![]() |
Syukur + Sabar = Bahagia |
Sabar dan syukur bagaikan dua dimensi dari kepingan mata uang. Karena dua sifat tersebut sangat erat kaitannya. Hidup ini berada diambang dua sisi yaitu kebahagian dan kesusahan.
Kebahagian menuntut kita untuk selalu bersyukur. Sedangkan musibah
menuntut kita untuk bersikap lapang dada dan bersabar.
Meskipun kedua sifat tersebut secara dhahir saling bertolak belakang, namun memiliki sisi kesamaan di antara keduanya.
Untuk lebih detail letak persamaan keduanya
dan mengetahui mana yang lebih unggul, mari kita lihat terlebih dahulu definisi dari sabar dan
syukur.
Pengertian Sabar
Makna sabar secara etimologi adalah
menahan diri. Artinya bertahan diri terhadap apapun. Itulah yang dikategorikan
sebagai sabar.
Makna sabar secara terminologi adalah menahan
diri dari setiap larangan syariat dan menunaikan seluruh perintahnya. Maka makna
sabar di sini lebih khusus dibandingkan dengan makna sabar menurut bahasa di atas.
Sabar Terbagi Kepada 3 Pembagian
Kalau kita melihat di dalam Al-quran, Allah SWT menyebutkan kelebihan orang-orang yang bersifat sabar pada 90 tempat. Itu menunjukkan bahwa sabar memiliki porsi perhatian khusus dari Allah SWT. Baca juga cara sederhana menjalani hidup.
Pengertian Syukur
Apa yang dimaksud dengan syukur?
Sahabat nabi,
Ibnu Abbas RA berkata :
الشكرهو طاعة
بجميع الجوارح لرب الخلائق فى السر و العلانية
Syukur adalah ketaatan seluruh anggota tubuh kepada Allah baik dalam keadaan tersembunyi atau terang-terangan.
Imam Al-Ghazali
berkata : guru kami berkata :
Syukur adalah taat kepada Allah secara dhahir
dan batin.
Dilansir dari kitab Syarah Al-Hikam karangan Imam
Ibnu Atthaillah al-Askandari, beliau berkata :
الشكر
قيد للموجود وصيد للمفقود
“Syukur dapat mengikat nikmat yang telah
ada dan dapat memburu nikmat yang belum dimiliki.”
Allah SWT berfirman
dalam surah Ibrahim ayat 7:
لَىِٕنْ
شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya
Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,”
Imam Ghazali berkata : syukur
terdapat pada dua tempat :
1. Nikmat
agama
2. Nikmat
dunia
Sedangkan pada perkara
musibah dan segala penderitaan, kita tidak diperintahkan
untuk bersyukur. Tetapi hanya diwajibkan bersabar.
Karena
syukur hanya terdapat pada kenikmatan bukan pada selainnya.
Sebagian ulama ada yang berpendapat:
di dunia ini tidak ada yang namanya musibah dan kepahitan,
kecuali
di balik itu
terdapat nikmat dari Allah SWT.
Baca Juga: Ya Nikmati Saja
Maka kewajiban kita adalah bersyukur
terhadap nikmat yang dihiasi dengan musibah. Bukan berarti
mensyukuri diri musibah tersebut. Pendapat ini berlandasan dari hadist Saidina Umar
Bin
Khattab RA.
Empat Kenikmatan Ditimpa Musibah
Saidina Umar RA berkata: tidak ditimpakan musibah terhadapku melainkan Allah
memberikan 4 kenikmatan :
1. Musibah
bukan pada agama
2. Bukan
musibah terbesar
3. Bukan
menjadi penyebab terhalanganya ridha Allah karena musibah
4. Berharap
mendapatkan pahala.
Imam al-Ghazali
berkata :
Ada yang mengatakan bahwa musibah itu
tidak selamanya terjadi dan merupakan pemberian Allah. Sekalipun
manusia yang menjadi penyebabnya.
Tetapi, kita harus ingat bahwa musibah itu memberi manfaat bagi
kita dan memberi kemudharatan bagi orang yang menjadi penyebab, bukan
sebaliknya. Maka apapun musibahnya diwajibkan bagi kita untuk
bersyukur atas nikmat yang dihiasi dengan musibah. simak juga cara cerdas menyiasati masalah.
Allah SWT
berfirman
dalam surah al-Baqarah ayat 216
:
وَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi yang kamu benci merupakan kebaikan bagimu dan sebaliknya sesuatu yang kamu sukai merupakan malapetaka bagimu.”
Maka dapat kita pahami bahwa perkara yang Allah anggap baik itu lebih banyak daripada prasangka kita terhadap apa yang terjadi dengan kita.
Mana yang lebih unggul di antara sabar dan syukur
Ketahuilah bahwa ulama berbeda pandangan
dalam hal ini.
Imam Ghazali berkata :
· Ada
yang mengatakan lebih unggul syukur dari pada sabar, berdasarkan firman
Allah SWT dalam surah Saba’ ayat 13 :
وَقَلِيلٌ
مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Sangat sedikit daripada hambaku yang mau
bersyukur.”
Allah menempatkan mereka yang mau
bersyukur pada posisi istimewa dari golongan orang-orang khawas.
Dan Allah memuji nabi Nuh AS atas
kesabarannya dalam surah Al isra’ 3 :
اِنَّهٗ كَانَ عَبْدًا شَكُوْرًا
“Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba
(Allah) yang banyak bersyukur”.
Allah SWT
juga memuji nabi Ibrahim AS dalam surah an-Nahl
ayat 121 :
شَاكِرًا
لِّأَنْعُمِهِ
"Ia senantiasa mensyukuri segala
nikmat"
Ada yang mengatakan: aku diberikan nikmat kemudian
bersyukur, jauh lebih aku suka dari pada ditimpakan musibah kemudian aku bersabar.
Ada yang mengatakan pula bahwa:
sabar yang paling unggul, karena dia memikul beban yang sangat besar
sehingga saat diberikan pahala maka akan mendapatkan
pahala yang besar dan saat diberi kedudukan dengan kedudukan yang tinggi.
Allah SWT berfirman dalam surah Shad
44 :
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِّعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ
أَوَّابٌ
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).”
Meskipun banyak hadist yang
menunjuki bahwa syukur
lebih utama. Namun, jika dibandingkan syukur
dengan sabar maka sabarlah yang paling unggul karena orang yang bersabar diberikan pahala dua
kali lipat dibandingkan orang bersyukur yang hanya
diberikan satu.
Karena berdasarkan firman Allah dalam surah Al Qhasas ayat 28 :
أُولَٰئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ بِمَا
صَبَرُوا
“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka".
Imam al-Ghazali berkata :
Menurut pandanganku, Orang yang bersyukur pada
hakikatnya adalah orang yang bersabar.
Dan
sebaliknya, orang yang bersabar pada hakikatnya adalah
orang yang besyukur.
Karena orang yang besyukur dalam kondisi diberi cobaan, itu tidak bisa terlepas dari pada bersabar atas cobaan tersebut.
Sedangkan bersyukur
adalah mengagungkan zat yang memberikan nikmat dengan cara menjaga batasan-batasannya
dari segala hal yang dapat menjerumuskan ke dalam kemaksiatan.
Berdasarkan penjelasan di atas
bahwa perkara yang sukar itu pada hakikatnya merupakan nikmat. Seperti menunaikan kewajiban dan menjahui larangan.
Maka apabila dia bersabar,
itulah
syukur pada hakikatnya, karena dia menjaga diri
dari
bermaksiat. Sebenarnya Inilah makna syukur yang hakiki yaitu
mengagungkan Allah SWT dengan cara tidak bermaksiat kepadanya.
Orang yang bersyukur dengan menjaga diri dari terjatuh dalam kekufuran,
apabila dia bersabar dari melakukan maksiat,
maka dia digolongkan sebagai orang yang bersabar.
Sama halnya apabila dia bersyukur atas nikmat dengan
bersabar melakukan ketaatan, maka orang bersyukur tersebut pada hakikatnya merupakan
orang yang bersabar.
Wallahu a’lam bisshawab..
Reff :
Sirajuthalibin 480 Jilid 2,
Mausu’ah Akhlak 75,
Mukhtasar Qasidin 318.
Posting Komentar