aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Mana Lebih Unggul, Sabar atau Syukur?

Syukur + Sabar = Bahagia

Sabar dan syukur bagaikan dua dimensi dari kepingan mata uang. Karena dua sifat tersebut sangat erat kaitannya. Hidup ini berada diambang dua sisi yaitu kebahagian dan kesusahan. 

Kebahagian menuntut kita untuk selalu bersyukur. Sedangkan musibah menuntut kita untuk bersikap lapang dada dan bersabar.

Meskipun kedua sifat tersebut secara dhahir saling bertolak belakang, namun memiliki sisi kesamaan di antara keduanya. 

Untuk lebih detail letak persamaan keduanya dan mengetahui mana yang lebih unggul, mari kita lihat terlebih dahulu definisi dari sabar dan syukur.

Pengertian Sabar

Makna sabar secara etimologi adalah menahan diri. Artinya bertahan diri terhadap apapun. Itulah yang dikategorikan sebagai sabar.

Makna sabar secara terminologi adalah menahan diri dari setiap larangan syariat dan menunaikan seluruh perintahnya. Maka makna sabar di sini lebih khusus dibandingkan dengan makna sabar menurut bahasa di atas.

Sabar Terbagi Kepada 3 Pembagian

1. Sabar atas taat
2. Sabar atas maksiat
3. Sabar atas qadha dan qadar ketika ditimpa musibah

Kalau kita melihat di dalam Al-quran, Allah SWT menyebutkan kelebihan orang-orang yang bersifat sabar pada 90 tempat. Itu menunjukkan bahwa sabar memiliki porsi perhatian khusus dari Allah SWT. Baca juga cara sederhana menjalani hidup.

Pengertian Syukur

Apa yang dimaksud dengan syukur?

Sahabat nabi, Ibnu Abbas RA berkata :

الشكرهو طاعة بجميع الجوارح لرب الخلائق فى السر و العلانية

Syukur adalah ketaatan seluruh anggota tubuh kepada Allah baik dalam keadaan tersembunyi atau terang-terangan.

Imam Al-Ghazali berkata : guru kami berkata :

Syukur adalah taat kepada Allah secara dhahir dan batin.

Dilansir dari kitab Syarah Al-Hikam karangan Imam Ibnu Atthaillah al-Askandari, beliau berkata :

الشكر قيد للموجود وصيد للمفقود

“Syukur dapat mengikat nikmat yang telah ada dan dapat memburu nikmat yang belum dimiliki.”

Allah SWT berfirman dalam surah Ibrahim ayat 7:

لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,”

Imam Ghazali berkata : syukur terdapat pada dua tempat :

1.      Nikmat agama

2.      Nikmat dunia

Sedangkan pada perkara musibah dan segala penderitaan, kita tidak diperintahkan untuk bersyukur. Tetapi  hanya diwajibkan bersabar. Karena syukur hanya terdapat pada kenikmatan bukan pada selainnya.

Sebagian ulama ada yang berpendapat: di dunia ini tidak ada yang namanya musibah dan kepahitan, kecuali di balik itu terdapat nikmat dari Allah SWT.

Baca Juga: Ya Nikmati Saja

Maka kewajiban kita adalah bersyukur terhadap nikmat yang dihiasi dengan musibah. Bukan berarti mensyukuri diri musibah tersebut. Pendapat ini berlandasan dari hadist Saidina Umar Bin Khattab RA.

Empat Kenikmatan Ditimpa Musibah

Saidina Umar RA berkata: tidak ditimpakan musibah terhadapku melainkan Allah memberikan 4 kenikmatan :

1.  Musibah bukan pada agama

2.  Bukan musibah terbesar

3.  Bukan menjadi penyebab terhalanganya ridha Allah karena musibah

4.  Berharap mendapatkan pahala.

Imam al-Ghazali berkata :

Ada yang mengatakan bahwa musibah itu tidak selamanya terjadi dan merupakan pemberian Allah. Sekalipun manusia  yang menjadi penyebabnya.

Tetapi, kita harus ingat bahwa musibah itu memberi manfaat bagi kita dan memberi kemudharatan bagi orang yang menjadi penyebab, bukan sebaliknya. Maka apapun musibahnya diwajibkan bagi kita untuk bersyukur atas nikmat yang dihiasi dengan musibah. simak juga cara cerdas menyiasati masalah.

Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 216 :

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi yang kamu benci merupakan kebaikan bagimu dan sebaliknya sesuatu yang kamu sukai merupakan malapetaka bagimu.”

Maka dapat kita pahami bahwa perkara yang Allah anggap baik itu lebih banyak daripada prasangka kita terhadap apa yang terjadi dengan kita.

Mana yang lebih unggul di antara sabar dan syukur

Ketahuilah bahwa ulama berbeda pandangan dalam hal ini.

Imam Ghazali berkata :

·   Ada yang mengatakan lebih unggul syukur dari pada sabar, berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Saba’ ayat 13 :

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

“Sangat sedikit daripada hambaku yang mau bersyukur.”

Allah menempatkan mereka yang mau bersyukur pada posisi istimewa dari golongan orang-orang khawas.

Dan Allah memuji nabi Nuh AS atas kesabarannya dalam surah Al isra’ 3 :

اِنَّهٗ كَانَ عَبْدًا شَكُوْرًا

Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur”. 

 Allah SWT juga memuji nabi Ibrahim AS dalam surah an-Nahl ayat 121 :

شَاكِرًا لِّأَنْعُمِهِ

"Ia senantiasa mensyukuri segala nikmat"

Ada yang mengatakan: aku diberikan nikmat kemudian bersyukur, jauh lebih aku suka dari pada ditimpakan musibah kemudian aku bersabar.

Ada yang mengatakan pula bahwa: sabar yang paling unggul, karena  dia memikul beban yang sangat besar sehingga saat diberikan pahala maka akan mendapatkan pahala yang besar dan saat diberi kedudukan dengan kedudukan yang tinggi. 

Allah SWT berfirman dalam surah Shad 44

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِّعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ

Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).”


Dalam ayat ini Allah SWT memuji nabi Ayyub dengan sifat sabarnya, sehingga dapat kita pahami bahwa sabar lebih utama daripada syukur.

Meskipun banyak hadist yang menunjuki bahwa syukur lebih utama. Namun, jika dibandingkan syukur dengan sabar maka sabarlah yang paling unggul karena orang yang bersabar diberikan pahala dua kali lipat dibandingkan orang bersyukur yang hanya diberikan satu.

Karena berdasarkan firman Allah dalam surah Al Qhasas ayat 28

أُولَٰئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا

“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka".  

Imam al-Ghazali berkata : 

Menurut pandanganku, Orang yang bersyukur pada hakikatnya adalah orang yang bersabar. Dan sebaliknya, orang yang bersabar pada hakikatnya adalah orang yang besyukur.

Karena orang yang besyukur dalam kondisi diberi cobaan, itu tidak bisa terlepas dari pada bersabar atas cobaan tersebut. 

Sedangkan bersyukur adalah mengagungkan zat yang memberikan nikmat dengan cara menjaga batasan-batasannya dari segala hal yang dapat menjerumuskan ke dalam kemaksiatan.

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa perkara yang sukar itu pada hakikatnya merupakan nikmat. Seperti menunaikan kewajiban dan menjahui larangan.

Maka apabila dia bersabar, itulah syukur pada hakikatnya, karena dia menjaga diri dari bermaksiat. Sebenarnya Inilah makna syukur yang hakiki yaitu mengagungkan Allah SWT dengan cara tidak bermaksiat kepadanya.

Orang yang bersyukur dengan menjaga diri dari terjatuh dalam kekufuran, apabila dia bersabar dari melakukan maksiat, maka dia digolongkan sebagai orang yang bersabar.

Sama halnya apabila dia bersyukur atas nikmat dengan bersabar melakukan ketaatan, maka orang bersyukur tersebut pada hakikatnya merupakan orang yang bersabar.

Wallahu a’lam bisshawab..



Reff :

Sirajuthalibin 480 Jilid 2,

Mausu’ah Akhlak 75,

Mukhtasar Qasidin 318 

 

 


Posting Komentar

Posting Komentar