![]() |
2 Kiat Sukses Abu Darda' Membangun Rumah Tangga Harmonis |
Maka tidak heran banyak yang menempuh jalur apapun tanpa filter kacamata agama untuk mendapatkan keharmonisan dalam keluarga. Mereka tidak memperhatikan lagi apakah langkahnya tersebut diridhai Allah atau tidak.
Bahkan lebih ironisnya suami istri tersebut bersekongkol dalam aksi yang menimbulkan kemurkaan Allah SWT. Nauzubillah
Tindakan-tindakan tersebut bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Karena ketika sudah begitu terobsesi untuk mencapai suatu tujuan, kebanyakan manusia mengabaikan bisikan hati nuraninya serta menembus dinding kewajaran dan kelogisan.
Kok bisa begitu? Coba tanyakan pada orang yang pernah dikejar oleh anjing galak yang gila. Apakah sadar dia ketika berlari telah menembus kalkulasi kewajaran manusia biasa?
Dalam hal ini, Abu Darda’ menawarkan konsep sebagai kiat untuk membangun keluarga yang harmonis. Sebelum menjelaskan kiat tersebut alangkah baiknya kita mengenal dulu siapa sebenarnya Abu Darda’ tersebut.
Siapa sebenarnya Abu Darda’ ?
Abu Darda’
bernama lengkap Uwaimir Bin Zaid Bin Qais. Abu Darda lahir pada 580 masehi di kota
Madinah. Abu
Darda’ adalah seorang sahabat perawi hadis dari golongan kaum anshar, dari kabilah Khajraj. Abu Darda hafal al-Quran langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi
wassalam.
Dalam perang uhud Rasulullah SAW bersabda mengenai dirinya “prajurit berkuda paling baik adalah uwaimir”. Beliau ini di persaudarakan oleh Rasulullah dengan Salman Al-Farisi. Beliau wafat pada tahun 32 H di Dasmaskus.
Abu Darda’ adalah seorang hartawan dan pengusaha. Beliau banyak meraup keuntungan dari perniagaannya. Tetapi ketika beliau memeluk islam, tidak ada sedikitpun terlena dengan harta yang telah dimiliki tersebut. Sehingga lalai dalam beribadah.
Abu Darda’ sangat berambisi dengan ilmu dan ibadah. Sahabat karib beliau yaitu Salman Alfarisi sangat khawatir dengan Abu Darda’ yang selalu menyibukkan diri dengan ibadah, ibadah dan ibadah dan mengabaikan hal yang lain.
Karena merasa kasihan, Salman Al-farisi melapor kepada Rasulullah tentang kondisi Abu Darda’. Rasulullah SAW mengingatkan Abu Darda’ bahwa :
يا أبا الدرداء، إن لجسدك عليك حقّاً، مثل ما قال لك سلمان
Wahai Aba Darda’, sesungguhnya tubuhmu punya hak, sebagaimana halnya yang dikatakan Salman kepadamu. (HR Bukhari dan Tarmidzi).
Kalau kita ingin menjadikan pelajaran hidup dari sirah kehidupan Abu Darda’ maka banyak hal yang dapat kita jadikan contoh dan teladan dalam kehidupan. Itu baru sosok didikan Rasulullah. Maka bagaimana dengan sosok Rasulullah SAW itu sendiri.
Maka dari itu kita akan melihat sebutir kiat dari kehidupan Abu Darda’ sebagai contoh dan panutan dalam keluarga.
Ada dua hal pesan penting yang diucapkan oleh Abu Darda’ kepada Ummu Darda’ yang merupakan istrinya. Sehingga dengan dua hal tersebut membuat keluarga Abu Darda’ menjadi langgeng dan harmonis.
Sebaimana yang disadur dari kitab Raudhatul ‘uqala’, Abu Darda berpesan bagi istrinya bahwa:
اذا غضبت فرضيني واذا غضبت رضيتك فاذا لم نكن هكذا ما اسرع ما نفترق
“ketika aku marah maka mengalahlah dan tenangkan aku. Jika engkau marah aku akan mengalah dan menenangkanmu. Jika tidak seperti itu kita akan dengan mudah cepat berpisah”.
2 Kiat Penting Berdasarkan Pernyataan Abu Darda’
Pertama, Saling mengalah dan jangan mengedepankan ego
Tidak selamanya dalam keluarga berada dalam kondisi stabil dan adem-adem ayem saja. Konflik keluarga pasti akan mencuat baik dari hal yang sepele maupun hal-hal yang berbau sensitif.
Maka ketika tidak saling mengalah dan mempertahankan ego masing-masing, secara tidak langsung kita sedang memecahkan rumah tangga yang sedang retak tersebut.
Namun, ketika kita mau mengalah maka kita sedang mundur selangkah untuk memperbaiki berbagai keretakan dalam rumah tangga. Sikap kebijaksaan dan kedewasaan pasutri sangat dibutuhkan saat ini.
Kedua, Harus pandai menerima dan saling memaklumi
Kalau kehidupan kita tanpa ada pemakluman terhadap tindakan seseorang, maka sedang berada dalam zona merah. Sangat berbahaya.
Mengapa demikian? Karena setiap orang memiliki pola pikir dan kinerja sendiri. Kita tidak bisa mengatur kinerja orang secara total. Siapapun kita. kita tidak bisa mendesign tindakan orang.
Kita hanya mampu mengarahkan dan memberi panduan yang tepat. Sehingga secara tidak langsung kita memenejnya dengan tindakan dan arahan yang tepat. Begitu pula dalam kehidupan berumah tangga.
Apapun yang terjadi dalam keluarga kita harus pandai menerima dan harus pandai memaklumi. Apalagi yang berbau kekurangan dan aib.
Ketika kita tidak bisa menjaga ini maka akan berimbas pada keretakan suatu rumah tangga bahkan berakibat fatal dengan ikut berkecimpung anggota keluarga lain dalam mencaplok kebahagian kita.
Pandai-pandailah dalam saling memaklumi kekurangan dan menerima apa adanya.
Kesimpulan
Oleh karena itu, ketika kita memahami 2 kiat tersebut kita telah mengetahui tali pengikat dari terputusnya suatu ikatan dan hubungan kekeluargaan. Kelihatan remeh dan sederhana tetapi ketika emosi menggejolak tak ada yang mustahil akan kandas suatu hubungan.
Mudah-mudahan
keluarga kita diberi kekuatan untuk memperat hubungan dan menjadi keluarga yang
harmonis, sakinah, mawaddah dan warahmah. Amin-amin ya rabbal alamin.
Wallahu
a’lam bis shawab
Posting Komentar