aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Tren Gaya Hidup Konsumerisme dalam Pandangan Islam

Tren Gaya Hidup Konsumerisme dalam Pandangan Islam

Akhir-akhir ini tren gaya hidup konsumerisme semakin banyak diperbincangkan. Meskipun istilah konsumerisme tidak terlalu populer di kalangan masyarakat, namun tren ini banyak kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti mengikuti tren membeli suatu yang bermerek dan lain-lain.

Tentunya setiap tren tidak terlepas dari konsep pandangan Islam. Karena Islam telah meramu konsep yang global untuk menjawab seluruh permasalahan aktual dalam beragam kemasan yang dikondisikan. 

Pengertian Konsumerisme 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsumerisme ada dua makna. Salah satunya adalah paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya; gaya hidup yang tidak hemat.

Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa konsumerisme merupakan sebuah sikap atau perilaku yang menekankan pada konsumsi dan pemenuhan kebutuhan yang terus menerus, sering kali berlebihan, dalam rangka mencapai kepuasan diri atau status sosial yang lebih tinggi. 

Di sisi lain, konsumerisme juga dapat merujuk pada ideologi atau paham yang mendorong konsumsi berlebihan sebagai cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Masih ingatkah statement bapak presiden tentang masyarakat Indonesia kurang belanja karena asyik menabung saja?

Dalam konteks sosial dan politik, konsumerisme sering kali dikaitkan dengan kapitalisme dan sistem ekonomi pasar, di mana konsumsi dianggap sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. 

Namun, penggunaan yang berlebihan dan tidak bijak terhadap sumber daya alam dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi dapat memiliki dampak negatif pada keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia dan masyarakat secara keseluruhan. 

Dampak Negatif Sikap Konsumerisme

Sikap konsumerisme yang berlebihan dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada individu, masyarakat, dan lingkungan, di antaranya adalah peningkatan limbah. Konsumerisme yang berlebihan dapat menghasilkan jumlah limbah yang sangat besar, termasuk limbah elektronik dan limbah non-biodegradable lainnya. 

Limbah ini dapat mencemari tanah, air, dan udara, sehingga berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. 

Dampak negatif yang kedua adalah penyimpangan nilai-nilai sosial. Konsumerisme yang berlebihan juga dapat menyebabkan penyimpangan nilai-nilai sosial, seperti materialisme dan konsumerisme yang menempatkan kekayaan dan kepemilikan material di atas nilai-nilai seperti kesehatan, kebahagiaan, dan keadilan. 

Adapun dampak yang ketiga yaitu penyimpangan citra diri. Konsumerisme yang berlebihan juga dapat menyebabkan penyimpangan citra diri, di mana seseorang mungkin merasa tidak puas dengan dirinya sendiri dan selalu merasa perlu membeli barang-barang baru atau terbaru untuk merasa lebih baik tentang dirinya. 

Bukankah ini yang sering kita saksikan dalam kehidupan nyata pada era modern ini? 

Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertimbangkan dampak dari sikap konsumerisme yang berlebihan dan mengambil tindakan untuk membatasi penggunaan sumber daya alam dan mempromosikan gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan bijaksana secara ekonomi. 

Praktik Konsumerisme dalam Sehari-hari yang Jarang Disadari

Praktik konsumerisme dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, di antaran adalah belanja. Umumnya setiap dari kita sering kali tergoda untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan atau melebihi kebutuhan mereka, hanya karena faktor branding, iklan, atau tuntutan sosial.

Yang kedua tergiur dengan makanan dan minuman. kita sering kali membeli makanan atau minuman yang tidak sehat atau tidak diperlukan hanya karena tuntutan rasa atau iklan, meskipun mereka tahu bahwa hal tersebut dapat berdampak negatif pada kesehatan mereka. 

Ketiga yaitu teknologi dan gadget. Kita sering kali tergoda untuk membeli gadget atau perangkat teknologi terbaru, meskipun perangkat yang sudah dimiliki masih dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sering didorong oleh tuntutan sosial atau rasa ingin tahu terhadap teknologi terbaru. 

Selanjutnya adalah pakaian dan aksesoris. Konsumen sering kali membeli pakaian atau aksesoris baru meskipun mereka sudah memiliki banyak barang yang sama atau serupa. Hal ini sering kali didorong oleh tuntutan mode dan tren, atau keinginan untuk menampilkan status sosial yang lebih tinggi.

Adapun yang terakhir adalah transportasi. Kita juga sering kali membeli kendaraan pribadi baru meskipun transportasi publik atau berkendara bersama keluarga atau teman dapat menjadi alternatif yang lebih berkelanjutan dan ekonomis. Karena pengaruh sosial menjadi realitas kehidupan kita berubah total. 

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mempertimbangkan kebutuhan dan nilai-nilai yang lebih penting dari pada konsumsi yang berlebihan dan tidak perlu. 

Membatasi konsumsi yang tidak diperlukan, mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dan bijaksana secara ekonomi, serta mempertimbangkan dampak dari setiap pembelian dapat membantu mendorong praktik konsumerisme yang lebih positif dan bertanggung jawab.

Ciri-Ciri Orang yang Ikut Tren Konsumerisme Tanpa Sadar

Beberapa ciri-ciri orang yang terjerat dalam tren konsumerisme tanpa sadar adalah seperti orang yang sangat terobsesi dengan merek. Mereka selalu mencari merek tertentu dan ingin memiliki barang yang bermerek karena dianggap sebagai status sosial yang lebih tinggi. 

Di samping itu mereka juga ingin terlihat sebagai orang yang selalu mengikuti tren. Mereka selalu mengikuti tren terbaru dan membeli barang atau produk terbaru meskipun produk yang lama masih dapat berfungsi dengan baik. 

Mudah terpengaruh juga termasuk ciri-ciri tergerus ikut tren konsumerisme tanpa sadar. Mereka mudah terpengaruh oleh iklan, media sosial, atau orang-orang di sekitarnya, dan akhirnya membeli barang atau produk yang sebenarnya tidak mereka butuh kan.

Adapun selanjutnya adalah orang-orang yang mengabaikan nilai-nilai fungsional. Mereka lebih memilih membeli barang yang memiliki nilai estetika yang tinggi daripada nilai fungsional, seperti membeli sepatu yang mahal hanya karena modelnya yang trendi, meskipun sebenarnya tidak nyaman saat digunakan.

Ciri-ciri yang terakhir adalah orang yang kurang kritis dalam memilih barang. Mereka kurang kritis dalam memilih barang atau produk yang akan dibeli, dan sering kali memilih produk yang hanya berdasarkan keinginan dari pada kebutuhan atau nilai-nilai yang lebih penting. 

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua orang yang membeli barang-barang atau produk yang trendi atau bermerek merupakan orang yang terjerat dalam tren konsumerisme. Kebutuhan dan nilai-nilai yang lebih penting dari pada konsumsi yang berlebihan dan tidak perlu harus selalu dipertimbangkan dalam setiap pembelian. 

Konsumerisme dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, konsumerisme dapat didefinisikan sebagai sikap yang berlebihan dalam mengonsumsi barang dan jasa, dan kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai materialistik dalam hidup. 

Dalam Islam, konsumsi haruslah berada dalam batas-batas yang diizinkan dan tidak berlebihan, serta harus sesuai dengan nilai-nilai agama. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Al-A’raf ayat 31: “Wahai anak Adam, pakailah perhiasanmu di setiap (memasuki) tempat shalat, makan dan minumlah, dan jangan berlebihan karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.”

Dalam hadis, Rasulullah SAW juga mengajarkan agar umatnya menggunakan harta mereka dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. 

Islam juga menganjurkan umatnya untuk mengutamakan kebutuhan yang pokok dan menghindari penggunaan yang berlebihan dan tidak perlu, serta mempertimbangkan dampak dari setiap konsumsi yang dilakukan. 

Selain itu, dalam Islam juga terdapat konsep zakat dan sedekah yang mendorong umatnya untuk berbagi kekayaan mereka dengan sesama dan membantu orang-orang yang membutuhkan.

Dalam pandangan Islam, konsumerisme yang berlebihan dapat merusak nilai-nilai keadilan sosial, karena hanya sedikit orang yang memiliki kemampuan untuk mengonsumsi barang-barang yang mahal dan mewah. 

Oleh karena itu, umat Muslim diharapkan untuk menjadi konsumen yang bertanggung jawab, dengan membeli barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu juga harus mempertimbangkan nilai-nilai agama dan etika, serta membantu mendorong kesetaraan dan keadilan sosial. 

Solusi dan Cara Menyikapi Tren Konsumerisme 

Setelah melihat fakta tentang budaya tren konsumerisme di atas, maka kita bisa melakukan beberapa hal sebagai bentuk ikhtiar dalam meminimalisir ikut tren tersebut. Beberapa solusi untuk mengatasi dampak negatif dari konsumerisme di antaranya adalah kesadaran kita. 

Mengembangkan kesadaran tentang dampak dari konsumsi yang berlebihan pada lingkungan dan kehidupan sosial. Di sisi lain juga harus memahami pentingnya membeli barang atau produk yang berkualitas dan fungsional, sehingga dapat menghindari pembelian barang yang tidak perlu. 

Di sisi lain, hal yang tidak kalah pentingnya juga adalah mengembangkan kesadaran sosial dan agama. Meningkatkan kesadaran sosial melalui sosialisasi dan kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan nilai-nilai sosial dan agama. Sehingga praktik konsumsi tidak berseberangan dengan tuntunan agama dan juga tidak dapat menimbulkan kesenjangan sosial.

Posting Komentar

Posting Komentar