![]() |
Ilustrasi crosscheck data secara digital dalam verivikasi suatu hal yang berkaitan dengan Hadis atau Mazhab. Sehingga Hal ini Perlu Ditelaah Lebih Dalam |
D i setiap zaman, selalu ada orang yang beranggapan bahwa cukup berpegang pada hadis tanpa perlu mengikuti mazhab fikih tertentu.
Mereka sering kali menganggap bahwa mazhab hanya sebatas pendapat manusia, sedangkan hadis adalah wahyu yang lebih utama.
Namun, apakah benar pemahaman seperti ini sesuai dengan metode para ulama dalam memahami agama? Baca: Metodelogi fikih
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Dalam sejarah Islam, pandangan semacam ini sudah ada sejak dahulu.
Bahkan, para ulama besar telah memberikan jawaban terhadap mereka yang mengusung pemikiran seperti ini.
Pemikiran "Langsung ke Hadis" dan Respon Ulama
Salah satu bentuk pemikiran ini terangkum dalam sebuah pernyataan yang dicatat oleh Al-Hafidz Adz-Dzahabi, seorang ulama hadis ternama:
وَاْلأَخْذُ بِالْحَدِيْثِ أَوْلَى مِنَ اْلأَخْذِ بِقَوْلِ الشَّافِعِيِّ وَأَبِيْ حَنِيْفَةَ
"Mengambil hadis lebih baik daripada mengambil pendapat Imam Syafi'i dan Abu Hanifah."
Sekilas, pernyataan ini tampak masuk akal. Bukankah hadis merupakan sumber utama dalam Islam? Baca juga: Mengapa akal identik dengan kebaikan?
Namun, Adz-Dzahabi dengan bijak memberikan tanggapan yang sangat mendalam dan penuh pertimbangan. Beliau menjawab:
قُلْتُ: هَذَا جَيِّدٌ، لَكِنْ بِشَرْطِ أَنْ يَكُوْنَ قَدْ قَالَ بِذَلِكَ اْلحَدِيْثِ إِمَامٌ مِنْ نُظَرَاءِ اْلإِمَامَيْنِ مِثْلَ مَالِكٍ، أَوْ سُفْيَانَ، أَوِ اْلأَوْزَاعِيِّ، وَبِأَنْ يَكُوْنَ اْلحَدِيْثُ ثَابِتًا سَالِمًا مِنْ عِلَّةٍ، وَبِأَنْ لَا يَكُوْنَ حُجَّةُ أَبِيْ حَنِيْفَةَ، وَالشَّافِعِيِّ حَدِيْثًا صَحِيْحًا مُعَارِضًا لِلْآخَرِ
"Ini bagus sekali. Dengan syarat orang yang mengambil hadis itu adalah seorang imam yang selevel dengan Syafi'i dan Abu Hanifah, seperti Imam Malik, Sufyan atau Al-Auza'i. Dan syarat lainnya, hadis tersebut harus sahih dan tidak memiliki illat (cacat tersembunyi). Selain itu, hadis yang dijadikan hujjah oleh Abu Hanifah dan Syafi'i tidak boleh bertentangan dengan hadis lain yang juga sahih."
Di sinilah poin utama yang harus dipahami. Mengambil hadis tidaklah semudah hanya membaca teksnya dan langsung mengamalkannya.
Ada banyak pertimbangan yang harus diperhatikan:
1. Keahlian dalam Ilmu Hadis
Tidak semua hadis sahih dapat langsung diamalkan tanpa memahami konteksnya. Baca: Benarkah hadis rawan sesat?
Ada hadis yang bersifat umum dan ada yang khusus, ada yang nasikh (menghapus) dan ada yang mansukh (dihapus hukumnya).
2. Pemahaman Para Ulama
Imam-imam besar seperti Imam Syafi'i dan Abu Hanifah tidak sembarangan dalam menyimpulkan hukum dari hadis.
Mereka memiliki metode yang sistematis dalam memahami nash, sehingga tidak terjadi kontradiksi dalam hukum Islam.
3. Kesesuaian dengan Hadis Lain
Dalam fiqih, suatu hadis yang tampak bertentangan dengan hadis lain harus diteliti lebih dalam sebelum dijadikan pedoman.
Jika suatu hadis bertentangan dengan praktik para sahabat atau imam mujtahid, maka perlu dipertanyakan apakah hadis tersebut berlaku secara mutlak atau memiliki konteks tertentu.
Mengapa Mengikuti Mazhab Itu Penting?
Banyak yang berpikir bahwa mengikuti mazhab berarti taqlid buta atau sekadar ikut-ikutan tanpa dalil. Baca: Faktor rumitnya mendeteksi pendapat kuat dalam mazhab
Padahal, mazhab justru lahir dari proses ijtihad yang sangat ketat dan berdasarkan dalil yang kuat. Para imam mazhab tidak pernah berkata, "Ikuti saya tanpa dalil."
Sebaliknya, mereka mengajarkan metode dalam memahami dalil, sehingga hukum yang dihasilkan bersifat menyeluruh dan tidak parsial.
Tanpa mazhab, seseorang yang ingin beribadah dengan benar justru akan terjebak dalam kebingungan.
Contohnya: Bagaimana cara shalat yang benar? Jika hanya mengandalkan hadis, maka kita akan menemukan banyak perbedaan dalam tata cara shalat.
Bagaimana cara wudhu yang sah? Hadis-hadis yang membahas wudhu pun memiliki variasi yang berbeda.
Tanpa pemahaman yang komprehensif, seseorang bisa salah dalam mengamalkan wudhu. Baca: Doa ketika membasuh dan mencuci anggota wudhu
Bagaimana jika ada dua hadis yang tampaknya bertentangan?
Imam mazhab telah memiliki metodologi dalam menimbang dan menyelaraskan hadis-hadis tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam penerapan hukum.
Bahaya Memahami Hadis Tanpa Ilmu yang Memadai
Adz-Dzahabi juga memberikan contoh bagaimana seseorang bisa tersesat jika hanya berpegang pada satu hadis tanpa memperhatikan pemahaman para ulama.
Beliau menyebutkan dua hadis:
1. Hadis tentang hukuman bagi peminum khamr
"إِذَا شَرِبَ فِي الرَّابِعَةِ فَاقْتُلُوهُ"
"Jika seseorang minum khamr untuk keempat kalinya, maka bunuhlah dia." (HR. Tirmidzi)
Hadis ini tampak jelas. Namun, para ulama tidak mengambil hukum ini secara mutlak karena ada dalil lain yang menunjukkan bahwa hukuman untuk peminum khamr bukanlah hukuman mati.
2. Hadis tentang pencuri telur yang tangannya dipotong
"لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ؛ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ"
"Allah melaknat pencuri yang mencuri telur, lalu dipotong tangannya." (HR. Bukhari)
Jika hadis ini dipahami secara literal, maka mencuri barang sekecil apa pun bisa menyebabkan hukuman potong tangan.
Namun, para ulama telah menjelaskan bahwa pencurian yang menyebabkan hukuman potong tangan memiliki syarat-syarat tertentu, seperti nilai barang yang dicuri dan tempat pencurian.
Dari sini, kita bisa melihat bahwa memahami hadis secara tekstual tanpa ilmu yang cukup bisa membawa seseorang kepada kesimpulan yang keliru.
Kesimpulan: Ikuti Hadis dengan Bimbingan Ulama
Jadi, apakah kita harus memilih hadis atau mazhab? Jawabannya bukan memilih salah satu dan meninggalkan yang lain, tetapi memahami bahwa mazhab adalah cara terbaik dalam mengamalkan hadis secara benar.
Imam Syafi'i pernah berkata:
"إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِيْ"
"Jika kalian menemukan hadis yang sahih, maka itulah mazhabku."
Namun, ini bukan berarti setiap orang bisa langsung mengambil hadis sahih dan mengamalkannya sendiri.
Pemahaman agama harus melalui bimbingan ulama yang memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni. Baca juga: Penyebab Ulama menjadi salah satu ahli neraka
Seruan "kembali ke hadis" memang terdengar menarik, tetapi jika dilakukan tanpa ilmu yang cukup, justru bisa membawa pada kesalahan besar dalam memahami agama.
Islam telah memiliki sistem keilmuan yang mapan, dan mengikuti mazhab bukan berarti menolak hadis, melainkan cara terbaik dalam mengamalkannya secara benar.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar