aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Kesalahpahaman Umum tentang Hukum Memakai Cadar dalam Islam: Wajib atau Sunnah?

Ilustrasi muslimah bercadar yang sering menjadi topik pembahasan hangat di kalangan masyarakat tentang status hukum memakai cadar

P erbincangan mengenai hukum memakai cadar bagi wanita muslimah selalu menjadi topik yang hangat dan sering menimbulkan perbedaan pendapat. 

Sebagian kalangan menganggap cadar adalah kewajiban syar’i yang tidak bisa ditawar, sementara yang lain berpendapat bahwa cadar adalah sunnah yang dianjurkan, namun tidak wajib. 

Lantas, bagaimana sebenarnya pandangan para ulama dari berbagai mazhab tentang cadar? 

Apakah benar cadar hanyalah budaya Arab, ataukah ia merupakan ajaran Islam yang bersifat universal?

Artikel ini akan membahas hukum cadar menurut empat mazhab, pandangan ulama klasik dan kontemporer, serta menjawab kesalahpahaman umum yang sering muncul di masyarakat. 

Dengan begitu, kita bisa memahami persoalan ini secara ilmiah, adil, dan tidak terjebak pada fanatisme sempit.

Simak juga; Faktor rumitnya mendeteksi pendapat kuat dalam suatu mazhab

Aurat Wanita dalam Islam Menjadi Dasar Pembahasan

Sebelum membahas cadar, terlebih dahulu harus dipahami konsep aurat wanita dalam Islam

Aurat adalah bagian tubuh yang wajib ditutupi dan haram dilihat oleh orang lain yang bukan mahram. 

Perbedaan pendapat ulama terkait cadar sejatinya berpangkal pada perbedaan mereka dalam menetapkan apakah wajah dan telapak tangan termasuk aurat di luar shalat.

Dalil utama yang sering menjadi dasar perbedaan pendapat adalah firman Allah Swt:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Dan janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak darinya.”

(QS. An-Nur: 31)

Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang boleh tampak adalah wajah dan telapak tangan, sementara sebagian lain menafsirkannya bahwa seluruh tubuh termasuk wajah dan tangan wajib ditutup.

Simak juga; Batasan aurat wanita yang banyak diabaikan

Pendapat Mazhab tentang Hukum Memakai Cadar

1. Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat, tetapi menutup wajah dengan cadar tetap dianjurkan (sunnah). 

Bahkan, jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah, maka hukum memakai cadar bisa menjadi wajib.

Al-Imam Asy-Syaranbalali berkata:

وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار

“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan bagian dalam maupun luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan mazhab kami.

(Nuurul idhah)

Namun, Ibnu Abidin menegaskan bahwa:

تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة

“Wanita dilarang menampakkan wajahnya karena khawatir dilihat lelaki sehingga menimbulkan fitnah.”

(Hasyiah Ibnu Abidin, 3/188)

Al-Allamah Ibnu Najim juga menegaskan bahwa:

قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة

“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah”.

(Al Bahr Ar Raaiq, 284).

Ucapan itu lahir di zamannya, sementara beliau wafat pada tahun 970 H. 

Nah, bagaimana dengan kita hari ini, di era yang jauh berbeda dari masa beliau?

Simak juga: Faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu mazhab

2. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki memiliki dua pendapat. 

Sebagian ulama Maliki mengatakan wajah bukan aurat, tetapi jika dikhawatirkan fitnah maka wajib ditutup. 

Bahkan ada yang menegaskan seluruh tubuh wanita adalah aurat.

Simak juga: Suara wanita bukan aurat? Begini perinciannya

Imam Al-Zarqani mengatakan bahwa:

وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين... إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم

“Aurat wanita di hadapan laki-laki ajnabi adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, namun bila dikhawatirkan fitnah atau ada tujuan menikmati maka hukumnya haram.”

(Syarh Mukhtashar Khalil, h. 176)

Ibnul Arabi lebih tegas lagi dalam menyikapi hal ini, beliau menyatakan:

والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها

“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)”.

(Ahkaamul Qur’an, 3/1579).

3. Mazhab Syafi’i

Mazhab Syafi’i termasuk yang paling ketat. 

Mayoritas ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajah dan telapak tangan, sehingga wajib ditutup dari pandangan laki-laki ajnabi.

Imam Asy-Syarwani dalam hasyiahnya menjelaskan bahwa:

وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد

“Aurat wanita di hadapan laki-laki ajnabi adalah seluruh tubuh hingga wajah dan telapak tangan menurut pendapat yang mu’tamad.”

(Hasyiah Asy-Syarwani, 2/112)

Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, dalam Fathul Qaarib-nya berkata:

وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها

“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan”.

(Fathul Qaarib, 19).

Mengenai hal tersebut juga dipertegas oleh Ibnu Qaasim Al Abadi yang berkata:

فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا

“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah”.

(Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)

4. Mazhab Hambali

Mazhab Hambali juga mewajibkan wanita menutup seluruh tubuhnya, termasuk wajah. 

Imam Ahmad bin Hanbal menegaskan:

كل شيء منها عورة حتى الظفر

“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, bahkan kukunya sekalipun.”

(Zaadul Masiir, 6/31)

Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Kitab Raudhul Murbi’, mengatakan bahwa: 

وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة

“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha”.

(Raudhul Murbi’, 140).

Dalam kitab al-Furu', Ibnu Muflih berkata bahwa:

قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها

“Imam Ahmad berkata: Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan”.

(Al Furu’, 601-602).

Dalam karyanya yang merupakan penjelasan atas Al-Iqna’, Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al-Bahuti menjelaskan:

«وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »

“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya”.

(Kasyful Qanaa’, 309).

Ringkasan Pandangan Ulama

Dari uraian di atas dapat diringkas:

  1. Mazhab Hanafi & Maliki → Wajah bukan aurat, tetapi bisa wajib ditutup jika ada fitnah.
  2. Mazhab Syafi’i & Hambali → Wajah dan telapak tangan termasuk aurat, sehingga wajib ditutup.

Maka, perbedaan hukum cadar bukanlah karena cadar budaya Arab, melainkan perbedaan ijtihad ulama dalam menafsirkan dalil.

Simak juga: Ini alasan ilmiah lebih diunggulkan pendapat Imam Nawawi atas Imam Rafi'i 

Cadar: Budaya Arab atau Syariat Islam?

Sebagian orang menganggap cadar hanyalah budaya Arab, bukan ajaran Islam. Pandangan ini jelas keliru. 

Sejak masa jahiliyah, wanita Arab memang tidak terbiasa menutup aurat, bahkan ber-tabarruj (bersolek berlebihan). 

Islam datang membawa perubahan dengan perintah hijab dan menutup aurat.

Allah berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu.”

(QS. Al-Ahzab: 33)

Sayyidah Aisyah ra. meriwayatkan:

مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ... أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا فَاخْتَمَرْنَ بِهَا

“Ketika turun ayat ini (‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka’), para wanita Muhajirin merobek kain selimut mereka lalu menutupkan ke kepala mereka.”

(HR. Bukhari, 4759)

Ini membuktikan bahwa hijab dan cadar adalah syariat Islam, bukan sekadar budaya lokal.

Simak juga: Penjelasan lengkap dan ringkas tentang mahram

Cadar di Era Modern: Relevansi dan Tantangan

Di era modern, perdebatan tentang cadar semakin tajam. 

Ada yang menilainya simbol kesalehan, ada pula yang menuduhnya ekstrem.

Padahal, cadar hanyalah bagian dari khilaf fiqhiyah yang sudah dibahas para ulama sejak dahulu. 

Tidak ada satu pun ulama besar yang menyebut cadar sebagai “budaya Arab semata”.

Maka, sikap bijak bagi umat Islam adalah saling menghormati perbedaan pendapat:

  • Bagi yang meyakini cadar wajib, hendaknya istiqamah memakainya.
  • Bagi yang memandang cadar sunnah, tetaplah menutup aurat sesuai syariat tanpa meremehkan yang bercadar.

Kesimpulan

Hukum memakai cadar dalam Islam adalah persoalan ijtihadiyah. 

Mayoritas ulama Syafi’iyah dan Hambali mewajibkan, sedangkan ulama Hanafi dan Maliki menganggapnya sunnah, kecuali bila ada fitnah maka bisa menjadi wajib.

Yang pasti, menutup aurat adalah kewajiban mutlak bagi setiap muslimah. 

Adapun perbedaan hukum cadar hendaknya dipahami sebagai rahmat dalam khazanah fikih Islam, bukan sumber perpecahan.

Maka, apakah cadar wajib atau sunnah, yang terpenting adalah niat menjaga kehormatan diri dan mematuhi perintah Allah:

ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

(QS. An-Nur: 30)

Wallahu a'lam bisshawab


Posting Komentar

Posting Komentar