![]() |
Hindari Tren Ghibah di Media Sosial, Ini Bahayanya dalam Islam |
Oleh: Wandi Ajiruddin
D alam kehidupan bermasyarakat tentu saja kita tidak terlepas dengan namanya masalah dikarenakan kita merupakan makhluk sosial dengan sifat pelupa sehingga mempunyai potensi melakukan kesalahan.
Masalah bisa jadi timbul dari diri kita dan berefek bagi orang lain, atau timbul dari diri orang lain berefek bagi diri kita, bahkan timbul dari kita berefek juga bagi diri kita sendiri.
Definisi Ghibah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ghibah adalah membicarakan keburukan (aib) orang
lain yang dilarang dalam agama Islam.
Ghibah dalam
dunia Islam merupakan kata lain dari membicarakan sesuatu tentang orang lain
yang berkenaan tentang fisiknya, keturunannya, perbuatannya, perkataannya,
agamanya, kehidupan dunianya, pakaiannya, rumahnya, kendaraannya dan lain
sebagainya yang mana apabila didengar oleh orang itu maka dia akan marah (Ihya
Ulumiddin, h: 176, cet : DKI Bairut).
Dua defenisi di
atas dari dua sumber yang berbeda, dapat kita simpulkan yang bahwa perkataan
yang menimbulkan orang lain tersakiti dengannya, maka itu sudah termasuk ghibah, dan
juga berlaku di kehidupan dunia maya. Berghibah di dunia maya sama juga hukumnya dengan berghibah
di dunia nyata.
Lisan merupakan salah satu sumber yang bisa menimbulkan dinamika
itu, bahkan bisa membuat seseorang terbunuh atau membunuh. Namun, lisan juga
merupakan sumber kebaikan yang bisa membawa seseorang dicintai oleh Tuhan dan
makhluknya. Intinya baik buruknya lisan tergantung bagaimana cara kita
mengelolanya.
“Mulutmu harimaumu” begitulah bunyi pepatah pendahulu tentang
bahaya dan pengaruhnya lisan. Karena lisan merupakan organ yang tidak mempunyai tulang, namun bisa
menerkam sesuatu yang tidak bisa dihancurkan dengan kekuatan fisik. Baca Juga: beramal takut riya', atau tinggalkan saja sekalian
Banyak attitude negatif yang bersumber dari lisan. Ghibah
merupakan salah satu darinya. Perbuatan yang dapat merobohkan nilai kebaikan
sosial seseorang dalam pandangan masyarakat adalah ghibah. Akan tetapi tidak
semua ghibah ditimbulkan oleh lisan, ada juga ghibah yang berbentuk perbuatan
atau isyarah.
Ghibah terjadi eskalasi di dunia nyata maupun dunia maya dikarenakan
pesatnya perkembaagan digitalisasi. Dampak ini membuat masyarakat lebih mudah dalam
menyebar dan mengakses tulisan-tulisan atau rekman virtualnya yang berisi aib
atau hinaan bagi seseorang.
Belakangan ini, ghibah menjadi fenomena sosial yang disukai
oleh para penikmat media sosial. Faktanya menunjukkan bahwa konten yang menyajikan tentang pembahasan
kejelekan orang lain merupakan konten paling banyak viewers dan likenya
ketimbang konten-konten bernuansa dedikasi yang memajukan.
Dilansir dari We Are Social, pengguna aktif internet di
Indonesia menyentuh angka 204.7 juta jiwa dari total populasi penduduk sebesar
277.7 juta jiwa. Secara khusus, dalam penggunaan media sosial menyentuh angka 191.4
juta pengguna, naik 12,6% dari tahun sebelumnya (We Are Social, 2022: 17)
Jumlah perkembangan yang signifikan tersebut menjadi bukti bahwa internet sudah
menjadi kebutuhan setiap elemen masyarakat Indonesia, baik dari kalangan remaja hingga mereka
yang sudah tua renta. Baca juga: kisah hikmah di balik husnudhan
Internet menjadi sarana utama yang digunakan oleh pihak yang berkepentingan untuk menyebar perihal-perihal kebaikannya dan keburukan musuhnya, baik itu mengandung unsur sensitif dari sesi agama, politik, bisnis dan lain sebagainya.
Apalagi pada hari-hari mendekati pesta demokrasi. Sudah menjadi kebiasaan
dunia maya pada saat itu dipenuhi dengan konten
negatif dan hoax yang isinya menjatuhi suatu individu maupun kelompok yang
sedang bersaing dalam
memperebut sebuah jabatan penting.
Ghibah akan menjadi senjata ampuh dan maksimal yang banyak digunakan oleh para oknum tertentu
untuk menjatuhkan lawannya. Karena keampuhan dan kinerjanya dalam memporak-porandakan
masyarakat dengan beragam narasi menyudutkan dan diskriminasi sudah terbukti.
Persaingan di era digitalisasi sudah mengadopsi ghibah sebagai
alusista dalam meraih sebuah kemenagan. Fakta pendukung jelas terbukti seperti pada pemilu 2019,
kominfo menemukan 3.356 kasus hoax jumlah terbanyak dari data sebelumnya. Mungkin
hal ini juga akan terjadi pada tahun demokrasi selanjutnya.
Pandangan Islam Terhadap Ghibah
Dunia Islam memberi perhatian khusus terhadap
ghibah. Hal ini terbukti dengan ada banyaknya para cendikiawan terdahulu membahas
ghibah secara detail. Salah satunya Imam Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddinnya.
Kitab tersebut merupakan karangan fenomenalnya dan populer dalam lingkungan
pesantren.
Menurut Imam
Ghazali, ghibah tidak hanya berbentuk ucapan dan tulisan. Karena ghibah bisa
juga dilakukan dengan cara dan bentuk lain tapi maksudnya sama juga yaitu
menyakiti orang lain. Ghibah
yang bisa dilakukan selain dengan bantuan lisan juga bisa dilakukan dengan bentuk
perbuatan, isyarah, tulisan dan lain sebagainya.
Maka ghibah dengan bantuan tulisan juga sama hukumnya dengan ghibah dengan
lisan. Ghibah juga tidak selalu
berbentuk perkataan yang jelas, sindiran yang memberi efek dan pengaruh orang lain tersakiti juga termasuk ghibah. (Imam Ghazali, Ihya
Ulumiddin, h: 178).
Jauh-jauh hari Rasulullah SAW melarang umat Islam
melakukan perbuatan ghibah sebagaimana yang terdapat dalam hadis riwayat Abu
hurairah. Rasulullah bersabda:
“Janganlah kalian saling mendengki, saling
memarahi, saling berbuat keji, saling menjauhi, dan janganlah sebagian kalian
menghibahi sabagian yang lain, karena kalian merupakan saudara seagama ”( Hadis
Muttafaq Alaih).
Di dalam Al-Qur’an Allah Subhaanahu Wa Ta'ala melarang umat Islam untuk berghibah. Bahkan,
Allah menyebut ghibah sebagai sesuatu yang sangat menjijikkan. Allah SWT menggambarkan orang yang suka ghibah sama seperti
orang yang memakan daging saudaranya sendiri.
Ancaman tersebut tertuang dalam Al-Quran pada surat Al-Hujurat, ayat 12 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang..”
Motif seseorang melakukan ghibah sangat banyak, di antaranya
hilang rasa kesabaran atas sebuah amarah. Apabila seseorang kambuh amarahnya
terhadap musuhnya sudah pasti dia akan menyebut keburukan musuhnya itu. Baca juga: hati-hati: sifat riya dapat membuka aib
Dengki juga merupakan salah satu motif yang mampu
menyeret seseorang sehingga terjerumus dalam ghibah. Apabila orang itu ada menyimpan
rasa dengki kepada seseorang sudah pasti dia akan menjelekkan orang tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan dengki, ajang
perlombaan juga salah satu motif seseorang yang dapat mengundang ghibah kepada lawannya.
Dengan ghibah tersebut memperlihatkan kehebatannya dengan cara menyebut
kekurangan lawannya. Sikap seperti ini sudah pasti tidak asing lagi dalam dunia
perlombaan. Bentuk ajang perlombaan yang sudah diracuni
oleh ghibah adalah perlombaan yang tidak sehat dan sportif.
Namun hal itu tidak berlaku bagi orang Islam yang
mengetahui efek akhirat dan besarnya dosa yang ditimbulkan dari perbuatan ghibah. Dosa dan efek dari ghibah sudah dijelaskan secara jelas dan terang dalam Al-Qur’an surah Al Hujurat ayat 12 di atas.
Vaksin atau obat yang bisa kita teguk sehingga terhindar dari berghibah sangat
banyak. Namun, mengetahui hakikat ghibah dan mengamalkannya merupakan vaksin yang ampuh untuk mencegah terjerumus di dalamnya.
Dikarenakan bahwa orang berakal apabila dia sudah mengetahui sebuah keburukan sudah
pasti dia tidak akan terjerumus dalam keburukan itu.
Menjahui sebab-sebab ghibah merupakan jalan yang bisa ditempuh bagi penderita penyakit ghibah. Karena orang yang berjalan di pinggir sumur pasti suatu saat akan jatuh juga kedalam sumur itu. Bukan berarti bersaing dalam meraih sesuatu harus dijauhi tapi marilah bersaing dengan cara yang bersih dengan tanpa saling menjatuhi.
Wallahu a’lam bishawab
Posting Komentar