![]() |
Anak laki-laki sedang takbiratul ihram di masjid, mencerminkan kekhusyukan dalam shalat dan isu suara keras yang bisa mengganggu jamaah lain. |
Deskripsi Masalah
S halat merupakan ibadah utama dalam Islam yang memiliki tata cara dan adab tertentu, termasuk dalam hal mengatur suara bacaan.
Namun, dalam praktiknya, sering kali dijumpai sebagian orang yang memperbesar suara saat membaca bacaan shalat, baik dalam shalat berjamaah maupun shalat sendirian di tempat umum.
Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: bolehkah memperbesar suara dalam shalat jika hal tersebut mengganggu kekhusyukan orang lain yang juga sedang shalat di sekitarnya?
Baca juga:
Kapan disunnahkan berdiri saat iqamah untuk shalat berjamaah?
Batalkah shalat makmum jika tidak ikut sujud tilawah bersama imam dalam shalat?
Benarkah bersendawa, ketawa, menangis dapat membatalkan shalat?
Fenomena ini kerap terjadi di masjid, mushalla, atau tempat ibadah lainnya, terutama saat shalat rawatib, sunnah atau qiyamul lail.
Tidak sedikit jemaah yang merasa terganggu karena suara bacaan orang lain yang terlalu keras, sehingga mereka sulit berkonsentrasi dalam shalatnya.
Padahal, menjaga kekhusyukan dalam shalat merupakan hal yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Pertanyaan ini menjadi penting untuk dibahas karena menyangkut adab dalam shalat, etika berjamaah, serta nilai-nilai toleransi dalam beribadah.
Di samping itu, membahas hukum memperbesar suara dalam shalat juga penting sebagai bentuk edukasi kepada umat Islam agar dapat beribadah dengan lebih bijak dan sesuai tuntunan syariat.
Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan penelusuran terhadap dalil-dalil syar'i serta pandangan para ulama mengenai batasan suara dalam shalat, agar tidak menimbulkan gangguan bagi orang lain yang sedang khusyuk beribadah.
Pertanyaan
Apakah boleh memperbesar suara di dalam shalat sedangkan orang lain terganggu dengannya?
Jawaban
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
1. Pendapat pertama (pendapat Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu'in):
Makruh hukumnya memperbesar suara di dalam shalat bila mengganggu orang lain.
Misalnya mengganggu orang tidur atau orang lain yang sedang shalat juga.
Namun dalam hal ini, Imam 'Ali Syibramalasy berkomentar:
Bila dipahami dari penuturan matan kitab Fathul Mu'in tadi; hukum memperbesar suara dalam shalat adalah makruh bila mengganggu orang lain, bahkan jika shalat yang dilakukan adalah shalat fardhu.
Tapi faktanya bukan demikian, karena sesuatu yang dianjurkan karena zati-nya (dirinya) tidak hilang tuntutannya hanya karena urusan 'aridhi-nya (perkara yang datang belakangan).
Maka tetap disunnahkan memperbesar suara dalam shalat fardhu walau mengganggu orang lain, karena tuntutan memperbesar suara dalam shalat fardhu adalah zati, sedangkan mengganggu orang lain dengan sebabnya adalah 'aridhi.
2. Pendapat kedua (pendapat Syaikh Sa'id bin Muhammad dalam Busyra Karim):
Haram hukumnya memperbesar suara dalam shalat (bila bukan dalam keadaan uzur) sehingga mengganggu orang lain, baik mengganggu orang yang sedang shalat, orang tidur, dan lain-lain.
Alasannya, karena muncul kemudharatan yang disebabkan oleh suara besar tersebut.
Perlu digarisbawahi bahwa mengganggu yang diharamkan di sini adalah bila gangguannya sudah keterlaluan.
Namun, bila gangguannya hanya sekedar saja, maka hukumnya makruh, tidak sampai haram.
Dalam hal ini pula, bila seseorang memperbesar suaranya disebabkan oleh uzur, misalnya; keadaan di luar sedang sangat berisik, sehingga bila ia tidak memperbesar suaranya, maka tidak memungkinkan baginya untuk membaca fatihah, maka hukumnya tidak haram dan tidak makruh.
Baca juga: Mengapa Al-Quran dimulai dengan surat al-Fatihah?
Catatan Penting
Bila dipahami secara detail dari dua pendapat tadi, sebenarnya keduanya tidak bertentangan, sebab pendapat yang menyatakan makruh, juga berpendapat haram bila gangguan yang dihasilkan oleh orang yang memperbesar suara sudah keterlaluan.
Begitu juga sebaliknya, pendapat yang mengatakan haram juga berpendapat makruh bila gangguannya cuma sedikit.
Referensi
ولا يجهر مصل - وغيره - إن شوش على نحو نائم أو مصل، فيكره. كما في المجموع
[اعانة الطالبين]
(قوله: ولا يجهر مصل وغيره) أي كقارئ وواعظ ومدرس.
(قوله: إن شوش على نحو نائم أو مصل) لفظ نحو، مسلط على المعطوف والمعطوف عليه، ونحو الثاني، الطائف والقارئ والواعظ والمدرس.
وانظر ما نحو النائم.
ويمكن أن يقال نحوه المتفكر في آلاء الله وعظمته، بجامع الاستغراق في كل.
وقوله: فيكره أي التشويش على من ذكر.
وقضية عبارته كراهة الجهر إذا حصل التشويش ولو في الفرائض، وليس كذلك لأن ما طلب فيه الجهر - كالعشاء - لا يترك فيه الجهر لما ذكر، لأنه مطلوب لذاته فلا يترك لهذا العارض. أفاده ع ش.
[البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ١٨٠/١]
(ويحرم) على المصلي حيث لا عذر (الجهر) في الصلاة وخارجها (إن شوش على غيره) من مصل أو قارئ وغيرهما؛ للضرر، ويؤخذ بقول المتشوش ولو فاسقا؛ إذ لا يعرف إلا منه، وهذا إن اشتد التشويش، وإلا .. فهو مكروه، وبه يجمع الخلاف، أما من له عذر، كأن كثر اللغط فاحتاج للجهر، ليأتي بالقراءة على وجهها .. فلا كراهة ولا حرمة.
[ بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم، صفحة ٢٨٦]
Posting Komentar