aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Mengenal Aliran Jabariyah dalam Islam: Sejarah, Ajaran, dan Kontroversinya

Ilustrasi tangan mengendalikan manusia kertas dengan tali, menggambarkan konsep paham Jabariyah dalam Islam yang menekankan takdir mutlak dan penolakan kehendak bebas manusia.

D alam sejarah panjang pemikiran Islam, berbagai aliran teologi telah muncul dengan ragam pandangan yang unik tentang Tuhan, manusia, dan takdir

Salah satu aliran yang cukup kontroversial dan menarik untuk dikaji adalah aliran Jabariyah. 

Meskipun tidak sebesar aliran Ahlus Sunnah atau Syiah, Jabariyah memberikan kontribusi besar dalam diskusi filsafat Islam, terutama dalam isu takdir dan kehendak bebas.

Artikel ini akan mengupas tuntas tentang sejarah, tokoh, ajaran, dan pengaruh aliran Jabariyah, serta pandangan kritis terhadapnya disajikan secara interaktif dan mendalam. 

Apa Itu Aliran Jabariyah?

Secara etimologis, kata Jabariyah berasal dari kata Arab jabr yang berarti "paksaan" atau "pemaksaan". 

Aliran ini dikenal karena pandangannya bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas. 

Segala perbuatan manusia sepenuhnya ditentukan oleh kehendak Allah. Baca juga: Benarkah bunuh diri divonis kafir dan kekal di neraka? 

Dalam pandangan mereka, manusia hanyalah wayang yang digerakkan oleh Tuhan, tanpa kuasa sedikit pun atas perbuatannya.

Latar Belakang Historis Munculnya Jabariyah

Aliran Jabariyah muncul pada awal abad ke-8 M, di masa kekhalifahan Umayyah. 

Saat itu, terjadi pergolakan politik dan sosial yang cukup tajam. Baca juga: idealkah ulama berpolitik? 

Dalam konteks inilah, aliran Jabariyah mulai menyebar, terutama di kalangan yang ingin menjustifikasi kekuasaan khalifah dengan doktrin bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Tuhan, termasuk kekuasaan yang zalim sekalipun.

Tokoh utama dari aliran ini adalah Jahm bin Safwan (w. 746 M), seorang teolog dari Khurasan. 

Ia dikenal sebagai penyebar utama ide-ide Jabariyah. 

Menurutnya, manusia tidak memiliki pilihan atau kehendak sama sekali. 

Segala perbuatannya adalah ciptaan Allah. Simak juga; apakah terjerumus maksiat pilihan atau takdir? 

Ajaran Pokok Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah sangat ekstrem dalam pandangan mereka tentang predestinasi (takdir). 

Berikut ini adalah beberapa poin penting dalam ajaran mereka:

Segala Sesuatu Ditentukan Allah Secara Mutlak

Mereka percaya bahwa segala yang terjadi di alam semesta, termasuk tindakan manusia, sudah ditentukan secara mutlak oleh Allah sejak azali. Manusia tidak bisa mengubahnya.

Manusia Tidak Memiliki Kehendak Bebas

Jabariyah menolak eksistensi free will atau kehendak bebas dalam diri manusia. 

Menurut mereka, manusia hanya menjalani apa yang sudah digariskan.

Tidak Ada Kewajiban Moral yang Melekat

Karena manusia tidak memilih, maka mereka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. 

Ini menimbulkan pertanyaan etis yang besar: Jika manusia tidak bisa memilih, mengapa ada surga dan neraka?

Allah Adalah Pelaku Satu-satunya

Semua perbuatan, baik atau buruk, diciptakan oleh Allah. 

Peran manusia hanyalah sebagai medium.

Perbandingan dengan Aliran Lain: Qadariyah dan Ahlus Sunnah

Untuk memahami posisi Jabariyah, kita perlu membandingkannya dengan aliran lain, terutama Qadariyah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah:

Qadariyah: Bertolak belakang dengan Jabariyah, aliran ini justru menekankan bahwa manusia memiliki kebebasan penuh dalam bertindak, tanpa campur tangan takdir. 

Pandangan ini juga dianggap ekstrem karena cenderung mengabaikan kekuasaan Tuhan.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Berada di tengah-tengah, mereka percaya bahwa Allah Maha Mengetahui dan Menentukan segalanya, namun manusia tetap memiliki pilihan dalam bertindak. Pandangan ini dianggap paling seimbang.

Kontroversi dan Kritik terhadap Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah banyak menuai kritik karena dianggap merusak nilai tanggung jawab moral. 

Beberapa poin kritikannya adalah:

Menghapus Akal dan Usaha

Jika segala sesuatu sudah ditentukan dan manusia tidak punya peran, maka usaha dan doa dianggap sia-sia. 

Ini bertentangan dengan semangat Islam yang mendorong usaha dan tawakal.

Mendukung Kekuasaan Zalim

Dalam sejarah, ide Jabariyah kerap digunakan untuk melegitimasi kekuasaan tiran. 

Mereka berkata: “Khalifah zalim pun adalah kehendak Allah, maka harus diterima.”

Menabrak Ayat-Ayat Al-Qur’an

Banyak ayat yang menunjukkan bahwa manusia diberi pilihan: antara iman dan kufur, antara taat dan maksiat. 

Seperti firman Allah dalam QS. Al-Kahfi:29:

"Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir..."

Pandangan Ulama Terhadap Jabariyah

Mayoritas ulama Ahlus Sunnah mengecam aliran Jabariyah. 

Imam Abu Hanifah, dalam kitab Al-Fiqh al-Akbar, menyebut bahwa Jabariyah telah menafikan keadilan Tuhan dengan menghapus peran manusia.

Simak juga; perbedaan adil versi Allah dan manusia

Bahkan Imam Al-Asy’ari, pendiri teologi Asy’ariyah, menyebut Jabariyah sebagai bentuk ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memahami takdir. 

Ia menawarkan jalan tengah melalui konsep kasb (perolehan), yaitu bahwa manusia memang tidak menciptakan perbuatannya, tetapi tetap memiliki pilihan untuk melakukan atau tidak.

Apakah Jabariyah Masih Ada Saat Ini?

Meskipun tidak ada kelompok yang secara formal menyebut dirinya Jabariyah saat ini, pemikiran mereka masih hidup dalam bentuk-bentuk tertentu. 

Misalnya, ketika seseorang berkata, “Ini semua sudah takdir, jadi tidak perlu diusahakan,” tanpa diimbangi ikhtiar, maka itu mencerminkan pola pikir Jabariyah. Simak juga: Apakah takdir bisa berubah? 

Jabariyah modern bisa muncul dalam bentuk fatalisme pasif yang tidak lagi sesuai dengan semangat Islam yang dinamis.

Kesimpulan

Aliran Jabariyah memang telah menjadi bagian dari sejarah pemikiran Islam. 

Meskipun ekstrem, ia menjadi pengingat bahwa memahami hubungan antara takdir dan usaha adalah hal yang kompleks. 

Islam mengajarkan kita untuk berusaha sebaik mungkin, sambil berserah diri kepada Allah, bukan menyerah total tanpa ikhtiar.

Menghindari sikap Jabariyah bukan berarti mengingkari takdir, tapi menyeimbangkan antara usaha manusia dan kehendak Ilahi. 

Dalam QS. Ar-Ra’d:11 Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”

Itulah semangat Islam: berikhtiar, berdoa, dan bertawakal.


(Dikutip dari berbagai sumber lalu ditulis ulang berdasarkan pemahaman penulis) 

Posting Komentar

Posting Komentar