![]() |
Ilustrasi perjalanan hijrah dan gambaran proses hijrah sehingga menjadi renungan bagi kita dalam menyelami hikmah dan filosofi hijrah Rasulullah Saw. |
Oleh: Muhammad Khadafi, S.H. (Staf Pengajar di
Dayah Mudi Mesjid Raya Samalanga, dan Mahasiswa Pascasarjana IAIN Lhokseumawe)
P erjalanan Rasululullah saw. dari Makkah menuju Madinah menyisakan hikmah yang luar biasa.
Setiap detik proses yang dilalui oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya saat melakukan hijrah adalah bentuk perjuangan dan pengabdian kepada umat.
Babak baru penyebaran Islam di bumi Hijaz itu dilakukan pada bulan Muharram, bulan pertama tahun Hijriah yang sedang dirayakan oleh segenap umat muslim dunia saat ini.
Hijrah memberikan kesan yang sangat mendalam bagi pribadi Rasulullah Saw. sebagai pelaku utama dalam momen tersebut.
Tidak hanya sukacita
karena umat muslim mendapatkan tempat yang lebih layak dan aman di Madinah,
tapi juga menyisakan duka yang mendalam karena berpisah dari kampung halamannya
Makkah.
Pengorbanan inilah yang perlu menjadi spirit bagi umat Nabi Muhammad Saw. dalam menjalankan kehidupan sehingga terus berproses menjadi lebih baik saban waktu.
Hikmah Filosofis di Balik Hijrah Rasulullah
Ada makna yang tersirat dalam perjalanan sejauh ribuan kilometer dengan kendaraan unta yang menjadi hikmah atau kandungan filosofis yang bisa menjadi inspirasi dalam kehidupan umat muslim sepanjang waktu.
Di antaranya yaitu;
1. Hubbul Wathan
Dari seluruh bumi Allah, engkaulah tempat yang paling kucintai dan paling dicintai Allah. Jika kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku tidak akan meninggalkanmu”.
Demikianlah kata perpisahan yang diucapkan lirih oleh Rasulullah
saat berpisah dengan kota Makkah sebagai tanah kelahiran dan menjalani
kehidupannya hingga dewasa.
Dari sikap Rasulullah yang demikian bisa diketahui bahwa rasa cinta tanah air begitu kuat tertanam dalam hatinya, sehingga sangat sulit untuk berpisah dan berpindah ke tempat yang lain walaupun akhirnya memang harus berpisah karena mengharapkan sesuatu yang lebih baik.
Sebelum Nabi Muhammad berpindah ke Madinah, segenap upaya telah dilakukan untuk memperbaiki keadaan penduduk Makkah dengan memberikan edukasi dan dakwah kebaikan serta mengajak kepada jalan yang benar dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.
Hal inilah yang patut ditiru oleh umat muslim saat ini yang semakin lama semakin bertambah rasa tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Baca Juga: Idealkah Ulama Berpolitik?
Lihat saja beberapa waktu yang lalu tindakan kriminal yang marak
terjadi di Bumoe Serambi Makkah mulai dari kasus asusila, pelanggaran
syari’at, dan tindakan lain yang mencoreng wajah Aceh sebagai negeri bersendi
syariat.
Masyarakat perlu memperkuat rasa cinta kepada Tanoh Rencong sebagai tanah indatu, tempat lahir dan bertumbuh. Baca Juga: Ipar Adalah Maut
Rasa cinta itu juga diwujudkan dalam menjaga Islam tetap sebagai bagian dari kehidupan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasullah saw. sebelum beliau melakukan hijrah.
2. Bergantung Kepada Allah
Dalam perjalanan menuju Madinah, Rasulullah Saw. terlebih dahulu
bersembunyi di gua Tsur untuk mengelabui kaum Quraisy yang mengetahui beliau
telah menghilang dari Makkah.
Mereka lantas mengejar dan memberikan hadiah berupa seratus ekor unta bagi siapa saja yang menemukan Muhammad. Baca Juga: Ibnu Hajar Menimba Emas dari Sumur Zam-Zam
Dalam gua itulah Abu Bakar sebagai sahabat yang membersamai
Rasulullah diuji karena mereka mendengar suara derap langkah kaki yang semakin
dekat dengan mulut gua dan bisa saja kaum Quraisy menemukan kekasih Allah dan
sahabatnya itu.
Di saat yang genting itulah Rasulullah menoleh kepada Abu Bakar dan berkata “Jangan bersedih karena sesungguhnya Allah bersama kita” (Q.S 9:40).
3. Menumbuhkan Rasa Ketergantungan Kepada Allah
Filosofi dari hijrah Rasulullah lainnya yang
bisa dipetik adalah rasa ketergantungan yang penuh kepada Allah Swt. sebagai
zat yang mengatur segala hal yang terjadi di alam semesta ini.
Dari kisah di atas secara akal tidak mungkin kaum Quraisy tidak menemukan keberadaan kedua pemuda di dalam gua tersebut.
Namun atas kehendak Allah mereka disembunyikan dari pandangan kaum Quraisy
dengan adanya burung bertelur dan sarang laba-laba di mulut gua.
Ucapan Rasulullah kepada Abu Bakar telah menenteramkan hatinya.
Segala hal bisa terjadi atas kehendak Allah Swt. bahkan pada hal-hal yang sangat sulit diterima oleh akal.
Begitulah Allah mengatur
makhluk-makhluknya.
Contoh inilah yang perlu diteladani oleh muslimin dan muslimat saat ini.
Keteguhan kuat yang didasari oleh keimanan
kepada Allah Swt. adalah bekal dan landasan utama dalam menjalani kehidupan.
Manusia sebagai hamba Allah perlu merenungi segala tindakan yang telah mereka lakukan.
Segalanya punya sebab dan
akibat. Baca Juga: Hadis rawan Kesesatan, Kok Bisa?
Kemelaratan yang dihadapi saat ini mungkin
saja bentuk teguran dari pemilik semesta ini atas perbuatan buruk yang kita
lakukan sendiri.
Ekonomi yang merosot mungkin saja akibat ulah manusia itu sendiri karena kurang bersyukur atas nikmat yang telah diberikan, lupa kepada siapa yang memberikan rezeki, dan jauh dari ibadah.
Sebab-sebab itulah yang menjadikan Allah tidak menambahkan nikmat-nikmat yang lain.
Allah Swt. telah memberikan peringatan dalam Al-Quran Surah Ibrahim
ayat 7 "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah
(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya
azab-Ku benar-benar sangat keras."
Dari sikap Rasulullah saat berada dalam gua Tsur tersebut bisa disimpulkan bahwa dalam kehidupan yang sementara ini, memperkuat keimanan kepada Allah adalah suatu keniscayaan sehingga akan melahirkan sikap ketergantungan kepada sang Khaliq.
Kecemasan yang berlebihan atas keterpurukan dalam hidup adalah
wujud dari hilangnya kepercayaan terhadap Allah sebagai zat yang maha
memberikan rezeki.
Padahal jika saja manusia bisa merayu nafsu dan egonya untuk tunduk dan patuh atas amaran dari Allah, maka sungguh kenikmatan yang tidak akan terputus adalah balasannya.
Refleksi Hijrah dan Urgensi untuk Berhijrah
Setiap orang perlu melakukan hijrah untuk mendapatkan kebaikan yang lebih banyak dari tempat asalnya.
Dalam perjalanan hijrah itu seseorang juga akan mendapatkan hal-hal yang tidak dijumpai di tempat asal.
Sehingga pada saat itulah kebutuhan dan ketergantungan kepada zat pemilik jiwa pun semakin meningkat dan begitulah esensi dari hijrah itu sendiri.
Pergantian tahun adalah pergantian sifat
buruk menjadi sifat yang baik, pergantian dari sifat ingkar menjadi taat,
pergantian dari sifat acuh menjadi peduli.
Muharram mengajarkan perjuangan yang harus dilakukan oleh manusia dalam mengarungi kehidupan yang tidak selamanya baik.
Baca Juga: Tradisi Kontroversial Tentang Haid
Banyak hal yang diajarkan dari hijrah Rasulullah itu dan beberapa hal di atas hanya di antaranya saja.
Tidak ada hijrah yang dilakukan dengan mudah dan jalan yang mulus.
Butuh stok kesabaran
yang ekstra agar keteguhan dan niat tidak berubah pasca hijrah telah dilakukan.
Sudah selayaknya setiap pribadi melakukan
hijrah, menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya, sedikit demi sedikit
meninggalkan keburukan, dan melanjutkan dengan konsisten setiap kebaikan yang
telah ada.
Spirit hijrah adalah transformasi menuju
kebaikan yang lebih baik dengan terus mendekat kepada Tuhan pencipta semesta.
Sudah berapa keburukan yang telah dilakukan, dan berapa kebaikan yang belum sempat dilaksanakan.
Kembali kepada fitrah
diciptakannya manusia yaitu beribadah kepada Allah adalah wujud dari hijrah
yang sejati dan hakikat risalah yang dibawa oleh utusannya Nabi Muhammad saw.
Posting Komentar