aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Orang Tua Bercerai, Sebaiknya Anak Ikut Siapa?

Orang Tua Bercerai, Sebaiknya Anak Ikut Siapa?

Keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang. Tidak ada perselisihan yang diharapkan kedatangannya dalam sebuah keluarga. 

Namun, tidak bisa dipungkiri hal tersebut bisa terjadi kepada siapa saja. Lantas bagaimana sikap yang harus diambil oleh anak dan siapa yang sebaiknya diikut.

Berbicara tentang broken home ataupun hancurnya rumah tangga merupakan bukan perkara yang mudah. 

Karena berapa banyak yang ikut menjadi korban dari suatu pertengkaran dalam rumah tangga. 

Stabilitas kenyamanan anak dan keluarga menjadi terganggu bahkan banyak akses pendidikan anak yang ikut menjadi korban konflik keluarga.

Kalau kita melihat realita dan persepsi setiap orang bahwa semuanya mengakui keluarga merupakan tempat kembali menemukan ketenangan dan kenyamanan setelah bergelut dengan hiruk pikuk pekerjaan dan kesibukan. 

Rumah menampung semua aspirasi dan menjadi motivasi yang mahal dalam memperjuangkan kebahagiaan.

Oke baiklah sebelum jauh kita membahas tentang persoalan ini alangkah baiknya kita menjelaskan sedikit tentang hakikat dari perceraian dalam Islam. 

Sehingga hal ini lebih menguatkan kita untuk memperteguh kekuatan rumah tangga dibandingkan harus mengorbankan penderitaan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawab penuh kita. 

Yaitu anak-anak kita dan lebih parah lagi keluarga dan kerabat kita yang berujung dengan stigma negatif.

Perlu kita perhatikan bahwa karena ulah kita namun kita menyematkan nilai negatif untuk keluarga dan kerabat kita. 

Tentunya tidak akan terlepas dari buah bibir yang abadi hingga keturunan kita selanjutnya. Waduuuh ngerinya...

Pertimbangkan Ini Sebelum Memutuskan Untuk Bercerai!

Persoalan penceraian bukanlah hal sepele. Jangan begitu mudah mengucapkan kata cerai atau pun talak terhadap istri ketika rumah tangga sedang diterpa badai masalah. 

Berikan waktu pada diri sendiri untuk berfikir jernih tanpa melibatkan emosional semata. 

Kita menyadari bahwa faktor utama terucap kata cerai karena emosi yang memuncak yang terjadi di luar batas kesanggupan menghadapi realita pelik saat itu.

Namun, perlu untuk memperhatikan hal-hal berikut ini ketika benar-benar ingin memutuskan untuk bercerai, di antaranya adalah:

1. Bercerai Karena Emosi Atau Keputusan Terbaik

Sebelum memutuskan untuk berpisah maka perlu memastikan apakah hubungan tersebut harus kandas karena faktor emosi atau memang keputusan yang terbaik. 

Kalau seandainya hanya mempertimbangkan faktor emosi maka pasti suatu saat akan reda dan akan menimbulkan kekecewaan dan penyesalan. 

Karena kita saat emosi tidak sadar penuh karena telah dikuasai oleh hasutan iblis.

Jika seandainya putusan cerai tersebut adalah solusi terbaik maka berpisahlah dengan cara baik-baik sehingga perpisahan yang pada dasarnya menyakitkan namun akan nampak berbeda karena mempertimbangkan dan mengharapkan kehidupan kedepannya lebih baik.

2. Pertimbangkan Kondisi Anak Ketika Telah Bercerai

Anak broken home akan menjadi perbincangan setiap orang. Mereka akan menjadi sorotan publik karena orang tuanya berpisah. 

Di sini dapat kita sadari bahwa bercerai merupakan aib yang besar. 

Anak yang tanpa salah pun akan ikut dihantam dan jadi buah bibir pembicaraan.

Otomatis jiwa mereka akan terganggu dan sesak dengan realita kehidupan yang harus dihadapinya. 

Apalagi masih kecil yang mana pada saat itu masih membutuhkan banyak belaian dan kasih sayang. 

Mereka akan merasa iri dan hatinya terluka ketika mereka tidak bisa melakukan banyak hal bersama keluarganya tercinta.

Dalam hati mungkin menjerit kenapa aku ditakdirkan lahir dari keluarga yang tak diharapkan. 

Ini akan mengganggu mental dan jiwa mereka bahkan menghambat proses belajarnya.

Di samping itu juga harus memikirkan pula siapa yang merawat dan mendidik mereka dan banyak hal lainnya karena mereka akan hidup untuk jangka waktu yang lama kedepannya. 

Maka sangat disayangkan mereka harus menghadapi masalah semenjak usia masih dini.

3. Bagaimana Cara Mempertahankan Citra Keluarga

Efek dari sebuah penceraian juga ikut terseret dan terlibat keluarga dari dua belah pihak suami dan istri. 

Salah satu hal yang tidak diinginkan adalah akan abadinya perbincangan penceraian tersebut bahkan lebih parahnya lagi mereka akan menyebut pasangan tersebut sebagai contoh agar pengantin kedepannya tidak melakukan seperti keluarga tersebut.

Sedih kan? Padahal hubungan yang diinginkan adalah hubungan yang romantis dan indah dengan menjalin kekerabatan antar keluarga. 

Namun, karena faktor cerai ini membuat semuanya buyar. Tidak hanya sampai di situ keluarga tersebut akan terekspos ke media dan banyak hal-hal negatif lainnya akan diungkit sehingga menjadi sorotan publik.

4. Bagaimana Mengatasi Hancurnya Hati Anak-Anak

Ini juga sangat penting diperhatikan. Ketika cerai adalah putusan maka anak juga ikut terlibat aktif dalam retaknya rumah tangga. 

Hati mereka akan hancur menghadapi kenyataan yang pahit dan sedih. 

Maka sangat perlu memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi jiwa dan mental anak kita ketika memutuskan untuk bercerai.

Lebih dari itu, anak-anak pun akan merasa minder bergaul dengan teman-temannya karena ikut terlibat pengaruh emosi dari keretakan rumah tangganya. 

Hal ini dapat membunuh kreatifitas mereka padahal mereka masih dalam proses mencari jati dirinya.

5. Bagaimana Kehidupanmu Setelah Menikah

Kehidupan setelah penceraian juga patut dipertimbangkan. Karena setelah pulang ke rumah orang tua maka yang harus dilakukan. 

Di samping itu masyarakat telah melabel negatif terhadap diri kita.

Dunia pun saat itu terasa seperti sesak dan sempit. Pikiran akan mudah terganggu dan sulit untuk bisa menenangkan diri. 

Perasaan pun ikut kacau dan merasa serba salah.

Perceraian dalam Islam

Dalam Islam, sebuah perselisihan, pertengkaran yang berujung kepada penceraian merupakan perkara yang paling tidak disukai oleh Allah SWT meskipun dalam Islam perbuatan tersebut dianggap halal. Sah-sah saja melakukannya.

Untuk menanggapi hal tersebut dalam Islam sendiri mengatur secara detail tentang penceraian ini dalam bab talak pada pembahasan fikih munakahat. 

Namun yang perlu kita perhatikan bahwa legalnya penceraian tersebut, mempertahankan suatu hubungan suami istri itu lebih utama.

Apabila tidak mampu lagi bertahan karena menanggung derita yang luar biasa maka Islam memperbolehkan berpisah dengan cara baik-baik tidak boleh dengan semena-mena.

Ketika dulu mengikat hubungan pernikahan dengan baik-baik, maka ketika berpisah pun harus dengan yang baik-baik pula di antara nya dengan memberikan hak dan kewajiban yang mesti dilakukan oleh suami kepada istrinya yang telah diceraikannya.

Maka dari itu, sangat dibutuhkan ilmu dan startegi dalam mengatur rumah tangga agar harmonis dan bahagia.

Sebaiknya Anak Ikut Siapa?

Ketika bahtera rumah tangga tidak bisa dipertahankan lagi karena beberapa alasan tertentu yang sangat mendesak, maka anak sebaiknya harus mengikuti siapa? 

Mereka pasti linglung dan perasaannya seolah-olah hancur dan kandas harapan.

Islam pun hadir memberikan solusi seolah-olah itu pasti akan terjadi pada umat manusia. 

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang anak apabila orang tuanya sudah bercerai maka diperbolehkan memilih siapa saja dari ayah dan ibunya untuk ikut bersamanya.

Meskipun demikian, para ulama terjadi perselisihan pendapat mengenai usia yang pantas bagi seorang anak dalam memilih salah satu dari kedua orang tuanya.

Dalam sebuah hadis yang tercantum pada Sunan al-Tirmidzi menerangkan bahwa:

عَÙ†ْ Ø£َبِÙŠ Ù‡ُرَÙŠْرَØ©َ : Ø£َÙ†َّ النَّبِÙŠَّ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ Ø®َÙŠَّرَ غُÙ„َامًا بَÙŠْÙ†َ Ø£َبِيهِ ÙˆَØ£ُÙ…ِّÙ‡ِ (رواه الترمذي)

Artinya: Dari Abu Hurairah RA (w. 57 H) bahwa Nabi Muhammad SAW memberi pilihan kepada seorang anak antara memilih ayah dan ibunya. (HR. Tirmidzi)

Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Sebaiknya Anak Ikut Siapa

Dilansir dari kitab Tuhfah al-Ahwadzi Syarh Sunan Al-Tirmidzi menerangkan bahwa mazhab Imam Syafi'i berpendapat bahwa seorang anak apabila sudah bisa mengonsumsi makanan, minuman, memakai pakaian, dan beristinjak secara mandiri maka dalam hal ini ayahnya lah yang lebih berhak dalam mengurusi anaknya. 

Selain itu, yakni dengan meninjau usianya yang sudah mencapai tujuh atau delapan tahun.

Kemudian, Imam Ahmad dan Ishaq berpendapat bahwa jika seorang anak yang masih kecil, maka ibu lebih berhak atasnya. 

Namun, jika seorang anak usianya telah menginjak tujuh tahun, maka diberi pilihan untuk memilih salah satu di antara kedua orang tuanya.

Kesimpulan

Berdasarkan hadis di atas kita dapat mengambil faidah bahwasanya seorang anak dibebaskan untuk memilih salah satu dari kedua orang tuanya apabila mereka berselisih. 

Hal ini berdasarkan pada anjuran Nabi Muhammad SAW.

Seorang anak memiliki hak untuk memilih siapa pun yang akan menjadi pengasuh dan merawatnya, dan tentunya orang yang paling menyayanginya adalah orang yang paling berhak meskipun kedua oran tua menyayanginya.

Setidaknya dalam persoalan ini seorang anak perlu memilih orang tua yang ia rasa paling menyayanginya. 

Kemudian, apabila si anak telah sampai pada usia di mana ia bisa mengerti tentang hal baik dan buruk, maka berhak baginya untuk memilih salah satu dari kedua orang tuanya yang menurutnya terbaik.

Oleh karena itu marilah kita menjaga hubungan keluarga yang indah dan nyaman dengan memegang penuh konsep keharmonisan yang ditawarkan oleh Rasulullah SAW. 

Apabila itu telah kita jalani Insyaallah keluarga akan menjadi sakinah mawaddah warahmah.

Wallahu a'lam

Posting Komentar

Posting Komentar