![]() |
Kisah Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW |
Oleh: Tgk. Wandi Ajiruddin
D alam catatan sejarah ada beberapa peristiwa agung yang terdapat pada bulan Rajab. Salah satunya adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang terjadi dalam satu malam.
Isra’ dan Mi’raj ini umum diperingati umat Islam setiap tahun sekali tepatnya pada 27 Rajab yang merupakan hari bersejarah bagi umat Islam.
Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram. Ada dua alasan menurut al-Qadhi Abu Ya’la tentang penamaan bulan haram.
Pertama, pada bulan itu diharamkan berbagai pembunuhan atau perbuatan keji lainnya.
Kedua, pada bulan tersebut diharamkan pula melakukan tindakan yang diharamkan. Baca Juga: Tiga Hikmah Diciptakan Jin dan Setan
Pada tanggal tersebut banyak umat Islam merayakan
dengan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan peristiwa agung
Isra’ dan Mi’raj.
Memang terdapat beberapa versi soal tanggal, bulan, dan tahun terjadinya peristiwa Isra’ dan Mikraj.
Namun, yang paling umum diyakini adalah 27 Rajab, sekitar 621 Masehi.
Terdapat
serangkaian peristiwa yang dialami oleh Rasulullah SAW sepanjang malam
tersebut, termasuk menerima perintah shalat 5 waktu.
Kisah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad
Sebelum Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Makkah al-Mukarramah menuju Madinah al-Munawwarah, Allah SWT memuliakan Beliau dengan Isra’ dan Mi’raj.
Sewaktu
Isra’ dan Mi’raj, Nabi mendapati kejadian-kejadian yang agung yang mana secara logika
kejadian seperti itu mustahil bisa terjadi.
Pengertian Isra’ dan Mi’raj
Isra' yang bermakna perjalanan malam adalah peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW berangkat dari Ka'bah di Makkah ke Baitul Maqdis di Yerusalem dalam satu malam dan pada malam itu juga beliau kembali ke Makkah.
Nabi Muhammad SAW melakukan Isra’ dengan mengendarai Buraq yaitu hewan yang
ukurannya lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari bighal (peranakan kuda
dan keledai), yang berwarna putih susu dan mempunyai sayap.
Jarak Makkah ke Yerusalem sekitar 1.239 kilometer perjalanan normalnya seandainya ditempuh dengan kuda atau unta yang memakan durasi waktu sekitar satu bulan.
Peristiwa Isra yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW diabadikan
dalam Surat al-Isra’ ayat 1 yang berbunyi:
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ
أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ
إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ
ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
“Maha suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya
(Muhammad) pada malam hari dari Masjid Haram ke Masjid Aqsa yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar,
Maha Melihat.”
Setelah Nabi Muhammad SAW sampai di masjid al-Aqsa, beliau memasuki masjid dan melakukan shalat sunnah dua rakaat.
Kemudian Rasulullah keluar dari masjid maka datanglah malaikat Jibril menghampiri beliau dan disisinya terdapat dua bejana.
Dalam bejana tersebut salah satunya berisi khamar sedangkan yang lain berisi susu.
Malaikat Jibril menyuruh Nabi Muhammad SAW memilih salah satu dari dua bejana itu.
Dengan anugerah dari Allah SWT, Nabi Muhammad
memilih bejana yang berisi susu, yang disebut oleh malaikat Jibril
sebagai pemilihan fitrah atau agama Islam.
Setelah beberapa saat Nabi Muhammad SAW berada di Yurussalem, beliau melakukan Mi’raj ke batasan langit. Baca Juga: Agama Samawi atau Syariat Samawi, Mana yang Lebih Tepat?
Adapun Mi’raj merupakan Nabi Muhammad naik ke langit yang paling tinggi yang dinamakan dengan Sidratul Muntaha.
Menurut mayoritas ulama Ahli Sunnah nabi melakukan Mi’raj dengan tubuh aslinya
bukan di alam bawah sadar.
Benarkah Nabi Melihat Allah pada Malam Itu?
Adapun mengenai tentang apakah Nabi Muhammad SAW melihat tuhannya atau tidak? Menurut ungkapan sayyidah Aisyah RA mengatakan bahwa Nabi tidak melihat Allah.
Dilansir dari kitab Nurul Yaqin, pengarang
menukilkan ucapan Sayyidah Aisyah RA bahwa Beliau menerangkan: “Siapa saja yang berkata bahwa Nabi Muhammad melihat tuhannya, maka itu
sungguh kebohongan yang paling besar disisi Allah” (Kitab Nurul Yakin, h: 69).
Perjalanan Nabi dari Langit Pertama Hingga Ke Tujuh
Menurut Imam al-Bajuri, beliau menerangkan bahwa Nabi Muhammad sewaktu Mi’raj ditemani oleh Malaikat Jibrail dan Mikail.
Ulasan lengkapnya beliau menerangkan dalam
kitabnya Tuhfatul Murid: “Naiknya beliau
ke Sidratul Muntaha hingga ke tempat yang dikehendak oleh Allah SWT sesudah
Isra’ dengan menaiki Buraq, Malaikat Jibril berada di samping kanannya dan Malaikat
Mikail berada di samping kirinya” (Kitab Tuhfatul Murid Ala Syarh Jauharah
Tauhid).
Sesampainya Nabi di langit pertama, Malaikat Jibril mengetuk pintu langit.
Namun, sebelum pintu langit dibuka ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Malaikat penjaga langit pertama kepada malaikat Jibril.
Baca Juga: Nabi Berpesan: Berhati-Hatilah dengan Iparmu Seperti Menghindari Kematian, Ada Apa?
Malaikat penjaga langit bertanya: “siapa engkau?” “Saya jibril” jawab Malaikat Jibril. Kemudian ditanyakan lagi, “bersama siapa engkau?”
Malaikat
Jibril menjawab, “Saya bersama Muhammad” jawab singkat yang diutarakan oleh Malaikat
Jibril.
Setelah Pintu
Langit dibuka, Nabi Muhammad SAW disambut hangat oleh Nabi Adam As dan mendoakan
kebaikan kepada Rasulullah.
Kemudian Nabi naik ke langit kedua dan Malaikat Jibril mengetuk pintu langit.
Di langit kedua juga diajukan pertayaan yang serupa seperti pertanyaan di pintu langit pertama dan Malaikat Jibril pun menjawab dengan jawaban yang sama pula.
Di langit kedua Rasulullah SAW disambut hangat oleh Nabi Yahya AS dan Nabi Isa AS seraya mereka berdua juga mendoakan
kebaikan bagi Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad beserta Malaikat Jibril dan Mikail melanjutkan perjalanan ke langit ketiga.
Kejadian di langit ketiga sama persis dengan kejadian di langit pertama dan kedua.
Di langit ketiga Nabi bertemu dengan
Nabi Yusuf AS yang dikenal
keelokan parasnya serta beliau juga mendoakan kebaikan bagi
Rasulullah.
Dari langit ketiga Rasulullah beranjak ke langit ke empat, setelah itu ke langit ke lima, langit ke enam hingga langit ke tujuh.
Di langit ke empat Rasulullah SAW disambut hangat oleh Nabi Idris AS dan mendoakan kebaikan kepada Rasulullah.
Sedangkan di langit ke lima Rasulullah SAW disambut oleh Nabi Harun AS dan mendoakan kebaikan bagi beliau.
Baca Juga: Nabi Berkata: Bulan Sya'ban Adalah Bulan yang Terabaikan, Mengapa?
Di langit ke enam Nabi disambut hangat oleh Nabi Musa AS yang juga mendapatkan doa kebaikan darinya.
Di langit ketujuh Nabi bertemu dengan
kakek buyutnya yaitu Nabi Ibrahim AS yang lagi menyadarkan pundaknya di Baitul Makmur.
Bentuk Sidratul Muntaha dalam Gambaran Nabi Muhammad
Pada akhirnya Rasululllah sampai di Sidratul Muntaha setelah melewati langit dunia dan bertemu dengan beberapa Nabi yang diutus sebelumnya.
Sidratul Muntaha merupakan simbol puncak pengetahuan yang
paling mungkin dicapai makhluk. Dalam Surah an-Najm ayat 17 Allah SWT menggambarkan bahwa:
مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ
وَمَا طَغَىٰ
“Penglihatannya (Muhammad) tidak
menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya”.
Rasulullah SAW menggambarkan bagaimana bentuk Sidratul Muntaha, beliau mengatakan bahwa: “Daun-daunnya seluas telinga gajah, sedangkan buahnya sebesar puncak bukit”.
Di Sidratul
Muntaha, Rasulullah SAW mendapat wahyu secara langsung dari Allah, yang
merupakan perintah Shalat sebanyak lima puluh raka'at yang dilakukan dalam sehari semalam
yang menjadi titik penting perjalanan beliau pada malam tersebut.
Setelah beberapa saat di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW turun ke langit dunia dengan membawa perintah shalat hingga ke langit ke enam.
Namun, setiap kali Rasulullah turun, Nabi Musa AS mengingatkan beliau bahwa jumlah tersebut terlalu besar karena menurut beliau umat Rasulullah tidak akan sanggup.
Nabi diminta meminta keringanan hingga tersisa 5 rakaat sehari
semalam, dan beliau malu untuk memohon lebih sedikit lagi.
Rasulullah
berkata, "Aku sudah berkali-kali menghadap Tuhanku, memohon hingga merasa
malu".
Isra dan Mi’raj adalah bukti kekuasaan Allah mampu melampaui segalanya tanpa terbatas ruang dan waktu.
Mi’raj dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
gambaran insan kamil (manusia sempurna) yang mencapai titik penghambaan mutlak
kepada Tuhannya.
Menurut Syekh Ibrahim al-Laqqani wajib bagi seorang muslim meyakini Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Bahkan menurut Syeikh Ibrahim al-Bajuri bagi orang yang mengingkari Isra’ dan Mi’raj dimasukkan dalam golongan orang kafir karena Isra’ sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an, Hadis, dan sudah menjadi Ijma’ ulama dan persoalan Mi’raj terdapat dalam hadis-hadis masyhur.
Wallahu A’lam Bisshawab
Referensi:
Kitab Nurul Yaqin
Kitab Tuhfatul Murid Syarh Jauharah al-Tauhid
2 komentar