![]() |
Ilustrasi wanita muslimah berpakaian syar’i sedang membawa koper di bandara, simbol wanita bepergian tanpa mahram dalam pembahasan hukum Islam. |
Oleh: Tgk. Muhammad Abdullah
Deskripsi Masalah
D alam era mobilitas tinggi saat ini, pertanyaan seperti "bolehkah wanita bepergian tanpa mahram?" atau "hukum perempuan traveling sendiri dalam Islam" menjadi topik yang banyak dicari, terutama oleh para muslimah yang aktif bekerja, studi, atau berdakwah.
Pertanyaan utama yang sering muncul adalah: apakah seorang wanita diperbolehkan bepergian ke luar kota, ke luar kecamatan, atau bahkan ke luar negeri tanpa didampingi oleh mahram atau suaminya?
Bagaimana jika ia ditemani oleh perempuan lain yang terpercaya (tsiqah)? Simak juga: Wanita menembus tabir doktrin
Dan apakah dibolehkan jika ia melakukan perjalanan seorang diri apabila kondisi perjalanan tersebut aman dan bebas dari fitnah?
Pembahasan mengenai hukum wanita safar tanpa mahram telah lama menjadi perdebatan di kalangan para ulama.
Sebagian besar ulama klasik berpegang pada larangan berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw. yang menyatakan bahwa wanita tidak boleh melakukan perjalanan jauh (safar) tanpa ditemani oleh mahram.
Namun, dalam kondisi zaman modern di mana sistem keamanan dan sarana transportasi telah mengalami kemajuan, sebagian ulama kontemporer membuka ruang untuk membolehkan wanita bepergian sendiri selama tidak ada potensi fitnah dan keamanannya terjamin.
Topik ini menjadi sangat relevan untuk dibahas karena menyentuh kehidupan sehari-hari muslimah masa kini.
Di sisi lain, pencarian tentang syarat wanita bepergian sendiri menurut Islam, hukum wanita traveling tanpa mahram, dan bolehkah perempuan naik pesawat sendiri tanpa mahram menunjukkan bahwa banyak orang yang ingin memahami pandangan Islam secara komprehensif dan kontekstual.
Dengan meningkatnya kebutuhan perempuan untuk bepergian karena pendidikan, pekerjaan, dan urusan keluarga, memahami hukum perempuan bepergian jauh dalam Islam bukan hanya penting secara fikih, tetapi juga sangat dibutuhkan dari sisi praktikal di era global saat ini.
Di sini akan mengulas secara lengkap pandangan para ulama, dalil-dalil yang digunakan, serta bagaimana penerapannya dalam konteks zaman modern, agar para muslimah dapat mengambil keputusan dengan landasan syar'i dan bijak.
Pertanyaan
- Apakah seorang wanita boleh bepergian ke luar kecamatan (balad) tanpa didampingi oleh mahram atau suaminya?
- Apakah diperbolehkan jika ia ditemani oleh perempuan lain yang terpercaya (tsiqah)?
- Jika perjalanan tersebut aman dari fitnah, apakah ia boleh pergi sendiri tanpa didampingi oleh siapa pun?
Jawaban
- Jika seorang perempuan bepergian ke luar kecamatan (balad) untuk melaksanakan kewajiban, seperti menunaikan haji wajib, memenuhi nazar wajib, atau belajar ilmu agama yang fardhu 'ain karena suaminya tidak mampu mengajarkannya, maka menurut pendapat yang kuat, ia boleh bepergian tanpa didampingi oleh mahram atau suaminya, asalkan ditemani oleh beberapa perempuan yang tsiqah (terpercaya). Ada pula pendapat yang membolehkan meskipun hanya didampingi oleh seorang perempuan tsiqah, bahkan ada yang berpendapat bahwa ia boleh pergi sendiri jika perjalanan tersebut aman (pendapat ini adalah wajhun dhaif/lemah yang tidak boleh diamalkan). (Ketentuan ini berlaku khusus untuk perjalanan yang bersifat wajib).
- Jika seorang perempuan bepergian ke luar kecamatan (balad) untuk melakukan suatu amalan sunah atau mubah (yang tidak wajib dilakukan), maka menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi'i, ia tidak boleh bepergian tanpa didampingi oleh mahram atau suaminya.
Catatan Penting
Dalam bahasa Arab, terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menyebut suatu kawasan penduduk:
Pengertian Miṣr (مصر)
Miṣr (مصر) adalah suatu wilayah yang memiliki struktur sosial lengkap, yaitu terdapat hakim syar’i (ulama yang mengurus hukum agama), hakim syurṭi (aparat penegak hukum seperti polisi), serta pasar sebagai pusat kegiatan perdagangan.
Baca juga: Kenali 3 jenis hakim, hanya satu yang masuk surga
Balad (بلد)
Balad (بلد) adalah suatu wilayah yang memiliki sebagian unsur yang ada pada miṣr, namun tidak selengkap miṣr.
Qaryah (قرية)
Qaryah (قرية) adalah suatu wilayah pemukiman yang tidak memiliki unsur-unsur yang terdapat pada miṣr.
Pengertian Balad dalam Wilayah di Indonesia
Adapun yang dimaksud dengan musafir dalam pembahasan ini adalah seseorang yang bepergian keluar dari balad.
Dalam konteks Indonesia, kami mengartikan balad sebagai wilayah kecamatan.
Pemaknaan ini didasarkan pada kondisi geografis dan kepadatan penduduk di Indonesia yang sangat berbeda dengan wilayah di Arab.
Di Indonesia, antar wilayah umumnya tidak dipisahkan oleh lahan kosong atau batas fisik yang jelas, melainkan dibedakan melalui batas administratif yang ditetapkan oleh pemerintah.
Meskipun secara fisik permukiman antar wilayah saling tersambung tanpa jeda, nama wilayah dan batas administratifnya tetap berbeda.
Berbeda dengan kondisi wilayah Arab, di mana penduduk umumnya tinggal di daerah padang tandus dalam kelompok-kelompok yang terpisah.
Dalam satu wilayah permukiman, kadang terdapat fasilitas lengkap seperti hakim syarthi (penegak hukum), hakim syar’i (ulama atau pemimpin agama), hingga pusat perbelanjaan.
Namun, ada pula wilayah yang hanya memiliki salah satu dari fasilitas tersebut, bahkan ada yang tidak memiliki satu pun.
Hal ini menunjukkan bahwa struktur sosial dan administratif di Arab sangat bervariasi dan tidak selalu terpusat.
Berdasarkan perbedaan kondisi tersebut, kami menyimpulkan bahwa dalam konteks Indonesia, keluar dari balad dapat dimaknai sebagai keluar dari wilayah kecamatan.
Sebab, ketika seseorang telah melewati batas kecamatan, ia umumnya telah keluar dari lingkungan sosial yang dikenalnya—lingkungan di mana ia masih mungkin mengenal atau dikenal oleh orang lain.
Dalam keadaan demikian, jika ia membutuhkan bantuan, kemungkinan besar akan lebih sulit mendapatkannya karena sudah berada di luar komunitas yang familiar.
Perlu kami tekankan bahwa pemaknaan balad sebagai kecamatan ini merupakan pendapat pribadi berdasarkan pemahaman terhadap konteks lokal di Indonesia.
Tentu saja, pendapat ini bukan satu-satunya, karena masih banyak pandangan lain dalam menafsirkan istilah balad.
Hal ini didasarkan pada perbedaan cara memahami istilah balad di kitab-kitab turats ulama terdahulu dan ketika menerapkan di wilayah Indonesia.
Referensi
Referensi Ta'ref/Definisi dari Balad
1. Hasyiah I'anatutthalibin jilid 2 hal 70
(وقوله: بمحل معدود من البلد) المراد بالبلد: أبنية أوطان المجمعين، سواء كانت بلدا أو قرية أو مصرا، وهو ما فيه حاكم شرعي، وحاكم شرطي، وأسواق للمعاملة، والبلد: ما فيه بعض ذلك، والقرية ما خلت عن ذلك كله.
ولا فرق في الأبنية بين أن تكون بحجر، أو خشب، أو قصب، أو نحو ذلك.
ومثل الأبنية: الغيران والسراديب في نحو الجبل، ولا فرق في المحل الذي تقام فيه الجمعة بين أن يكون مسجدا، أو ساحة مسقفة، أو فضاء معدودا من البلد، ولو انهدمت الأبنية وأقام أهلها عازمين على عمارتها صحت الجمعة استصحابا للأصل ولا تنعقد في غير بناء إلا في هذه الصورة، بخلاف ما لو نزلوا مكانا وأقاموا فيه ليعمروه قرية، فلا تصح جمعتهم فيه قبل البناء، استصحابا للأصل أيضا.
ولا تصح من أهل خيام بمحلهم، لأنهم على هيئة المستوفزين، ولأن قبائل العرب كانوا حول المدينة، ولم يأمرهم ﷺ بحضورها.
نعم، لو كانوا يسمعون النداء من محلها لزمتهم فيه، تبعا لأهله.
2. Hasyiah Bujairimi 'ala Khatib jilid 2 hal 189
قَوْلُهُ: (مِصْرًا كَانَتْ أَوْ قَرْيَةً) جَعَلَهُ مُرْتَبِطًا بِلَفْظِ بَلَدِ النِّدَاءِ الَّتِي فِي الشَّارِحِ، فَلَوْ قَدَّمَهُ بِجَنْبِ الْمَتْنِ كَانَ أَحْسَنَ لِأَنَّ تَأْخِيرَهُ لَمْ يُفِدْ شَيْئًا، وَالْمِصْرُ مَا فِيهِ حَاكِمٌ شَرْعِيٌّ وَحَاكِمٌ شُرَطِيٌّ وَأَسْوَاقٌ لِلْمُعَامَلَةِ وَالْبَلَدُ مَا فِيهِ بَعْضُ ذَلِكَ وَالْقَرْيَةُ مَا خَلَتْ عَنْ الْجَمِيعِ. وَخَصَّ أَبُو حَنِيفَةَ الصِّحَّةَ بِالْمِصْرِ اهـ ق ل وَقَوْلُهُ أَوْ قَرْيَةً. وَفِي الْجَامِعِ الصَّغِيرِ قَالَ ﷺ «لَا تَسْكُنْ الْكُفُورَ فَإِنَّ سَاكِنَ الْكُفُورِ كَسَاكِنِ الْقُبُورِ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي الْأَدَبِ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ ثَوْبَانَ. وَالْمُرَادُ بِالْكُفُورِ الْقُرَى الْبَعِيدَةِ عَنْ الْمُدُنِ الَّتِي هِيَ مَجْمَعُ الْعُلَمَاءِ وَالصُّلَحَاءِ كَمَا فِي شَرْحِ الْجَامِعِ.
3. Hasyiah Bujairimi 'ala Manhajutthullab jilid 3 hal 233
(قَوْلُهُ: وَلَهُ نَقْلُهُ مِنْ بَادِيَةٍ) أَيْ وَلَا فَرْقَ فِي النَّقْلِ بَيْنَ كَوْنِهِ لِلسُّكْنَى أَوْ غَيْرِهَا كَقَضَاءِ حَاجَةٍ اهـ. وَعِبَارَةُ م ر فِي شَرْحِهِ: وَسَوَاءٌ كَانَ السَّفَرُ بِهِ لِلنَّقْلَةِ أَوْ غَيْرِهَا كَمَا قَالَهُ الْمُتَوَلِّي وَأَقَرَّهُ اهـ. وَالْبَادِيَةُ خِلَافُ الْحَاضِرَةِ وَهِيَ الْعِمَارَةُ فَإِنْ قَلَّتْ فَقَرْيَةٌ أَوْ كَبُرَتْ وَلَمْ تَعْظُمْ فَبَلَدٌ أَوْ عَظُمَتْ فَمَدِينَةٌ أَوْ كَانَتْ ذَاتَ زَرْعٍ وَخِصْبٍ فَرِيفٌ شَرْحُ م ر وَقِيلَ إنَّ الْبَلَدَ مَا فِيهِ حَاكِمٌ شَرْعِيٌّ أَوْ شُرْطِيٌّ أَوْ أَسْوَاقٌ لِلْمُعَامَلَةِ وَإِنْ جَمَعَتْ الْكُلَّ فَمِصْرٌ وَمَدِينَةٌ أَوْ خَلَتْ عَنْ الْكُلِّ فَقَرْيَةٌ وَعُلِمَ مِنْ كَلَامِهِ أَنَّ الْبَلَدِيَّ أَخَصُّ مِنْ الْحَضَرِيِّ اهـ ق ل.
4. Hasyiah Qalyubi 'ala Minhajutthalibin jilid 3 hal 126
قَوْلُهُ: (وَالْبَلَدِيُّ إلَخْ) حَاصِلُهُ أَنَّ الْعِمَارَةَ إنْ قَلَّتْ فَقَرْيَةٌ، أَوْ كَثُرَتْ فَبَلَدٌ أَوْ عَظُمَتْ فَمَدِينَةٌ، وَقِيلَ غَيْرُ ذَلِكَ كَمَا ذَكَرَهُ الْفُقَهَاءُ فِي الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَنَّ الْبَلَدَ مَا فِيهِ حَاكِمٌ شَرْعِيٌّ أَوْ شُرْطِيٌّ أَوْ أَسْوَاقٌ لِلْمُعَامَلَةِ، وَإِنْ جَمَعْت الْكُلَّ فَمِصْرٌ وَمَدِينَةٌ وَإِنْ خَلَتْ عَنْ الْكُلِّ فَقَرْيَةٌ وَعُلِمَ مِنْ كَلَامِهِ أَنَّ الْبَلَدِيَّ أَخَصُّ مِنْ الْحَضَرِيِّ.
5. Tuhaftul Muhtaj jilid 6 hal 346
والبادية خلاف الحاضرة وهي العمارة فإن قلت فقرية أو كثرت فبلد أو عظمت فمدينة أو كانت ذات زرع وخصب فريف
6. Nihatul Muhtaj jilid 5 hal 450
ويمتنع أيضا نقله من بلدة إلى قرية لما مر، والبادية خلاف الحاضرة وهي العمارة، فإن قلت فقرية أو كبرت فبلد أو عظمت فمدينة، أو كانت ذات زرع وخصب فريف.
Referensi Hukum
1. Al-Majmu' Syarah Muhazzab jilid 7 hal 87-88
(فرع) هل يجوز للمرأة أن تسافر لحج التطوع أو لسفر زيارة وتجارة ونحوهما مع نسوة ثقات أو امرأة ثقة فيه وجهان وحكاهما الشيخ أبو حامد والماوردي والمحاملي وآخرون من الأصحاب في باب الإحصار وحكاهما القاضي حسين والبغوي والرافعي وغيرهم (أحدهما) يجوز كالحج (والثاني) وهو الصحيح باتفاقهم وهو المنصوص في الأم وكذا نقلوه عن النص لا يجوز لأنه سفر ليس بواجب هكذا علله البغوي ويستدل للتحريم أيضا بحديث ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال (لا تسافر امرأة ثلاثا إلا ومعها محرم) رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم (لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر مسيرة ثلاث ليال إلا ومعها ذو محرم) وعن ابن عباس قال (قال النبي صلى الله عليه وسلم لا تسافر امرأة إلا مع محرم فقال رجل يا رسول الله إني أريد أن أخرج في جيش كذا وكذا وامرأتي تريد الحج قال اخرج معها) رواه البخاري ومسلم وعن أبي سعيد عن النبي صلى الله عليه وسلم قال (لا تسافر امرأة يومين إلا ومعها زوجها أو ذو محرم) رواه البخاري ومسلم وعن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال (لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر يوما وليلة ليس معها ذو حرمة) رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم (مسيرة يوم) وفي رواية له مسيرة ليلة) وسأعيد هذه المسألة بأبسط من هذا مع ذكر مذاهب العلماء فيها في آخر باب الفوات والإحصار إن شاء الله تعالى.
2. Al-Majmu' Syarah Muhazzab jilid 8 hal 343-347
(فرع) قد ذكرنا تفصيل مذهبنا في حج المرأة وذكرنا أن الصحيح أنه يجوز لها في سفر حج الفرض أن تخرج مع نسوة ثقات أو امرأة ثقة ولا يشترط المحرم ولا يجوز في التطوع وسفر التجارة والزيارة ونحوهما إلا بمحرم
(Matan di bawah ini masih berkenan dengan safar wajib ya/safar haji, jangan salah dipahami)👇
وقال بعض أصحابنا يجوز بغير نساء ولا امرأة إذا كان الطريق آمنا وبهذا قال الحسن البصري وداود
وقال مالك لا يجوز بامرأة ثقة وإنما يجوز بمحرم أو نسوة ثقات
وقال أبو حنيفة وأحمد لا يجوز إلا مع زوج أو محرم
قال الشيخ أبو حامد والمسافة التي يشترط أبو حنيفة فيها المحرم ثلاثة أيام فإن كان أقل لم يشترط واحتج لهم بحديث ابن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا تسافر امرأة ثلاثا إلا معها ذو محرم) رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم (لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر تسافر مسيرة ثلاث ليال إلا ومعها ذو محرم) وعن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا تسافر امرأة إلا مع محرم فقال يا رسول الله إني أريد أن أخرج في جيش كذا وكذا وامرأتي تريد الحج قال اخرج معها) رواه البخاري ومسلم
وعن ابن سعيد إن النبي صلى الله عليه وسلم قال (لا تسافر المرأة يومين إلا ومعها زوجها أو ذو محرم) رواه البخاري ومسلم
وعن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال (لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر مسيرة يوم وليلة ليس معها حرمة) رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم مسيرة يوم وفي رواية له ليلة وفي رواية صحيحة في سنن أبي داود (مسيرة بريد) وقياسا على حج التطوع وسفر التجارة والزيارة ونحوهما
واحتج أصحابنا بحديث عدي بن حاتم قال (بينا أنا عند النبي صلى الله عليه وسلم إذ أتى رجل فشكا إليه الفاقة ثم أتاه آخر فشكا قطع السبيل فقال يا عدي هل رأيت الحيرة قلت لم أرها وقد أنبئت عنها قال فإن طال بك حياة لترين الظعينة ترتل من الحيرة حتى تطوف بالكعبة لا تخاف إلا الله قال عدي فرأيت الظعينة ترتحل من الحيرة حتى تطوف بالكعبة لا تخاف إلا الله) رواه البخاري وسبق ذكره في استطاعة المرأة (فإن قيل) لا يلزم من حديث عدي جواز سفرها بغير محرم لأن النبي صلى الله عليه وسلم أخبر بأن هذا سيقع ووقع ولا يلزم من ذلك جوازه كما أخبر صلى الله عليه وسلم بأنه سيكون دجالون كذابون ولا يلزم من ذلك جوازه
قال أصحابنا فجوابه أن هذا الحديث خرج في سياق ذم الحوادث (وأما) حديث عدي فخرج في سياق المدح والفضيلة واستعلاء الإسلام ورفع مناره فلا يمكن حمله على ما لا يجوز
قال الشيخ أبو حامد (فان قيل) هذا الخبر متروك الظهر بالإجماع لأن فيه أنها تخرج بغير جوار ولا خلاف أنها لا تخرج بغير جوار ولو امرأة واحدة (فالجواب) أن بعض أصحابنا جوز خروجها وحدها بغير امرأة كما سبق وعلى مذهب الشافعي ومنصوصه يشترط المرأة ولا يلزم من ذلك ترك الظاهر لأن حقيقته أن لا يكون معها جوار أصلا - والجوار الملاصق والقريب - ونحن لا نشترط في المرأة التي تخرج معها كونها ملازمة لها فإن مشت قدام القافلة أو بعدها بعيدة عن المرأة جاز فحصل من هذا أنا نقول بظاهر الحديث هذا كلام أبي حامد
قال أصحابنا ولأنه سفر واجب فلم يشترط فيه المحرم كالهجرة قال أصحابنا وقياسا على ما إذا كانت المسافة مرحلتين فإن الحنفية وافقونا على أنه لا يشترط المحرم
(فإن قالوا) إنما جاز في المرحلتين لأنه ليس بسفر (قلنا) هذا مخالف للأحاديث الصحيحة السابقة (وأما) الجواب عن الأحاديث التي احتجوا بها فمن أوجه
(أحدها) جواب الشيخ أبي حامد وآخرين أنها عامة فنخصها بما ذكرناه (والثاني) أنه محمول على سفر التجارة والزيارة وحج التطوع وسائر الأسفار غير سفر الحج الواجب (الثالث) ذكره القاضي أبو الطيب أنه محمول على ما إذا لم يكن الطريق آمنا (والجواب) عن قياسهم على حج التطوع وسفر التجارة انه ليس بواجب بخلاف حج الفرض والله أعلم .
3. Al-Majmu' Syarah Muhazzab jilid 8 hal 342
وحاصله أنه يجوز الخروج للحج الواجب مع زوج أو محرم أو امراة ثقة ولايجوز من غير هؤلاء وإن كان الطريق آمنا وفيه وجه ضعيف أنه يجوز إن كان آمنا (وأما) حج التطوع وسفر الزيارة والتجارة وكل سفر ليس بواجب فلا يجوز على المذهب الصحيح المنصوص إلا مع زوج أو محرم وقيل يجوز مع نسوة أو امرأة ثقة كالحج الواجب وقد سبقت هذه المسألة مختصرة في أول كتاب الحج في ذكر استطاعة المرأة والله أعلم
4. Hasyiah Syarqawi Jilid 1 Hal. 501 Cet. Beirut
(وإمرأتين ) هو قيد للوجوب، و يكفي في الجواز لفرضها امرأة واحدة و سفرها وحدها إن امنت، أما سفرها و إن قصر لغير فرض الحج من حج نفل أو عمرة فحرام مع النسوة مطلقا، و لو اذن الزوج فلا يجوز أن تخرج خارج السور و لو مع النسوة الثقات، أو أذن الزوج، بل لابد من خروجه هو، أو المحرم أو عبد بشرطه معها، فما يقع الآن من خروج النساء إلى المقابر إلى خارج السور معصية يجب منعهن منه.
5. Hasyiah I'anatutthalibin Jilid 1 Hal. 74 Cet. Toha Putra
واعلم أنه يجب على النساء تعلم ما يحتجن إليه من هذا الباب وغيره. فإن كان نحو زوجها عالما لزمه تعليمها، وإلا فليسأل لها ويخبرها أو تخرج لتعلم ذلك، وليس لها الخروج لغير تعلم واجب من نحو حضور مجلس ذكر إلا برضاه وبمحرم معها إن خرجت عن البلد.
6. Busyra Karim Jilid 1 Hal. 166 Maktabah Syamila
تتمة: يجب على النساء تعلم ما يحتجن من هذا الباب وغيره، فإن كان نحو زوجها عالما .. لزمه تعليمها، وإلا فليسأل لها ويخبرها، أو لتخرج لتعلم ذلك، وليس لها الخروج لغير تعلم واجب من نحو مجلس ذكر إلا برضاه، وبمحرم أو نحوه معها إن خرجت عن سور أو عمران البلد، بخلاف الواجب فتخرج له ولو غير تعلم ولو وحدها إذا أمنت.
7. Kifayatun Nabih Syarah Tanbih jilid 7 hal 50
وقد جاء في "البخاري" و"مسلم" عن أبي سعيد الخدري من طريقين أنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر سفرا فوق ثلاثة أيام فصاعدا إلا ومعها أبوها, أو أخوها, أو زوجها, أو ذو رحم [محرم] منها". ولأن المرأة لو أسلمت في دار الكفر, لزمها الخروج إلى دار الإسلام وإن كانت وحدها؛ لوجوبه؛ فهكذا هنا, والحديث السابق يحمل على ما إذا كانت لا تأمن على نفسها؛ إذ هو الغالب, أو على سفر الطاعة: كزيارة الوالدين, وحج التطوع, والمباح كالتجارة؛ فإن المذهب –كما قال البندنيجي في العدد؛ تبعا لأبي حامد-: أن من شرطه المحرم, وإن كان بعض الأصحاب ألحقه بالسفر الواجب, وهو الذي اختار القفال, وقال في "البحر": إنه أصح وأقيس عندي, لكنه مكروه.
8. Addamiri Najmul Wahhaj jilid 3 hal 413
وليس لها أن تخرج إلي حج تطوع ولا غيره من الأسفار التي لا تجب مع المرأة الواحدة، ولا مع النسوة الخلص عند الجمهور.
نعم، لها الهجرة من بلاد الكفر وحدها.
8. Nihayatul Muhtaj jilid 3 hal 250
أما سفرها وإن قصر لغير فرض فحرام مع النسوة مطلقا.
وعليه حمل الشافعي الخبر السابق، وفارق الواجب غيره بأن مصلحة تحصيله اقتضت الاكتفاء بأدنى مراتب مظنة الأمن، بخلاف ما ليس بواجب فاحتيط معه في تحصيل الأمن.
9. Tuhaftul Muhtaj jilid 4 hal 25
هذا كله في الفرض ولو نذرا أو قضاء على الأوجه أما النفل فليس لها الخروج له مع نسوة، وإن كثرن حتى يحرم على المكية التطوع بالعمرة من التنعيم مع النساء خلافا لمن نازع فيه نعم لو مات نحو المحرم، وهي في تطوع فلها إتمامه ويشترط في الخنثى المشكل محرم رجل أو امرأة ويكفي نساء بناء على الأصح من حل خلوة رجل بامرأتين، وفي الأمرد أي الحسن أخذا مما يأتي في نظيره أن يخرج معه سيد أو محرم يأمن به على نفسه على الأوجه.
10. Syarah Al-Mahalli jilid 2 hal 113
(و) يشترط (في المرأة) لوجوب الحج عليها (أن يخرج معها زوج أو محرم) بنسب أو غير نسب. (أو نسوة ثقات) لتأمن على نفسها (والأصح أنه لا يشترط وجود محرم لإحداهن) لأن الأطماع تنقطع بجماعتهن، والثاني يشترط وجوده ليكلم الرجال عنهن، ويعينهن إذا نابهن أمر ومثله في ذلك الزوج، وقد عطفه عليه في شرح المهذب بأو، (و) الأصح (أنه يلزمها أجرة المحرم إذا لم يخرج إلا بها) لأنه من أهبة سفرها ففي حديث الشيخين: «لا تسافر امرأة إلا مع محرم» ، فيشترط في وجوب الحج عليها قدرتها على أجرته والثاني يقول: من حقه الخروج معها فإذا لم يخرج إلا بأجرة، لا يجب الحج عليها والمسألة مبنية على أجرة البذرقة وأولى باللزوم ويظهر أن أجرة الزوج كأجرة المحرم.
11. Raudhatuth Thalibin jilid 3 hal 8-9
الأمر الثالث: الطريق.
فيشترط فيه الأمن في ثلاثة أشياء: النفس، والبضع، والمال.............
وأما البضع فلا يجب على المرأة الحج حتى تأمن على نفسها بزوج، أو محرم بنسب أو بغير نسب، أو نسوة ثقات. وهل يشترط أن يكون مع إحداهن محرم؟
وجهان. أصحهما: لا؛ لأن الأطماع تنقطع بجماعتهن. فإن لم يكن أحد هذه الثلاثة لم يلزمها الحج على المذهب. وفي قول: يلزمها إذا وجدت امرأة واحدة. وفي قول اختاره جماعة، ونقله الكرابيسي: أنه يلزمها أن تخرج وحدها إذا كان الطريق مسلوكا، كما يلزمها الخروج إذا أسلمت في دار الحرب إلى دار الإسلام وحدها. وجواب المذهب عن هذا أن الخوف في دار الحرب أكثر من الطريق.
هذا في حج الفرض، وهل لها الخروج إلى سائر الأسفار مع النساء الخلص؟ فيه وجهان. الأصح: لا يجوز.
Posting Komentar