![]() |
Dua Faktor Penghambat Nikmat Shalat, Simak Solusinya di Sini! |
Oleh: Tgk. Muhammad Alfarizi
Ibadah shalat adalah salah satu dari banyaknya cara untuk melakukan pendekatan diri kepada Allah. Tapi, tidak semua orang merasa kelezatan dan nikmat ketika mengerjakan shalat.
Padahal esensi shalat bukan hanya sebatas ritual ibadah berwaktu, namun juga media
untuk bertutur keluh kesah, curhat, dan bercengkerama dengan sang Khalik.
Esensi shalat bukan hanya sebatas ritual ibadah berwaktu, namun juga media untuk bertutur keluh kesah, curhat, dan bercengkrama dengan sang Khalik.
Shalat walaupun belum dirasakan kenikmatan dalam mengerjakannya, ia tetap wajib dilaksanakan setiap muslim karena itu merupakan rukun Islam ke dua yang mesti dilakukan lima kali sehari.
Dan anehnya, ada yang enggan melakukan shalat karena alasan klasik yang sungguh
klise "kami pendosa, malu untuk shalat. Takut tidak diterima". Baca Juga: Andai kita tak berandai: seni memperoleh klimaks bahagia
Untuk menjawab pertanyaan ini penulis teringat akan kata-kata yang indah sekali dari seorang novelis terkenal Indonesia, Tere Liye, dalam salah satu novelnya. Agaknya begini katanya "seburuk apa pun seseorang ia tetap harus shalat, karena kita tidak tahu shalat ke berapa yang mengubah seseorang".
Sungguh mengena
bukan? Masih beralasan dengan hal konyol untuk tidak shalat?
Perlu disadari bahwa untuk melakukan shalat memang pada dasarnya bukan hanya sebatas menunaikan kewajiban yang diburu dan dituju, melainkan hal yang lebih dari itu. Kenikmatan dan ketenangan.
Tapi kita harus mengakui bahwa sering dan jarang merasakan
kenikmatan dalam melakukan shalat. Baca juga: 10 kemampuan yang harus dikuasai perempuan
Faktor-Faktor Tidak Nikmatnya ketika Melaksanakan Shalat dan Solusinya
Ada banyak faktor yang
menyebabkan kenikmatan dan kelezatan itu sirna di saat ibadah shalat
dilangsungkan, di antaranya akan penulis sampaikan:
Pertama: Masih Kurangnya Pengenalan Terhadap Allah
Ini masalah yang sudah masif di kalangan masyarakat sekarang. Itu disebabkan kurangnya rasa menganggap penting nilai-nilai ketauhidan dan pengenalan terhadap Tuhan yang menyebabkan sebenarnya kita tidak mengenal Tuhan dengan seutuhnya.
Efek dari ke semua hal
yang saling terikat tersebut adalah kita menyembah sosok yang kita sendiri
tidak mengenalnya dengan sempurna. Baca juga: Baca buku lupa isinya, sia-siakah membaca?
Jadi-jadi rasa ibadah
itu sebagai media untuk bercengkerama dengan Tuhan akan sulit dirasakan. Apalagi
merasakan bahwa shalat adalah sebuah bentuk kasih sayang. Toh, yang dipikirkan shalat
hanya sebagai pembebanan saja.
Kedua: Menganggap Bahwa Shalat Sebagai Pembebanan
Bagi kita, rasa-rasanya
menganggap shalat hanya sebatas bentuk pembebanan sahaja. Padahal jika
ditelisik lebih dalam, jelas bahwa ibadah bukan sebuah pembebanan, namun sebagai
bentuk kepedulian Allah terhadap hambanya.
Alasannya adalah kita,
manusia, penuh dengan dosa, kesusahan hidup, keinginan, dan hal yang
memberatkan diri kita. Maka shalat dijadikan Allah sebagai mediator untuk hamba
bertemu dengan Tuhannya, berkeluh-kesah, meminta hal yang diinginkan, dan juga shalat
dijadikan Allah sebagai wadah penghapusan dosa.
Shalat adalah energi
positif untuk mengisi kekosongan hati yang telah habis dengan semrawut
kehidupan dunia yang fana ini. Setelah capek dengan kegaduhan hati yang sangat
menguras energi positif, Allah jadikan shalat lima kali dalam sehari untuk
mengisi kembali hal yang telah habis tersebut.
Kalau kata pepatah
"Sekali dayung dua pulau terlewati" itulah shalat. Sudah dosa diampuni,
energi positif juga terisi dalam benak hati. Baca juga: Kisah heroik, Ibnu Hajar menimba emas dari sumur zam-zam
Sebenarnya masih banyak hal yang dapat membuat kita merasakan kenikmatan dan lezat dalam shalat, melainkan menurut hemat penulis dua hal ini saja jika dilakukan sungguh efeknya akan terasa, insyaallah.
Mudah-mudahan kita
diberikan nikmat dan kelezatan dalam melaksanakan shalat. Amin amin
Posting Komentar