![]() |
Ilustrasi rukyah hilal dan melihat menjawab persoalan apakah Rasulullah menggunakan Rukyat atau Hisab. Ini jawaban berdasarkan hadis dan sejarah |
D alam Islam, ada dua metode utama dalam menentukan awal bulan hijriyah yaitu hisab dan rukyat.
Hisab adalah perhitungan astronomi untuk menentukan awal bulan berdasarkan kalkulasi matematis, sedangkan rukyat adalah metode observasi langsung untuk melihat hilal (bulan sabit) pada akhir bulan hijriyah.
Jika hilal terlihat, maka bulan baru dimulai keesokan harinya. Namun, jika hilal tidak terlihat, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari. Baca juga: Cara kalkulasi jodoh shalihah menggunakan rumus matematika
Bagaimana Rasulullah Menentukan Awal Bulan Hijriyah?
Rasulullah ﷺ selalu menjalankan ibadah sesuai dengan ketetapan Allah dan menjadikannya sebagai dasar hukum Islam yang harus diikuti oleh umatnya hingga akhir zaman.
Dalam menentukan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Rasulullah tidak pernah menggunakan hisab. Baca juga: Ingat! Jangan pernah tunggu datang Ramadhan
Bukan karena ilmu hisab belum berkembang di zamannya—sebab pada abad ke-7, ilmu astronomi dan perhitungan sudah cukup maju—tetapi karena Islam telah menetapkan rukyat sebagai metode utama dalam penentuan awal bulan hijriyah.
Meskipun bangsa Arab dikenal sebagai pedagang yang sering berinteraksi dengan peradaban maju seperti Syam dan Yaman, tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan penggunaan hisab dalam penentuan kalender hijriyah.
Hal ini menunjukkan bahwa hisab bukan metode yang direkomendasikan secara mutlak dalam syariat Islam untuk menetapkan awal bulan hijriyah. Baca juga: Persiapan penting menyambut Ramadhan
Dalil Hadis Tentang Rukyat Hilal
Banyak hadis sahih yang menegaskan bahwa Rasulullah ﷺ menggunakan rukyat hilal dalam menentukan awal bulan, di antaranya yaitu:
1. Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda:
"Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihatnya. Jika tertutup awan, maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Hadis Riwayat Imam Bukhari
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Satu bulan itu ada 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa kecuali setelah melihat hilal. Jika hilal tertutup awan, maka genapkanlah menjadi 30 hari." (HR. Bukhari)
Baca juga: Hadis rawan terjadi kesesatan, benarkah?
Mengapa Islam Memilih Rukyat Hilal?
Metode rukyat hilal memiliki hikmah besar dalam Islam, di antaranya yaitu:
1. Kesederhanaan dan Kemudahan
Tidak memerlukan teknologi canggih atau perhitungan matematis yang kompleks. Bahkan orang yang tinggal di pedalaman dapat mengamati hilal dengan mata telanjang.
2. Agama itu Mudah
Jika rukyat menjadi dasar, maka umat Islam dapat bersatu dalam menentukan waktu ibadah.
Karena setiap orang bisa mengakses tanpa terbatas kecanggihan teknologi.
Meskipun dalam hal ini apabila ada yang mengabarkan tentang hilal harus orang yang siddiq bukan orang fasiq.
3. Kepastian Hukum
Hasil rukyat bersifat mutlak, sedangkan hisab masih memiliki banyak perbedaan metode dan hasil yang tidak seragam.
Hisab Sebagai Pendukung, Bukan Penentu
Meski dianggap lebih ilmiah, metode hisab juga memiliki banyak perbedaan dalam perhitungan dan sistem yang digunakan.
Beberapa metode hisab bahkan menghasilkan tanggal yang berbeda untuk awal bulan hijriyah.
Oleh karena itu, dalam literatur fikih klasik maupun modern, hisab tidak dijadikan sebagai metode utama dalam penentuan awal bulan hijriyah yang berkaitan dengan ibadah.
Jika hisab digunakan, maka sifatnya hanya sebagai informasi pendukung, bukan sebagai penentu utama. Baca juga: Rahasia mendidik anak ala Imam Sya'rani
Artinya, hisab dapat digunakan untuk memperkirakan posisi hilal, tetapi penetapan resmi tetap harus berdasarkan rukyat hilal.
Kesalahan dalam Menerapkan Hisab sebagai Metode Utama
Di era modern, beberapa negara dan lembaga Islam mulai menggunakan hisab sebagai dasar penentuan awal bulan hijriyah.
Hal ini menimbulkan perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir, penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri di Indonesia sering kali berbeda antara pemerintah dan sebagian ormas Islam.
Hal ini terjadi karena pemerintah cenderung mengakomodasi hisab, sementara ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) tetap berpegang teguh pada rukyat hilal. Baca juga: Kabar gembira khusus bagi pemerintah dalam Islam
Bahkan, di negara-negara Timur Tengah, yang mayoritas menganut mazhab yang berpegang pada rukyat, ada kebijakan yang lebih mengutamakan hisab.
Padahal, sebagaimana dijelaskan dalam ilmu fikih, metode hisab sebagai penentu awal bulan hijriyah adalah pendapat yang tidak pernah ditemukan dalam literatur klasik Islam dan tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat.
Kesimpulan: Rukyat adalah Metode yang Diikuti Rasulullah ﷺ
Berdasarkan dalil hadis dan praktik yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, rukyat hilal adalah metode yang diamalkan dalam penentuan awal bulan hijriyah.
Terutama dalam kaitannya dengan ibadah seperti puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri serta Idul Adha.
Metode hisab hanya boleh digunakan sebagai alat bantu, bukan sebagai penentu utama. Baca juga: Konsep Imamah dalam Islam
Mengedepankan hisab tanpa rukyat adalah bentuk penyimpangan dari sunnah Rasulullah ﷺ dan tidak memiliki dasar dalam ilmu fikih.
Oleh karena itu, umat Islam seharusnya tetap berpegang teguh pada metode rukyat hilal sebagaimana yang diajarkan Rasulullah ﷺ dan para ulama terdahulu.
Meskipun demikian, bagaimana dengan hasil keputusan pemerintah dalam menjalankan ibadah puasa dan berhari Raya? Nantikan artikel selanjutnya agar tidak gagal paham.
Wallahu a'lam bisshawab
Posting Komentar