Penantian dan penderitaan adalah hal yang biasa meski membuat orang lain pilu melihat kondisi sebuah keluarga yang hidup dalam bayangan harapan.
Berbagai ancang-ancang telah diprediksi untuk memperoleh suatu kebahagiaan meskipun itu masih dalam hayalan.
Dari situlah pengorbanan besar terjadi dalam kehidupan seseorang. Yaitu penantian buah hati dan penyejuk mata.
Setiap orangtua pasti memiliki harapan besar terhadap anak-anaknya agar mereka menjadi anak-anak yang baik Budi, berbakti dan sukses.
Di samping itu, orangtua juga dibayang-bayangi oleh rasa kekhawatiran kalau harapannya itu tidak terwujud. Sehingga berujung kekecewaan yang sangat mendalam.
Namun, kita sebagai muslim sejati sudah memiliki pedoman yang jelas dalam menjalani hidup ini dengan berbagai sikon. Kita memiliki sandaran harapan yang jelas.
Setelah usaha maksimal kita tempuh untuk mewujudkan harapan kita terhadap anak-anak, yang tidak kalah penting dari itu semua adalah tawakkal kepada Allah SWT dan doa yang terbaik untuk anak-anak kita.
Maka dari itu kita akan melihat bagaimana rahasia mendidik anak ala Imam Sya'rani agar kita bisa mempraktikkannya dan memperkuat tali harapan dalam kesuksesan anak kita.
Sebelum itu kita perlu mengenal dulu siapa sosok beliau dan kenapa harus meniru ala beliau dalam mendidik anak.
Biografi Imam Sya'rani
Nama lengkap beliau adalah Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy-Sya’rani Al-Anshari Asy-Syafi’i Asy-Syadzili Al-Mishri.
Abdul Wahab Asy-Sya’rani terkenal dengan panggilan Imam Asy-Sya’rani, beliau adalah salah seorang sufi terkenal yang diakui sebagai wali quthub pada zamannya.
Beliau memperoleh gelar sufistik Imamul Muhaqqiqin wa Zudwatul Arifin (pemuka ahli kebenaran dan teladan orang-orang makrifat).
Imam Sya'rani dilahirkan di desa Qalqasandah – Mesir pada tanggal 27 Ramadhan 989 H. / 12 Juli 1493 M.
Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani meninggal di Mesir pada bulan Jumadil Awal 973 H./ November 1565 M. Simak juga biografi lengkap beliau dan karamah-karamahnya
Imam Sya'rani bercerita:
"Dulu anak saya, Abdurrahman, tidak memiliki semangat untuk belajar. Karena itu saya sangat sedih. Kemudian Allah SWT mengilhami saya agar menyerahkan urusan anak saya kepada-Nya. Saya pun melakukannya.
Sejak malam itu, tiba-tiba saya mendapati anak saya menjadi suka belajar dengan sendirinya tanpa saya suruh. Bahkan ia merasakan nikmatnya belajar pada malam itu. Wawasannya pun akhirnya melebihi wawasan orang yang telah belajar lebih dulu bertahun-tahun.
Allah SWT benar-benar membuat saya merasa lega. Dengan menyerahkan segala urusan saya kepada-Nya, saya terbebas dari segala kelelahan yang selama ini saya alami.
Semoga Allah menjadikan anak saya termasuk ulama yang mengamalkan ilmunya. Aamiin."
Begitulah rahasia mendidik anak yang terungkap dari salah seorang wali Allah. Kisah ini tentu sangat berharga dan memperingatkan kita. Terlebih lagi di saat ini zaman yang penuh tantangan.
Kita butuh panduan praktis dari amalan para pendahulu kita dan meniru metode mereka agar selinear harapan kita dengan pencapaian orang terdahulu.
Pelajaran penting dari cerita di atas adalah dalam persoalan mendidik anak-anak tidak hanya sebatas finansial yang memadai. Hal yang terpenting adalah bersikap tawakkal dan berdoa kepada Allah SWT.
Doa orang tua terhadap anak pasti maqbul. Maka berhati-hati dalam berdoa apalagi sedang disulut emosi. Hal ini dapat membuat malapetaka bagi seorang anak.
Oleh karena itu di balik anak berusaha dengan segala kemampuannya, orang tua senantiasa mendoakannya untuk menjadi anak yang shalih dan taat.
Mengenai pentingnya doa yang baik untuk anak, Syaikh Ali al-Khowas mengatakan:
"Tidak ada yang lebih bermanfaat untuk anak-anak para ulama dan orang-orang shalih daripada doa kebaikan bagi mereka secara sembunyi-sembunyi disertai penyerahan segala urusan hanya kepada Allah SWT."
Semoga Allah SWT menjadikan anak-anak kita sebagai hamba-hamba Allah yang beriman dan bertakwa. Taat kepada Allah serta patuh dengan penuh bakti kepada orang tua.
Amin aminn
Wallahu a'lam
Ref;
Kitab Tanbihul Mughtarin karangan Imam Sya'rani, h.8, Dar Ihya al Kutub al-arabiyah
Posting Komentar