![]() |
Orang Tua Bercerai, Sebaiknya Anak Ikut Siapa? |
Keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang. Tidak ada perselisihan yang diharapkan kedatangannya dalam sebuah keluarga.
Namun, tidak bisa dipungkiri
hal tersebut bisa terjadi kepada siapa saja. Lantas bagaimana sikap yang harus
diambil oleh anak dan siapa yang sebaiknya diikut.
Berbicara tentang broken home ataupun hancurnya rumah tangga merupakan bukan perkara yang mudah.
Karena berapa banyak yang ikut menjadi korban dari suatu pertengkaran dalam rumah tangga.
Stabilitas kenyamanan anak dan keluarga
menjadi terganggu bahkan banyak akses pendidikan anak yang ikut menjadi korban
konflik keluarga.
Kalau kita melihat realita dan persepsi setiap orang bahwa semuanya mengakui keluarga merupakan tempat kembali menemukan ketenangan dan kenyamanan setelah bergelut dengan hiruk pikuk pekerjaan dan kesibukan.
Rumah menampung semua aspirasi dan
menjadi motivasi yang mahal dalam memperjuangkan kebahagiaan.
Oke baiklah sebelum jauh kita membahas tentang persoalan ini alangkah baiknya kita menjelaskan sedikit tentang hakikat dari perceraian dalam Islam.
Sehingga hal ini lebih menguatkan kita untuk memperteguh kekuatan rumah tangga dibandingkan harus mengorbankan penderitaan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawab penuh kita.
Yaitu anak-anak kita dan lebih parah lagi keluarga dan kerabat kita
yang berujung dengan stigma negatif.
Perlu kita perhatikan bahwa karena ulah kita namun kita menyematkan nilai negatif untuk keluarga dan kerabat kita.
Tentunya tidak akan terlepas dari buah bibir
yang abadi hingga keturunan kita selanjutnya. Waduuuh ngerinya...
Pertimbangkan Ini Sebelum Memutuskan Untuk Bercerai!
Persoalan penceraian bukanlah hal sepele. Jangan begitu mudah mengucapkan kata cerai atau pun talak terhadap istri ketika rumah tangga sedang diterpa badai masalah.
Berikan waktu pada diri sendiri untuk berfikir jernih tanpa melibatkan emosional semata.
Kita menyadari bahwa faktor utama terucap kata cerai karena emosi yang
memuncak yang terjadi di luar batas kesanggupan menghadapi realita pelik saat
itu.
Namun,
perlu untuk memperhatikan hal-hal berikut ini ketika benar-benar ingin
memutuskan untuk bercerai, di antaranya adalah:
1. Bercerai Karena Emosi Atau Keputusan Terbaik
Sebelum memutuskan untuk berpisah maka perlu memastikan apakah hubungan tersebut harus kandas karena faktor emosi atau memang keputusan yang terbaik.
Kalau seandainya hanya mempertimbangkan faktor emosi maka pasti suatu saat akan reda dan akan menimbulkan kekecewaan dan penyesalan.
Karena kita saat emosi tidak sadar penuh
karena telah dikuasai oleh hasutan iblis.
Jika
seandainya putusan cerai tersebut adalah solusi terbaik maka berpisahlah dengan
cara baik-baik sehingga perpisahan yang pada dasarnya menyakitkan namun akan
nampak berbeda karena mempertimbangkan dan mengharapkan kehidupan kedepannya
lebih baik.
2. Pertimbangkan Kondisi Anak Ketika Telah Bercerai
Anak broken home akan menjadi perbincangan setiap orang. Mereka akan menjadi sorotan publik karena orang tuanya berpisah.
Di sini dapat kita sadari bahwa bercerai merupakan aib yang besar.
Anak yang tanpa salah pun akan ikut dihantam dan jadi
buah bibir pembicaraan.
Otomatis jiwa mereka akan terganggu dan sesak dengan realita kehidupan yang harus dihadapinya.
Apalagi masih kecil yang mana pada saat itu masih membutuhkan banyak belaian dan kasih sayang.
Mereka akan merasa iri dan hatinya terluka
ketika mereka tidak bisa melakukan banyak hal bersama keluarganya tercinta.
Dalam hati mungkin menjerit kenapa aku ditakdirkan lahir dari keluarga yang tak diharapkan.
Ini akan mengganggu mental dan jiwa mereka bahkan menghambat proses
belajarnya.
Di samping itu juga harus memikirkan pula siapa yang merawat dan mendidik mereka dan banyak hal lainnya karena mereka akan hidup untuk jangka waktu yang lama kedepannya.
Maka sangat disayangkan mereka harus menghadapi masalah semenjak usia
masih dini.
3. Bagaimana Cara Mempertahankan Citra Keluarga
Efek dari sebuah penceraian juga ikut terseret dan terlibat keluarga dari dua belah pihak suami dan istri.
Salah satu hal yang tidak diinginkan adalah akan abadinya perbincangan
penceraian tersebut bahkan lebih parahnya lagi mereka akan menyebut pasangan
tersebut sebagai contoh agar pengantin kedepannya tidak melakukan seperti
keluarga tersebut.
Sedih kan? Padahal hubungan yang diinginkan adalah hubungan yang romantis dan indah dengan menjalin kekerabatan antar keluarga.
Namun, karena faktor cerai ini membuat
semuanya buyar. Tidak hanya sampai di situ keluarga tersebut akan terekspos ke
media dan banyak hal-hal negatif lainnya akan diungkit sehingga menjadi sorotan
publik.
4. Bagaimana Mengatasi Hancurnya Hati Anak-Anak
Ini juga sangat penting diperhatikan. Ketika cerai adalah putusan maka anak juga ikut terlibat aktif dalam retaknya rumah tangga.
Hati mereka akan hancur menghadapi kenyataan yang pahit dan sedih.
Maka sangat perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan kondisi jiwa dan mental anak kita ketika memutuskan untuk
bercerai.
Lebih dari itu, anak-anak pun akan merasa minder bergaul dengan teman-temannya karena ikut terlibat pengaruh emosi dari keretakan rumah tangganya.
Hal ini dapat membunuh
kreatifitas mereka padahal mereka masih dalam proses mencari jati dirinya.
5. Bagaimana Kehidupanmu Setelah Menikah
Kehidupan setelah penceraian juga patut dipertimbangkan. Karena setelah pulang ke rumah orang tua maka yang harus dilakukan.
Di samping itu masyarakat telah melabel
negatif terhadap diri kita.
Dunia pun saat itu terasa seperti sesak dan sempit. Pikiran akan mudah terganggu dan sulit untuk bisa menenangkan diri.
Perasaan pun ikut kacau dan merasa serba
salah.
Perceraian dalam Islam
Dalam
Islam, sebuah perselisihan, pertengkaran yang berujung kepada penceraian merupakan
perkara yang paling tidak disukai oleh Allah SWT meskipun dalam Islam perbuatan
tersebut dianggap halal. Sah-sah saja melakukannya.
Untuk menanggapi hal tersebut dalam Islam sendiri mengatur secara detail tentang penceraian ini dalam bab talak pada pembahasan fikih munakahat.
Namun yang
perlu kita perhatikan bahwa legalnya penceraian tersebut, mempertahankan
suatu hubungan suami istri itu lebih utama.
Apabila
tidak mampu lagi bertahan karena menanggung derita yang luar biasa maka Islam
memperbolehkan berpisah dengan cara baik-baik tidak boleh dengan semena-mena.
Ketika
dulu mengikat hubungan pernikahan dengan baik-baik, maka ketika berpisah pun
harus dengan yang baik-baik pula di antara nya dengan memberikan hak dan
kewajiban yang mesti dilakukan oleh suami kepada istrinya yang telah
diceraikannya.
Maka
dari itu, sangat dibutuhkan ilmu dan startegi dalam mengatur rumah tangga agar
harmonis dan bahagia.
Sebaiknya Anak Ikut Siapa?
Ketika bahtera rumah tangga tidak bisa dipertahankan lagi karena beberapa alasan tertentu yang sangat mendesak, maka anak sebaiknya harus mengikuti siapa?
Mereka
pasti linglung dan perasaannya seolah-olah hancur dan kandas harapan.
Islam pun hadir memberikan solusi seolah-olah itu pasti akan terjadi pada umat manusia.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang anak apabila orang tuanya
sudah bercerai maka diperbolehkan memilih siapa saja dari ayah dan ibunya untuk
ikut bersamanya.
Meskipun
demikian, para ulama terjadi perselisihan pendapat mengenai usia yang pantas
bagi seorang anak dalam memilih salah satu dari kedua orang tuanya.
Dalam
sebuah hadis yang tercantum pada Sunan al-Tirmidzi menerangkan bahwa:
عَÙ†ْ Ø£َبِÙŠ Ù‡ُرَÙŠْرَØ©َ : Ø£َÙ†َّ النَّبِÙŠَّ
صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ Ø®َÙŠَّرَ غُÙ„َامًا بَÙŠْÙ†َ Ø£َبِيهِ ÙˆَØ£ُÙ…ِّÙ‡ِ
(رواه الترمذي)
Artinya:
Dari Abu Hurairah RA (w. 57 H) bahwa Nabi Muhammad SAW memberi pilihan kepada
seorang anak antara memilih ayah dan ibunya. (HR. Tirmidzi)
Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Sebaiknya Anak Ikut Siapa
Dilansir dari kitab Tuhfah al-Ahwadzi Syarh Sunan Al-Tirmidzi menerangkan bahwa mazhab Imam Syafi'i berpendapat bahwa seorang anak apabila sudah bisa mengonsumsi makanan, minuman, memakai pakaian, dan beristinjak secara mandiri maka dalam hal ini ayahnya lah yang lebih berhak dalam mengurusi anaknya.
Selain itu, yakni dengan meninjau
usianya yang sudah mencapai tujuh atau delapan tahun.
Kemudian, Imam Ahmad dan Ishaq berpendapat bahwa jika seorang anak yang masih kecil, maka ibu lebih berhak atasnya.
Namun, jika seorang anak usianya telah menginjak
tujuh tahun, maka diberi pilihan untuk memilih salah satu di antara kedua orang
tuanya.
Kesimpulan
Berdasarkan hadis di atas kita dapat mengambil faidah bahwasanya seorang anak dibebaskan untuk memilih salah satu dari kedua orang tuanya apabila mereka berselisih.
Hal
ini berdasarkan pada anjuran Nabi Muhammad SAW.
Seorang
anak memiliki hak untuk memilih siapa pun yang akan menjadi pengasuh dan
merawatnya, dan tentunya orang yang paling menyayanginya adalah orang yang
paling berhak meskipun kedua oran tua menyayanginya.
Setidaknya dalam persoalan ini seorang anak perlu memilih orang tua yang ia rasa paling menyayanginya.
Kemudian, apabila si anak telah sampai pada usia di mana ia bisa
mengerti tentang hal baik dan buruk, maka berhak baginya untuk memilih salah
satu dari kedua orang tuanya yang menurutnya terbaik.
Oleh karena itu marilah kita menjaga hubungan keluarga yang indah dan nyaman dengan memegang penuh konsep keharmonisan yang ditawarkan oleh Rasulullah SAW.
Apabila itu telah kita jalani Insyaallah keluarga akan menjadi sakinah mawaddah warahmah.
Wallahu
a'lam
Posting Komentar