aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Ibnu Hajar Al-Asqalani: Ulama Yatim Piatu yang Menjadi Simbol Keilmuan Islam dan Kedermawanan

Foto anak kecil yang duduk dalam mesjid dan gambaran bagaimana sosok Ibnu Hajar Al-Asqalani kecil sehingga menjadi figur sebagai ulama yatim piatu yang menjadi simbol keilmuan Islam dan kedermawanan

I bnu Hajar Al-Asqalani adalah sosok ulama besar yang menginspirasi banyak generasi umat Islam. 

Ia dikenal sebagai cerminan sempurna dari seorang manusia yang cerdas, berbudi luhur, dermawan, serta memiliki keimanan dan ibadah yang luar biasa. 

Kisah hidupnya bukanlah dongeng, melainkan perjalanan nyata seorang ilmuwan Muslim yang meninggalkan warisan besar bagi dunia Islam. Baca Juga: 6 Orang Masuk Neraka termasuk ulama, mengapa?

Kelahiran Ibnu Hajar Al-Asqalani

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Ali Al-Kinani Al-Asqalani, lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Hajar. Julukan "Hajar" berasal dari nama salah satu kakeknya. 

Ia lahir di pinggiran Sungai Nil, Mesir, pada 22 Sya'ban 773 H (1372 M). Kata "Al-Asqalani" merujuk pada asal usul keluarganya dari 'Asqalan, Palestina.

Ibnu Hajar lahir dalam keluarga yang sangat menghargai ilmu dan kesalehan. 

Ayahnya adalah seorang ulama ahli fikih, bahasa Arab, dan sastra, serta murid dari Imam Ibnu Sayyidin Nas, seorang muhaddis besar. Baca juga: Hikmah Rasulullah Tumbul Menjadi Anak Yatim

Namun, ujian hidup datang lebih awal. Ibunya meninggal lebih dulu, diikuti oleh ayahnya pada tahun 777 H ketika Ibnu Hajar baru berusia empat tahun.

Masa Kecil yang Penuh Perjuangan

Setelah wafatnya orang tua, Ibnu Hajar diasuh oleh seorang pedagang kaya bernama Abu Bakr Al-Kharubi. 

Selain memenuhi kebutuhan finansialnya, Al-Kharubi juga memasukkan Ibnu Hajar ke sekolah pada usia lima tahun. 

Di sana, Ibnu Hajar menghafal Al-Qur'an dan menyelesaikannya di usia sembilan tahun di bawah bimbingan ulama Shadruddin Muhammad As-Safthi.

Pada tahun 784 H, Ibnu Hajar menunaikan ibadah haji bersama Al-Kharubi. Baca juga: Keutamaan Mengusap Kepala Anak Yatim

Di Makkah, ia untuk pertama kalinya menghadiri majelis pembacaan kitab Shahih Bukhari dan mulai belajar ilmu hadis pada para ulama setempat. 

Namun, perjalanan studinya sempat terhambat ketika Al-Kharubi meninggal dunia pada tahun 787 H. 

Meski demikian, Ibnu Hajar tetap melanjutkan pendidikannya dengan semangat yang kembali berkobar di usia 17 tahun. Baca juga: Semangat Rindu

Guru-Guru dan Perjalanan Keilmuan Ibnu Hajar

Ibnu Hajar dikenal memiliki kecerdasan luar biasa yang membuatnya cepat memahami berbagai disiplin ilmu. 

Di awal pengembaraan ilmunya, ia mempelajari sejarah dan sastra Arab hingga mampu mengenali sumber syair hanya dengan mendengar atau membacanya. 

Pada tahun 793 H, ia mulai mendalami ilmu hadits, sebuah bidang yang kemudian menjadi keahliannya.

Guru utama Ibnu Hajar dalam ilmu hadits adalah Al-Hafizh Zainuddin Al-'Iraqi.  Baca juga: Stoikisme dalam Islam

Ia belajar selama 10 tahun hingga mendapatkan pengakuan luar biasa dari gurunya. 

Selain itu, ia juga mendalami fiqih pada ulama-ulama besar seperti Muhammad bin 'Ali Ibnul Qaththan dan Sirajuddin Al-Bulqini, yang pertama kali mengizinkannya memberikan fatwa.

Ibnu Hajar juga dikenal sebagai seorang penuntut ilmu yang gemar bepergian. 

Ia berkelana ke berbagai negeri, seperti Yaman, Hijaz, dan Syam, untuk menambah riwayat hadits dan memperdalam ilmunya.

Kehidupan yang Sederhana dan Dermawan

Meskipun memiliki banyak jabatan penting, seperti qadhi, mufti, dan khatib, Ibnu Hajar tetap hidup sederhana. 

Ia dikenal tidak menggunakan gajinya untuk kebutuhan pribadi, melainkan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Baca juga: Keistimewaan orang miskin

Setiap bulan Ramadan, Ibnu Hajar membagikan kurma dan gula kepada masyarakat, serta mendistribusikan makanan pada hari raya. 

Saat Idul Adha, ia membagikan daging kurban kepada fakir miskin. Rumahnya selalu penuh dengan orang-orang yang menerima sedekah darinya. 

Sifat dermawan dan tawadhuknya semakin menonjol seiring bertambahnya usia. Baca jua: Kenali 3 Hakim, Hanya Satu yang masuk surga

Pengakuan Para Ulama

Keilmuan Ibnu Hajar diakui oleh para ulama di masanya. Gelar-gelar kehormatan seperti Al-Hafizh, Al-Muhaddits, dan Al-Mutqin diberikan oleh gurunya, Sirajuddin Al-Bulqini. 

Bahkan, guru lainnya, Al-Hafizh Zainuddin Al-'Iraqi, menyebutnya sebagai "seorang ulama yang berbudi luhur, cerdas, dan memberikan banyak faidah."

Ibnu Hajar tidak hanya dikenal karena keilmuannya, tetapi juga karena karya-karyanya yang monumental. 

Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah kitab Fathul Bari, sebuah syarah (penjelasan) dari Shahih Bukhari. 

Kitab ini hingga kini menjadi rujukan utama bagi para ulama dan penuntut ilmu di seluruh dunia.

Pelajaran dari Kehidupan Ibnu Hajar

Kisah hidup Ibnu Hajar Al-Asqalani memberikan banyak pelajaran berharga. 

Ia menunjukkan bahwa seorang yatim-piatu tidak menjadi penghalang untuk meraih kesuksesan, baik di dunia maupun di akhirat. 

Kecerdasan, ketekunan, kesederhanaan, dan kedermawanannya menjadikannya teladan bagi umat Islam sepanjang masa.

Ibnu Hajar wafat pada malam Sabtu, 28 Dzulhijjah 852 H, di Kairo. 

Beliau meninggalkan warisan ilmu, murid-murid yang tersebar ke berbagai negeri, serta keteladanan hidup yang tak lekang oleh waktu.


Referensi:

1. Muhammad bin Abdurrahman As-Sakhawi, Al-Jawahir wad Durar fi Tarjamat Al-Hafizh Ibnu Hajar, Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1999.

2. 'Abdus Sattar, Ibnu Hajar Al-'Asqalani Amirul Mu'minin fil Hadits, Damaskus: Darul Qalam, 1996.

3. Ibnu Hajar Al-Asqalani, Inba'ul Ghamr bi Abna'il 'Umr, Kairo: Lajnah Ihya'it Turatsil Islamiy, 1972, Juz III, halaman 116

4. Al-Khathib Al-Baghdadi, Tarikh Baghdad.

5. Adz-Dzahabi, Al-Mizan.

6. Al-Baihaqi, Dala'ilun Nubuwwah.



Posting Komentar

Posting Komentar