aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Aliran Qadariyah: Sejarah, Pemikiran, dan Kontroversinya

Seorang pria berdiri di persimpangan jalan yang bercabang dan berliku, menggambarkan simbol kebebasan memilih dan dilema kehendak bebas dalam ajaran Qadariyah.

A liran Qadariyah adalah salah satu mazhab teologis awal dalam sejarah pemikiran Islam yang muncul sebagai reaksi terhadap aliran Jabariyah

Jika Jabariyah menekankan bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan semua telah ditentukan oleh Allah, maka Qadariyah justru berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak dan tanggung jawab atas perbuatannya.

Sejarah Lahirnya Aliran Qadariyah dalam Islam

Secara historis, aliran Qadariyah mulai dikenal sekitar akhir abad ke-1 Hijriah (sekitar abad ke-7 Masehi), terutama melalui tokoh yang dianggap pendirinya, yaitu Ma’bad al-Juhani

Ia diyakini sebagai orang pertama yang secara terbuka menyuarakan pandangan bahwa manusia bebas memilih perbuatannya. 

Pemikirannya mendapat dukungan dari Ghailan ad-Dimasyqi, yang kemudian turut menyebarkan paham ini di wilayah Syam (Suriah sekarang).

Kedua tokoh ini akhirnya dieksekusi oleh penguasa saat itu karena dianggap menyimpang dari doktrin resmi negara, terutama di masa pemerintahan Dinasti Umayyah yang cenderung mendukung pandangan Jabariyah

Meski begitu, gagasan-gagasan Qadariyah terus berkembang dan memengaruhi diskursus teologi Islam selama berabad-abad.

Pokok-Pokok Doktrin Qadariyah

Dalam memahami aliran Qadariyah dalam Islam, ada beberapa prinsip utama yang menjadi fondasi doktrin mereka:

Kebebasan dan Kehendak Bebas Manusia (Free Will)

Qadariyah menekankan bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya. 

Mereka menolak pandangan bahwa Allah menetapkan semua perbuatan manusia secara mutlak. 

Bagi mereka, jika manusia tidak punya kehendak bebas, maka konsep pahala dan dosa menjadi tidak masuk akal. 

Keadilan Allah (al-‘Adl)

Paham Qadariyah sangat menekankan keadilan Allah. Mereka percaya bahwa Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya dengan menghukumnya atas perbuatan yang tidak ia pilih sendiri. 

Oleh karena itu, keyakinan terhadap kebebasan manusia merupakan bentuk keadilan Tuhan yang hakiki.

Simak juga: perbedaan adil versi Allah dan manusia, jangan gagal paham! 

Penolakan terhadap Predestinasi Mutlak (Qadar Mutlak)

Qadariyah menolak keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditentukan sebelumnya oleh Allah dalam bentuk qadar yang tidak bisa diubah. Apakah takdir bisa berubah? 

Menurut mereka, Allah menciptakan potensi dan kemampuan dalam diri manusia, namun manusialah yang memilih untuk melakukan kebaikan atau kejahatan.

Tanggung Jawab Moral dan Etika

Karena manusia dianggap memiliki kehendak bebas, maka tanggung jawab moral dan etika berada sepenuhnya pada individu. 

Hal ini menjadi dasar kuat bagi akuntabilitas pribadi di hadapan Allah kelak di akhirat.

Dalil yang Digunakan Qadariyah

Para pengusung Qadariyah dalam Islam mendasarkan keyakinan mereka pada beberapa ayat Al-Qur’an yang menekankan pilihan dan tanggung jawab manusia, seperti:

“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).”

(QS. Az-Zalzalah: 7-8)

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

(QS. Ar-Ra’d: 11)

Ayat-ayat ini menurut mereka menunjukkan bahwa manusia memiliki peran aktif dalam menentukan jalan hidupnya, bukan semata-mata menjadi objek kehendak Tuhan.

Kontroversi dan Kritik terhadap Qadariyah

Aliran Qadariyah dalam Islam tidak lepas dari kontroversi sejak kemunculannya. 

Mayoritas ulama Sunni, menganggap paham ini menyimpang karena terlalu mengedepankan kebebasan manusia dan mengurangi peran qadar Allah dalam kehidupan.

Beberapa kritik terhadap doktrin Qadariyah 

Mengurangi Kekuasaan Mutlak Allah

Para pengkritik menilai bahwa dengan menolak qadar mutlak, Qadariyah secara tidak langsung membatasi kekuasaan Allah, seolah-olah manusia bisa bertindak di luar kehendak-Nya.

Mendekati Pandangan Filsafat Yunani

Sebagian menyatakan bahwa pemikiran Qadariyah terpengaruh oleh filsafat asing, terutama pemikiran Stoik dan rasionalisme Yunani yang menekankan logika dan kehendak bebas.

Simak juga; stoik dalam pandangan Islam

Bertentangan dengan Hadis-Hadis Shahih

Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa iman terhadap takdir (baik maupun buruk) adalah bagian dari rukun iman. 

Qadariyah dianggap menolak salah satu rukun ini, sehingga sebagian ulama menyatakan mereka berada di luar lingkaran Ahlus Sunnah.

Pengaruh Qadariyah dalam Perkembangan Teologi Islam

Meski aliran Qadariyah tidak bertahan sebagai kelompok besar dalam sejarah Islam, ide-idenya memberi pengaruh besar terhadap munculnya aliran-aliran teologi rasional lainnya seperti Mu’tazilah

Bahkan, sebagian pandangan Qadariyah diadopsi dan dikembangkan lebih sistematis oleh para pemikir Mu’tazilah di kemudian hari.

Di zaman modern, pemikiran Qadariyah dalam Islam sering dianggap sebagai inspirasi awal bagi wacana kebebasan individu, tanggung jawab sosial, dan etika rasional dalam masyarakat Islam. 

Pandangan mereka tentang keadilan Tuhan dan kebebasan manusia sangat relevan dalam konteks hak asasi manusia dan filsafat moral kontemporer.

Kesimpulan: Posisi Qadariyah dalam Spektrum Pemikiran Islam

Aliran Qadariyah merupakan reaksi progresif terhadap pandangan deterministik Jabariyah yang cenderung fatalistik. 

Dengan menekankan kebebasan dan tanggung jawab manusia, Qadariyah membawa warna baru dalam perdebatan teologis Islam klasik. 

Meskipun sering dianggap menyimpang dari arus utama, kontribusi mereka terhadap dinamika pemikiran Islam tidak dapat diabaikan.

Dalam diskursus teologi Islam modern, ide-ide Qadariyah tetap menjadi bahan diskusi menarik, terutama dalam membahas hubungan antara kehendak Tuhan dan kebebasan manusia. 

Apakah manusia benar-benar bebas? Atau semua telah ditentukan? Jawaban atas pertanyaan itu terus menjadi bahan renungan yang mendalam sepanjang zaman.


(Disarikan dari beberapa sumber dan ditulis ulang berdasarkan pemahaman penulis) 

Posting Komentar

Posting Komentar