aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Hukum Pakai Celana Panjang bagi Muslimah: Antara Syariat dan Gaya Hidup Modern

Foto celana panjang wanita berwarna marun yang tergeletak di lantai putih—representasi isu pakaian muslimah antara tuntutan syariat dan gaya modern.

D i era modern, gaya berpakaian wanita Muslim mengalami perubahan signifikan. 

Salah satu tren yang cukup umum adalah penggunaan celana panjang oleh para muslimah. 

Lantas, muncul pertanyaan yang cukup sering diperdebatkan: apakah hukum wanita memakai celana panjang dalam Islam? 

Simak juga 2 syarat bergelar wanita Shalihah

Apakah ini tergolong tasyabbuh (penyerupaan terhadap laki-laki) yang diharamkan?

Artikel ini akan membahas secara menyeluruh, berdasarkan dalil-dalil syar’i dan pandangan para ulama, untuk menjawab keresahan banyak muslimah dalam memilih pakaian yang sesuai syariat sekaligus tetap nyaman dan modern.

Celana Panjang: Haram atau Boleh?

Pertama-tama, mari kita luruskan bahwa Islam tidak secara mutlak melarang wanita memakai celana panjang. 

Namun, ada batasan dan ketentuan yang perlu dipahami, khususnya terkait dengan nilai kesopanan, aurat, dan penyerupaan dengan laki-laki.

Baca juga: penting! Aurat laki-laki yang sering diabaikan di luar shalat

Pertimbangan utama dalam hukum ini terletak pada jenis celana yang dipakai:

Celana yang Dikhususkan untuk Wanita

Jika celana tersebut secara umum didesain dan dikenakan khusus oleh wanita, maka tidak termasuk dalam kategori tasyabbuh (penyerupaan terhadap laki-laki). 

Dalam hal ini, penggunaan celana diperbolehkan selama tetap menutup aurat, tidak ketat, dan tidak transparan.

Celana yang Identik dengan Laki-Laki

Namun, jika celana tersebut adalah model yang umum dipakai oleh laki-laki, maka hal ini bisa jatuh dalam hukum haram karena termasuk dalam kategori tasyabbuh.

Celana yang Netral

Ada juga model celana yang tidak spesifik untuk laki-laki maupun wanita, seperti celana olahraga longgar. 

Dalam kasus seperti ini, niat dan konteks penggunaannya menjadi penting.

Dalam kitab Bughyah Al-Mustarsyidin (halaman 604) disebutkan:

(مسألة : ي) : ضابط التشبه المحرم من تشبه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه في الفتح والتحفة والإمداد وشن الغارة ، وتبعه الرملي في النهاية هو أن يتزيا أحدهما بما يختص بالآخر ، أو يغلب اختصاصه به في ذلك المحل الذي هما فيه.

“Batasan tasyabbuh (penyerupaan) yang diharamkan antara pria dan wanita adalah jika salah satu dari mereka mengenakan sesuatu yang secara khusus digunakan oleh yang lain, atau sesuatu yang secara umum hanya digunakan oleh salah satu pihak di tempat tinggal mereka.”

Artinya, konteks budaya dan kebiasaan di tempat tinggal juga menjadi pertimbangan hukum.

Dalil dan Hadis Tentang Larangan Tasyabbuh

Dalam Islam, larangan menyerupai lawan jenis sangat jelas, sebagaimana dijelaskan dalam hadis-hadis berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: "لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنَ النِّسَاءِ" (رواه البخاري)

“Nabi Muhammad saw. melaknat para laki-laki yang berperilaku seperti perempuan dan perempuan yang berperilaku seperti laki-laki.”

(HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain juga disebutkan:

"لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ"

“Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”

Hadis ini menjadi dasar larangan tasyabbuh

Namun, yang dilaknat adalah perbuatan yang disengaja, bukan bawaan lahir. 

Hal ini ditegaskan oleh Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari:

"وَالنَّهْيُ مُخْتَصٌّ بِمَنْ تَعَمَّدَ ذَلِكَ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ أَصْلَ خِلْقَتِهِ، فَإِنَّمَا يُؤْمَرُ بِتَكَلُّفِ تَرْكِهِ"

“Larangan itu khusus bagi orang yang sengaja melakukannya. Adapun bagi yang demikian sejak asal penciptaannya, maka ia diperintahkan untuk berusaha meninggalkannya secara bertahap.”

Macam-Macam Tasyabbuh

Untuk memahami lebih jelas, berikut ini dua bentuk tasyabbuh yang umum terjadi:

Dalam Gaya

Perilaku yang meniru lawan jenis seperti cara berjalan, berbicara, berdandan, hingga memakai perhiasan yang bukan pada tempatnya, termasuk dalam tasyabbuh yang terlarang. 

Apalagi jika perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja dan berniat menyerupai.

Dalam Pakaian dan Perhiasan

Masuk dalam hukum tasyabbuh jika seseorang mengenakan pakaian yang khas untuk lawan jenis.

Baca juga: tradisi kontroversial terhadap wanita

Sebagaimana dinyatakan kembali dalam kitab Bughyah Al-Mustarsyidin:

"أن يتزيا أحدهما بما يختص بالآخر ، أو يغلب اختصاصه به في ذلك المحل"

“…menghiasi diri dengan sesuatu yang dikhususkan untuk lawan jenis atau sesuatu yang umum digunakan oleh lawan jenis di tempat tersebut.”

Kebiasaan setempat juga menjadi acuan penting. 

Misalnya, jika di daerah tersebut celana kulot longgar sudah lazim dikenakan perempuan, maka tidak termasuk tasyabbuh.

Fatwa Ulama: Memakai Celana Bukan Masalah, Jika...

Beberapa ulama kontemporer memberikan kelonggaran terhadap pemakaian celana panjang oleh wanita dengan syarat:

  1. Tidak ketat dan memperlihatkan lekuk tubuh
  2. Tidak transparan
  3. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
  4. Ditutupi lagi dengan pakaian luar seperti tunik atau gamis panjang

Fatwa ini sesuai dengan prinsip menutup aurat dan menghindari tabarruj (bersolek berlebihan).

Dalam Fatwa Al-Azhar, disebutkan:

ومحل الحرمة إذا تحقق أمران: أولهما: أن يكون التشبه مقصودا،... أما مجرد التوافق بدون قصد وتعمد فلا حرج فيه.

“Haramnya tasyabbuh itu bila dua hal terpenuhi: pertama, ada unsur kesengajaan; kedua, dilakukan terhadap sesuatu yang merupakan kekhususan lawan jenis. Namun jika hanya kesamaan tanpa ada maksud menyerupai, maka tidak mengapa.”

Kesimpulan: Boleh Memakai Celana, Tapi...

Jadi, bagaimana kesimpulannya?

Boleh-boleh saja wanita muslimah memakai celana panjang, selama memenuhi syarat berikut:

  • Celana tersebut bukan model khusus laki-laki
  • Tidak ketat dan tidak transparan
  • Tidak diniatkan untuk menyerupai laki-laki
  • Tetap menjaga adab berpakaian Islami

Celana bukanlah pakaian yang mutlak haram bagi perempuan. 

Yang dilarang adalah celana yang memperlihatkan aurat, membentuk tubuh, atau menyerupai laki-laki secara mutlak.

Dalam konteks dakwah dan keseharian, yang lebih penting adalah menjaga nilai kesopanan, rasa malu, serta niat dalam berpakaian.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.”

(HR. Muslim)

Penutup: Berpakaianlah Sesuai Syariat, Bukan Sekadar Tren

Wanita Muslimah bisa tetap tampil anggun dan sopan dengan mengenakan celana panjang yang sesuai syariat, tanpa melupakan identitas keislamannya. 

Islam tidak kaku dalam masalah bentuk pakaian, tapi tegas dalam nilai dan tujuannya.

Maka, mari berhijab bukan sekadar karena tren, tapi karena cinta kepada Allah.

Wallahu A’lam Bish Shawab



Posting Komentar

Posting Komentar