Ilustrasi anak kecil membaca Al-Quran. Bagaimana sebenarnya penulisan Al-Qur'an menurut pandangan ulama tentang Rasm Mushaf: Tauqifi atau Tidak? |
P enulisan Al-Qur'an, yang disebut dengan istilah rasm mushaf, telah menjadi salah satu topik yang menarik perhatian umat Islam sepanjang sejarah.
Apakah penulisan mushaf bersifat tauqifi, yakni tetap dan tidak boleh diubah, ataukah dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman?
Pertanyaan ini menimbulkan perbedaan pandangan di kalangan ulama. Baca juga: Mengapa Al-Quran dimulai dengan surat al-Fatihah?
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai pandangan ulama tentang sifat penulisan mushaf Al-Qur'an, lengkap dengan dalil dan pendapat yang mendasarinya.
Apa Itu Tauqifi dalam Penulisan Mushaf Al-Qur'an?
Tauqifi berasal dari kata "waqafa" yang berarti berhenti, tetap, atau mengikuti ketetapan tertentu.
Dalam konteks penulisan Al-Qur'an, tauqifi berarti bahwa penulisan mushaf harus mengikuti standar yang telah ditentukan sejak masa Rasulullah SAW dan para sahabat.
Dengan demikian, tidak diperbolehkan adanya perubahan, baik dari segi susunan ayat, huruf, maupun tata cara penulisannya.
Namun, apakah konsep ini disepakati oleh seluruh ulama? Nyatanya, ada perbedaan pandangan dalam hal ini. Baca juga: Sejarah pemeliharaan Al-Quran
Sebagian ulama meyakini bahwa penulisan mushaf bersifat tauqifi, sementara sebagian lainnya berpandangan bahwa penulisan mushaf bersifat istilahi, yang artinya bisa disesuaikan dengan kaidah penulisan baru untuk kemaslahatan umat.
Tiga Mazhab Ulama Tentang Penulisan Mushaf
Dalam kajian fikih dan tafsir, ada tiga mazhab utama mengenai sifat penulisan mushaf Al-Qur'an:
1. Mazhab Pertama: Rasm Mushaf Bersifat Tauqifi
Mazhab ini menyatakan bahwa penulisan mushaf adalah tauqifi dan tidak boleh diubah.
Semua tata cara penulisan, termasuk susunan surat, ayat, dan huruf dalam mushaf, harus tetap seperti yang diwariskan oleh generasi salaf.
Mayoritas ulama, baik dari kalangan salaf maupun khalaf, menganut pendapat ini. Baca juga: Hadis rawan kesesatan
Mereka berpendapat bahwa perselisihan terhadap rasm mushaf dapat mengurangi keotentikan Al-Qur'an dan membuka celah bagi kekeliruan.
Pendapat ini didasarkan pada ijma’ para ulama tentang pentingnya menjaga keaslian mushaf sebagaimana yang ditulis oleh para sahabat Nabi SAW, seperti Zaid bin Tsabit, atas perintah khalifah Utsman bin Affan.
Dalam hal ini, mereka menekankan bahwa mushaf Utsmani harus dijaga sebagaimana adanya.
2. Mazhab Kedua: Rasm Mushaf Tidak Bersifat Tauqifi
Mazhab ini berpendapat bahwa penulisan mushaf tidak bersifat tauqifi, sehingga diperbolehkan untuk menyesuaikan penulisan mushaf dengan kaidah penulisan modern.
Pendukung mazhab ini, seperti Abu Bakar Al-Baqillani dan Ibnu Khaldun, berargumen bahwa tujuan utama adalah memudahkan umat Islam membaca dan memahami Al-Qur'an, terutama di era modern.
Dalam konteks ini, perubahan huruf atau tanda baca yang sesuai dengan kaidah tulisan masa kini dianggap tidak merusak isi atau makna Al-Qur'an.
Namun, mereka tetap menekankan bahwa perubahan tersebut harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan tidak boleh mengurangi keutuhan makna Al-Qur'an.
3. Mazhab Ketiga: Kombinasi antara Tauqifi dan Istilahi
Mazhab ketiga menawarkan jalan tengah. Mereka memperbolehkan penggunaan penulisan modern untuk memudahkan umat awam, tetapi dengan syarat rasm Utsmani tetap dijaga sebagai standar oleh kalangan ulama dan ahli agama.
Pendapat ini didukung oleh Syekh Izzuddin bin Abdus Salam dan Badruddin Az-Zarkasyi, yang menekankan pentingnya menjaga mushaf Utsmani sebagai warisan berharga dari generasi awal Islam.
Pendekatan ini memungkinkan adanya adaptasi tulisan untuk mempermudah pembelajaran, misalnya dengan menggunakan huruf Latin atau aksara lokal di wilayah tertentu.
Namun, mushaf Utsmani tetap dijadikan acuan utama dalam penulisan dan penghafalan Al-Qur'an.
Dalil dan Pendapat Ulama Tentang Penulisan Mushaf
Berikut beberapa pandangan ulama klasik mengenai pentingnya menjaga penulisan mushaf sesuai rasm Utsmani:
Imam Malik dalam Kitab Al-Muqni' menegaskan bahwa mushaf tidak boleh ditulis dengan cara yang berbeda dari penulisan awal. Baca juga: Penyebab rumitnya mendeteksi pendapat kuat dalam mazhab
Bahkan, perubahan kecil seperti menambahkan huruf wau atau alif yang tidak ada dalam mushaf Utsmani dianggap tidak diperbolehkan.
Imam Ahmad menyatakan bahwa perselisihan terhadap mushaf Utsmani, baik dalam huruf maupun susunan, adalah tindakan yang dilarang.
Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman menulis bahwa menulis mushaf harus mengikuti kaidah yang diwariskan oleh generasi awal, karena mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui Al-Qur'an dan paling amanah dalam menjaganya.
Pentingnya Menjaga Rasm Utsmani
Meski ada perbedaan pendapat, sebagian besar ulama sepakat bahwa Rasm Utsmani memiliki kedudukan yang istimewa dalam sejarah Islam.
Penulisan ini bukan hanya sekadar tata cara, tetapi juga menjadi simbol kesatuan umat Islam.
Oleh karena itu, menjaga rasm Utsmani adalah bagian dari menjaga warisan dan keaslian Al-Qur'an.
Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi dan pendidikan, penting untuk terus berdiskusi mengenai cara terbaik untuk mempermudah umat Islam mempelajari Al-Qur'an tanpa mengurangi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Kesimpulan
Penulisan mushaf Al-Qur'an adalah salah satu isu penting yang terus menjadi perhatian para ulama.
Apakah bersifat tauqifi atau istilahi, semua pendapat mengarah pada tujuan yang sama: menjaga keaslian Al-Qur'an dan memudahkan umat dalam memahaminya.
Perbedaan pendapat ini seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan sebagai bentuk keberagaman pemikiran dalam Islam.
Sebagai umat Islam, penting untuk memahami sejarah dan dasar-dasar penulisan mushaf, serta menghormati pandangan ulama yang telah berkontribusi dalam menjaga keutuhan Al-Qur'an.
Dengan demikian, kita dapat terus melestarikan warisan ini untuk generasi mendatang.
Wallahu a'lam
Posting Komentar