![]() |
| Dari Ludah Kebencian Menjadi Hidayah: Akhlak Rasulullah yang Menggetarkan Jiwa |
U sia bumi terus berjalan, zaman berganti, manusia silih berganti hidup di atasnya.
Dari generasi ke generasi, Allah ﷻ mengutus para nabi dan rasul untuk menuntun manusia kembali kepada fitrah tauhid.
Hingga akhirnya, ditutup dengan diutusnya manusia agung, Muhammad bin Abdullah ﷺ, seorang nabi dengan akhlak yang sempurna.
Namun perjalanan dakwah beliau tidak selalu mulus.
Tantangan, hinaan, dan gangguan silih berganti mewarnai perjuangan beliau.
Salah satu kisah yang paling menyentuh hati dan menjadi teladan sepanjang masa adalah kisah ketika Rasulullah saw. diludahi, namun beliau tidak pernah membalas dengan kemarahan, melainkan dengan kelembutan.
Kisah ini bukan hanya sekadar cerita sejarah, melainkan pelajaran hidup yang begitu relevan bagi siapa pun yang mencari ketenangan hati di tengah kerasnya dunia.
Simak juga: Kisah kesabaran Rasulullah ditampar oleh seorang badui
Latar Belakang: Permusuhan Quraisy terhadap Rasulullah
Ketika Nabi Muhammad ﷺ mulai menyeru kaumnya untuk menyembah Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan berhala, kaum Quraisy merasa marah dan terancam.
Mereka menganggap dakwah beliau sebagai ancaman terhadap tradisi, kekuasaan, dan status sosial mereka.
Berbagai cara ditempuh untuk menghentikan beliau.
Ada yang mencaci, ada yang menyiksa, ada pula yang menggunakan cara-cara hina seperti melempari kotoran, melempar duri, bahkan meludahi wajah beliau.
Namun, satu hal yang membuat umat Islam kagum hingga hari ini adalah Nabi tidak pernah membalas dengan kebencian.
Beliau menjawab keburukan dengan akhlak mulia, hingga banyak hati yang keras akhirnya luluh.
Simak juga: Mengapa Nabi Muhammad diutus di jazirah Arab tidak di wilayah lain?
Kisah Utbah bin Abi Mu‘id dan Kotoran Unta
Salah satu tokoh Quraisy yang terkenal dengan kebenciannya kepada Nabi adalah Utbah bin Abi Mu‘id.
Dengan penuh kebencian, ia pernah membawa sekantung kotoran unta yang sudah disimpan berhari-hari.
Saat Nabi Muhammad ﷺ sedang sujud di dekat Ka‘bah, Utbah menumpahkan kotoran itu ke atas kepala beliau.
Bayangkan, seorang manusia mulia, yang wajahnya bercahaya, yang kedudukannya paling tinggi di sisi Allah, diperlakukan begitu hina di depan kaumnya.
Namun, Rasulullah ﷺ tetap sabar. Beliau tidak membalas, tidak mengutuk, bahkan tidak berusaha menyakiti balik orang yang telah menghinanya.
Simak juga: Anak shaleh dan ayah munafik yang mengguncang kota Madinah
Akhlak ini menjadi bukti nyata firman Allah ﷻ:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak yang agung.”
Kisah Yahudi yang Meludahi Rasulullah Saw.
Di antara kisah yang paling terkenal adalah tentang seorang Yahudi yang setiap hari meludahi Rasulullah saw.
Di jalan yang biasa dilalui menuju Ka‘bah, Yahudi itu menunggu dengan penuh kebencian.
Saat Nabi lewat, ia memanggil dengan pura-pura ingin berbicara.
Karena Rasulullah tidak pernah mengabaikan siapa pun, beliau menoleh.
Saat itulah ludah kotor meluncur ke wajah suci beliau.
Apakah Nabi marah? Tidak.
Apakah beliau menghardik? Tidak.
Apakah beliau berhenti melewati jalan itu? Tidak.
Keesokan harinya, Rasulullah saw. tetap melewati jalan yang sama.
Lagi-lagi Yahudi itu meludahi beliau. Begitu seterusnya selama beberapa hari.
Sungguh, kesabaran Nabi adalah kesabaran yang tak bisa ditandingi oleh siapa pun.
Simak juga: Mengapa Abu Thalib yang dipilih untuk merawat Muhammad kecil?
Perubahan Takdir: Yahudi Itu Jatuh Sakit
Hingga pada suatu hari, Rasulullah saw. tidak lagi mendapati ludah kotor itu.
Beliau pun heran, “Ke mana orang yang biasanya meludahiku?”
Setelah bertanya kepada orang-orang, beliau mendengar kabar bahwa Yahudi itu sedang sakit keras.
Apa yang akan dilakukan kebanyakan orang jika berada di posisi Nabi?
Mungkin sebagian dari kita akan merasa lega, bahkan ada yang mungkin berkata,
“Itu balasan yang setimpal.”
Tapi Rasulullah ﷺ justru menunjukkan akhlak yang berlawanan.
Beliau pulang, mengambil makanan seadanya, bahkan membeli buah-buahan di pasar, lalu berjalan menuju rumah orang Yahudi itu untuk menjenguknya.
Simak juga; Meluruskan pemahaman terhadap peristiwa pembelahan dada Rasulullah
Dialog yang Menggetarkan Hati
Ketika sampai, Nabi mengetuk pintu rumah.
Dari dalam, terdengar suara lirih, “Siapa di luar sana?”
“Aku, Muhammad,” jawab Nabi.
“Muhammad siapa?” tanya si Yahudi, mungkin tidak percaya dengan telinganya.
“Muhammad Rasulullah,” jawab beliau dengan lembut.
Betapa terkejutnya orang Yahudi itu.
Ia mendapati tamu yang datang justru orang yang selama ini ia hina, ia caci, ia ludahi.
Dengan suara bergetar ia bertanya,
“Untuk apa engkau datang kemari?”
Nabi menjawab dengan ketulusan,
“Aku datang untuk menjengukmu, wahai saudaraku, karena aku mendengar engkau sakit.”
Yahudi itu menangis. Ia berkata,
“Wahai Muhammad, sejak aku sakit, tidak ada satu pun yang datang menjengukku, bahkan Abu Jahal yang menyuruhku menyakitimu pun tidak datang. Tetapi engkau, yang selama ini aku sakiti, engkau justru orang pertama yang datang menengokku.”
Hatinya luluh. Ia menangis di hadapan Rasulullah ﷺ, lalu mengucapkan dua kalimat syahadat:
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan engkau Muhammad adalah utusan-Nya.”
Simak juga: Banyak yang mengabaikan! Ini adab-adab menjenguk orang Sakit
Hikmah dan Pelajaran dari Kisah Rasulullah Saw. Diludahi
Kisah ini bukan hanya cerita masa lalu dalam bingkai sejarah.
Tapi adalah cermin akhlak agung Nabi Muhammad ﷺ yang selalu relevan sepanjang zaman.
Ada banyak pelajaran besar yang bisa kita ambil:
1. Kesabaran adalah senjata paling kuat.
Rasulullah tidak pernah membalas hinaan dengan hinaan.
Justru kesabaran beliau meluluhkan hati yang paling keras.
2. Kasih sayang lebih kuat dari kebencian.
Nabi mengajarkan bahwa mencintai musuh dengan kebaikan dapat mengubah kebencian menjadi cinta.
3. Jangan pernah berhenti berbuat baik.
Meski diludahi berkali-kali, Nabi tetap konsisten lewat jalan itu.
Beliau tidak menjauhi, tidak menyerah, karena niat beliau selalu tulus.
4. Menjenguk orang sakit adalah akhlak mulia.
Bahkan terhadap orang yang menyakitinya, Rasulullah tetap menunaikan hak sesama manusia, yaitu menjenguk saat sakit.
5. Islam adalah agama yang penuh rahmat.
Dari kisah ini, tampak jelas bahwa Islam bukanlah agama kebencian, melainkan agama kasih sayang yang mendidik manusia untuk berakhlak mulia.
Relevansi Kisah Ini di Kehidupan Modern
Kisah Rasulullah saw. diludahi mengajarkan kepada kita bagaimana menghadapi hinaan, fitnah, atau kebencian di era modern.
Di zaman media sosial, sering kali orang dengan mudah melemparkan komentar buruk, caci maki, atau tuduhan palsu.
Namun, jika kita benar-benar meneladani Rasulullah, maka jawaban terbaik bukanlah membalas dengan kebencian, melainkan dengan akhlak yang lembut dan sabar.
Mungkin kita tidak akan bisa setangguh Nabi, tetapi minimal kita bisa belajar menahan diri, menghindari balas dendam, dan tetap mendoakan kebaikan bagi orang yang menyakiti kita.
Simak juga: 12 manusia terbaik menurut Rasulullah
Teladan yang Membawa Hidayah
Akhlak mulia Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya menyelamatkan diri beliau, tetapi juga menjadi pintu hidayah bagi banyak orang.
Kisah Yahudi yang masuk Islam karena kelembutan Nabi adalah bukti nyata.
Hati yang keras bisa hancur luluh hanya karena kasih sayang dan akhlak yang tulus.
Inilah yang dimaksud dalam Al-Qur’an:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekelilingmu.”
Penutup: Meneladani Kesabaran Nabi
Kisah ketika Rasulullah saw. diludahi adalah salah satu contoh paling nyata bagaimana akhlak bisa mengalahkan kebencian.
Beliau tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan dengan kebaikan yang tulus.
Hasilnya? Musuh berubah menjadi saudara, kebencian berubah menjadi cinta, dan hati yang keras berubah menjadi lembut.
Bagi kita hari ini, kisah ini adalah pengingat bahwa kebaikan tidak pernah sia-sia.
Bahkan dalam derita, dalam hinaan, dalam ketidakadilan, kesabaran dan kasih sayang akan selalu membawa kemenangan sejati.
Maka mari kita belajar dari Rasulullah ﷺ.
Jika beliau yang paling mulia saja sabar menghadapi hinaan, maka kita pun harus berusaha meneladani akhlaknya.
Karena dengan akhlak itulah kita akan menemukan ketenangan, kekuatan, dan bahkan pintu hidayah bagi orang lain.



Posting Komentar