antara mereka sebagaimana yang telah Allah jelaskan dalam surat al-quran yang penulis sebutkan di atas.


Wallahu ‘alam bishshawab



Referensi: Kitab Sirah Nabawiyah Karangan Syeikh Sa’id Ramadhan al-Buthi


Posting Komentar

Posting Komentar