![]() |
Memahami Substansi Cinta Menurut Sufisme |
Oleh: Tgk. Yuda maulana, S.Ag
Cinta kerap dimaknai
dengan bahasa nafsu, sehingga muncul kata-kata "bercinta" dengan
makna berhubungan intim. Cinta dengan makna tersebut sangat sempit dan cenderung negatif. Padahal cinta memiliki arti yang
sangat luas bagaikan lautan yang tak bertepi dan dalam.
Bahkan Ibnu Arabi pernah mendefinisikan
cinta dan berkata: “cinta tidak dapat didefinisikan meskipun jejaknya
dapat dilukiskan”. Cinta ini mengandung makna yang
sangat dalam. Setiap kata yang diungkapkan tidak mampu mewakili secara sempurna
makna cinta.
Cinta ada yang
menafsirkan dengan makna pengorbanan, perhatian, kepedulian, kasih sayang,
emosional dan lain-lain. Walaupun demikian, ada sebahagian sufi memberi definisi khusus tentang makna cinta. Baca Juga: Benarkah Akad Nikah di Mesjid Seperti Nikahnya Umat Kristiani?
Lantas bagaimanakah makna cinta menurut pandangan sebagian sufi? Apakah seperti makna cinta di atas atau lebih? Sehingga dengan jawaban
dari sebagian para sufi, kita akan mendapatkan arti dan makna cinta
sesungguhnya.
Cinta dalam Pandangan Sufisme
Cinta menurut sufisme
adalah sebuah maqam mahabbah atau suatu tahap kedekatan kepada Allah SWT melalui cinta. Baca Juga: Guru di Bawah Makna Samar-Samar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Rabi’ah al-Adawiyah yang merupakan tokoh sufi wanita mengatakan perihal cinta.
Beliau mengatakan: “orang yang mencintai Allah SWT tidak akan pernah berhenti merindukan-Nya dan menghela nafas panjang hingga
dia beristirahat dengan tenang di sisi Dia yang dicintainya.”
Sedangkan Abdullah al-Qurasyi mengatakan tentang hakikat makna cinta bahwa: “Hakikat cinta adalah engkau memberikan seluruh jiwa dan ragamu
kepada Allah yang kamu cintai dan tidak
ada sisa sedikit pun dari dirimu.”
Tiga Tingkatan Cinta
Menurut Maulana al-Rumi, cinta terbagi kepada tiga yaitu:
1. Cinta Karena Pemberian
Timbul rasa cinta ini
dikarenakan zat yang dicinta selalu memberikan segala keinginan dan kebutuhan
pecinta. Sehingga rasa ini akan timbul karena sebuah
alasan. Cinta seperti ini tidak akan bertahan lama, saat alasan telah hilang
maka cinta juga akan sirna.
Ini merupakan bentuk cinta yang paling rendah. Mengapa demikian? Karena cinta
pada level ini cenderung tidak stabil dan konsisten. Kecintaannya muncul
disebabkan adanya pemberian. Baca Juga: Antara Senja dan Cinta
Ketika seseorang tidak diberikan apa pun sedangkan orang lainnya
mendapatkan maka bisa saja timbul perasaan negatif dari orang yang tidak
mendapatkannya. Sehingga cinta pada level ini sangat terpaut dan tergantung
kepada pemberian.
Bahkan kadar cinta pun bisa muncul sesuai dengan kadar pemberian. Misalnya
pemberian sangat besar dan memiliki harga yang fantastis bagi penerima pemberian
maka kadar cintanya juga besar. Sedangkan sebaliknya, pemberian kecil maka
cintanya juga minimalis.
2. Cinta atas Dasar Kekaguman
Manusia mencintai
karena zat yang ia cinta memiliki sifat yang agung, maha kuasa, tinggi dan
sifat-sifat agung lainnya. Cinta ini didasari oleh kelebihan dan keunggulan
dari zat yang dicintainya yang tidak didapati
oleh zat lain. Baca Juga: Tiga Orang yang Dijamin Mustajab Doa
3. Cinta Tanpa Alasan
Para pecinta yang buta terhadap alasan mengapa ia mencintai zat yang ia cintai. Ia tidak memiliki kata-kata dan bahasa untuk
menjawab alasan di balik mencintainya. Hal ini
didasari oleh murni cinta tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Dari tiga tingkatan cinta di atas, cinta tanpa alasan adalah hakikat
dari makna cinta. Orang yang mencintai tidak akan bisa menjawab di saat disodorkan pertanyaan "mengapa
Anda mencintainya?" Ketahuilah! itulah cinta tulus dan cinta yang tidak mengharap apa-apa.
Cinta yang dilandasi oleh berbagai alasan akan sirna dan redup ketika alasan
itu telah hilang pada orang yang dicintainya. Berbeda halnya cinta tanpa alasan, ia tidak akan pudar sampai kapan pun. Sebenarnya bukan tidak ada alasan,
namun saking banyaknya alasan tidak mampu mewakilkan dari apa pun.
Berdasarkan pembagian cinta di atas, kita bisa menilai diri sendiri dan
mengetahui apa faktor utama yang mendorong kita mencintainya. Apakah cinta kita
tersemai karena timbul rasa kagum terhadap seseorang? Atau rasa cinta mekar karena
mendapatkan suatu pemberian yang cukup berarti bagi kita?
Bagaimanapun juga latar belakang yang ada sehingga saat ini berada dalam
genggaman cinta, maka sebaiknya merawat cinta tersebut dengan baik. Meskipun cinta
kita tumbuh hasil dari bervariasinya alasan, namun sudah saatnya kita
memurnikannya dari apa-apa yang akan merusak suatu hubungan yang dibangun atas
nama cinta.
Dari definisi cinta ulama sufi kita menyadari bahwa cinta hanya kepada Allah SWT. Maqam mahabbah yang tinggi kepada Allah akan menuntun kita dalam menyemai berbagai cinta kepada makhluknya.
Allah maha cinta dan maha sayang kepada
seluruh hambanya, maka sudah sepantasnya kita juga menebar cinta dan kasih
sayang sesama makhluk. Baca Juga: Berhati-hatilah dengan Iparmu Seperti Menghindari Kematian
Allah SWT sendiri yang mengajarkan kita makna cinta. Ikatlah hubungan cinta
dengan Allah yang sebenar-benarnya cinta. Sehingga apa pun yang kita lakukan mampu
meretakkan hubungan kita dengan Allah SWT, sudah sepatutnya kita tinggalkan
demi merengkuh kembali cintanya Allah. Meskipun kita harus berhadapan dan
memilih antara mendapatkan cinta Allah atau cinta orang yang kita kasih dan
cinta.
Mudah-mudahan kita mampu mensterilkan cinta kita murni kepada Allah dan
juga kepada orang yang kita cintai. Amin amin.
Posting Komentar