aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Biografi Lengkap Imam Zainuddin al-Malibari Sang Pengarang Kitab Fathul Mu’in

Kitab Fathul Mu'in merupakan salah satu kitab karangan Imam Zainuddin al-Malibari yang banyak dikaji di pesantren Indonesia

K itab Fathul Mu’in adalah salah satu kitab fikih mazhab Syafi’i yang sangat populer di kalangan santri, khususnya di pesantren-pesantren Nusantara. 

Kitab ini diajarkan setelah Fathul Qarib dan menjadi kurikulum standar tingkat menengah. 

Penyusunnya adalah seorang ulama besar asal Malabar, India Selatan, yaitu Imam Zainuddin al-Malibari.

Artikel ini akan mengulas secara lengkap biografi Imam Zainuddin al-Malibari, mulai dari asal-usul keluarganya, perjalanan menuntut ilmu, karya-karyanya, hingga perannya dalam mengokohkan fikih Syafi’i di dunia Islam, termasuk Nusantara.

Simak juga; Alasan ilmiah di balik lebih diunggulkan Imam Nawawi atas Imam Rafi'i

Asal Usul dan Keluarga Imam Zainuddin al-Malibari

Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar Zainuddin Ahmad bin Muhammad al-Ghazali bin Zainuddin bin Ali bin Ahmad al-Malibari asy-Syafi’i. 

Beliau lahir pada tahun 938 H/1532 M di Chombal, Malabar (sekarang Kerala, India).

Beliau berasal dari keluarga al-Makhdum, sebuah keluarga ulama yang disegani di Malabar. 

Keluarga ini dikenal luas sebagai penyebar Islam, pengajar ilmu fikih, tafsir, hadis, serta pelopor dakwah di India Selatan sejak abad ke-15 M. 

Menurut ahli sejarah, keluarga ini memiliki akar keturunan dari Yaman, yang datang ke India dalam rangka berdakwah.

Ayah beliau, Syekh Muhammad al-Ghazali, adalah seorang ulama besar yang menjadi qadhi dan mufti di Malabar Selatan. 

Ia juga mendirikan Masjid Jami’ Chombal, yang kelak menjadi pusat ilmu dan dakwah Islam. 

Sedangkan ibunya adalah seorang wanita salehah dari keluarga terhormat.

Untuk membedakan dengan kakeknya yang juga bernama Zainuddin, ulama besar itu dikenal dengan gelar Zainuddin al-Makhdum al-Kabir, sedangkan Imam Zainuddin al-Malibari lebih dikenal sebagai Zainuddin al-Makhdum ash-Shaghir (Zainuddin yang kecil).

Simak juga; Faktor rumitnya mendeteksi pendapat kuat dalam suatu mazhab

Pendidikan Awal dan Rihlah Ilmiyyah

Sejak kecil, Imam Zainuddin sudah mendapatkan pendidikan dasar agama dari ayah dan ibunya. 

Setelah itu, beliau belajar kepada pamannya, Syekh Abdul Aziz al-Malibari, di Masjid Jami’ Ponnani.

Namun perjalanan ilmiahnya tidak berhenti di India. 

Seperti tradisi ulama besar pada zamannya, Imam Zainuddin melakukan rihlah ilmiyyah ke Tanah Suci. 

Beliau berangkat ke Makkah dan Madinah untuk menunaikan haji sekaligus memperdalam ilmu agama.

Simak juga: Faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu mazhab

Di sana, beliau berguru kepada para ulama besar mazhab Syafi’i, di antaranya:

  1. Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) guru yang paling berpengaruh dalam hidupnya. Dalam kitab Fathul Mu’in, ketika beliau menyebut “guru kami” (syaikhuna), maksudnya adalah Ibnu Hajar al-Haitami.
  2. Imam Izzuddin Abdul Aziz al-Zamzami (w. 963 H)
  3. Imam Wajihuddin Abdurrahman bin Abdul Karim bin Ziyad (w. 975 H)
  4. Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ar-Ramli (w. 1004 H)
  5. Imam Khathib asy-Syirbini (w. 977 H)
  6. Imam Taqiyuddin Abdullah bin Umar bin Abdullah bin Ahmad Bamakhramah (w. 972 H)
  7. Imam Abdur Ra’uf bin Yahya al-Wa’idh al-Makki asy-Syafi’i 
  8. Sayyid Abdurrahman ash-Shafawi 
  9. Imam Zainul Abidin Abu Makarim Muhammad bin Tajul Arifin Abi Hasan ash-Shiddiqi al-Bakri, yang merupakan murid dari Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari.

Beliau juga mendapatkan talqin zikir dan ijazah thariqah Qadiriyah dari Imam Muhammad bin Abi Hasan al-Bakri pada tahun 966 H.

Pengembaraan ilmiah ini menjadikan Imam Zainuddin sebagai ulama yang tidak hanya menguasai fikih, tetapi juga tasawuf, tafsir, hadis, dan sejarah.

Simak juga; Pilih hadis atau mazhab? Jangan gagal paham

Aktivitas Dakwah dan Pengajaran

Setelah menimba ilmu di Haramain, Imam Zainuddin kembali ke kampung halamannya, Ponnani, India Selatan. 

Di sana, beliau mengajar di Masjid Jami’ Ponnani selama lebih dari 60 tahun.

Majelis beliau melahirkan banyak ulama besar, di antaranya:

  • Syekh Abdurrahman al-Makhdum al-Kabir al-Ponnani
  • Syekh Jamaluddin bin Usman al-Ma’bari
  • Syekh Jamaluddin bin Abdul Aziz al-Makhdum
  • Qadhi Usman Labba al-Qahiri
  • Syeikh Qadhi Usman al-Qahiri

Majelis ini menjadikan Ponnani sebagai pusat ilmu fiqih mazhab Syafi’i di India, bahkan mendapat julukan “Madinah kecil” oleh para sejarawan.

Simak juga: Kisah Abu Hasan al-Asy'ari keluar dari Muktazilah

Karya-Karya Imam Zainuddin al-Malibari

Selain mengajar, Imam Zainuddin juga produktif menulis. 

Beberapa karya monumentalnya antara lain:

  1. Fathul Mu’in (syarah dari Qurratul ‘Ain bi Muhimmatid Din, kitab fiqih mazhab Syafi’i tingkat menengah).
  2. Qurratul ‘Ain bi Muhimmatid Din (matan ringkas yang menjadi dasar Fathul Mu’in).
  3. Irsyadul ‘Ibad ila Sabilir Rasyad (kitab tentang fiqih, akidah, dan tasawuf).
  4. Ihkam Ahkam an-Nikah (kitab fiqih tentang pernikahan).
  5. Tuhfatul Mujahidin fi Ba’dhi Akhbaril Burtughaliyyin (kitab sejarah perjuangan umat Islam melawan Portugis di Malabar).
  6. Al-Ajwibah al-‘Ajibah ‘anil As’ilah al-Gharibah (kumpulan fatwa dan jawaban masalah fiqih).
  7. Al-Jawahir fi Uqubati Ahlil Kabair (membahas dosa-dosa besar). 
  8. Al-Fatawa al-Hindiyyah
  9. Mukhtashar Syarhis Shudur fi Awalil Mauta wal Qubur lil Imam as-Suyuthi 

Dari semua karya itu, Fathul Mu’in adalah yang paling terkenal dan hingga kini menjadi kurikulum tetap di pesantren-pesantren Nusantara. 

Baca juga; Kisah jamaah haji lumpuh yang ngesot dari Samarkand ke Makkah

Kitab ini bahkan diberi hasyiyah oleh ulama besar, seperti:

  • I’anah ath-Thalibin karya Sayyid Abu Bakar Syatha
  • Tarsyihul Mustafidin karya Sayyid Alawi bin Ahmad as-Saqqaf
  • Hasyiyah Syekh Nawawi al-Bantani

Kedudukan Imam Zainuddin dalam Mazhab Syafi’i

Imam Zainuddin al-Malibari tidak hanya dikenal di India, tetapi juga di Mesir, Hijaz, Syam, hingga Nusantara. 

Kitab Fathul Mu’in menjadi salah satu pilar kurikulum pesantren, khususnya setelah Fathul Qarib.

Keistimewaan beliau adalah kecenderungannya mengikuti tarjih Imam Ibnu Hajar al-Haitami dibandingkan Imam Ramli, meskipun keduanya sama-sama ulama besar Syafi’iyah.

Di Indonesia, hampir seluruh pesantren tradisional menjadikan Fathul Mu’in sebagai rujukan utama. 

Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh beliau dalam mengokohkan tradisi fikih Syafi’i di Nusantara.

Baca juga: Pembahasan lengkap dan ringkas tentang metodologi fikih 

Wafatnya Imam Zainuddin al-Malibari

Menurut catatan sejarawan India, Imam Zainuddin wafat pada tahun 1028 H. 

Beliau dimakamkan di samping Masjid Jami’ Kungipalli, Chombala, India, berdekatan dengan makam istrinya.

Warisan keilmuan beliau, khususnya melalui Fathul Mu’in, menjadikan namanya harum hingga kini, bahkan lebih dari 400 tahun setelah wafatnya.

Penutup

Biografi Imam Zainuddin al-Malibari menunjukkan bagaimana seorang ulama dari India Selatan bisa memberi pengaruh besar hingga ke Nusantara. 

Kitab Fathul Mu’in bukan hanya menjadi bacaan santri, tetapi juga menjadi jembatan penghubung antara tradisi Islam India, Arab, dan Nusantara.

Kehidupan beliau adalah teladan tentang kesungguhan menuntut ilmu, dedikasi dalam mengajar, dan keberanian dalam berdakwah. 

Tidak berlebihan jika Imam Zainuddin al-Malibari disebut sebagai salah satu pilar mazhab Syafi’i di dunia Islam.

Posting Komentar

Posting Komentar