Tidak Mau Mengambil Warisan, Waraskah? |
Anda akan berargumen bahwa tidak mengambil warisan adalah hal-hal yang biasa saja. Bukan suatu yang waw atau bombastis.
Bagaimana menurut Anda kalau warisan itu adalah jaminan dan asuransi kebahagiaan seumur hidup?
Tetap bersikukuh untuk tidak mengambilnya juga? Atau Anda akan membiarkan orang lain untuk mengambilnya meskipun Anda adalah penerima tunggal warisan tersebut?
Anda boleh mengutarakan sejuta alasan untuk tidak
mengambil harta tersebut, tetapi hati-hatilah apakah Anda masih tergolong orang
waras atau tidak? Kok bisa begitu? Bacalah sampai tuntas untuk menemukan
jawabannya!
Di dalam islam, warisan memiliki porsi nilai tersendiri.
Hal ini dibuktikan dengan perhatian ekstra syara’ terhadap harta yang ditinggal
mati oleh majikannya. Islam mengatur secara komprehensif masalah harta pusaka.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA
berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Wahai Abu Hurairah pelajarilah ilmu faraid serta
ajarkanlah kepada orang lain. Karena sesungguhnya ilmu faraid setengahnya ilmu.
Ia akan dilupakan dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku.” (HR.
Ibnu Majah No. 2710).
Baca Juga: Siapakah Malaikat Ruman Dan Apa Tugasnya?
Dari sini dapat dipahami bahwa persoalan warisan adalah hal penting. Sehingga memiliki kedudukan sendiri dalam syariat islam.
Maka untuk mengetahui berbagai keutamaan dari mempelajari ilmu faraid dan cara mengaplikasikannya dapat mengkaji langsung dengan pakar ahlinya atau membaca langsung kitab, buku, atau kajian-kajian ilmu faraid.
Karena disini saya tidak mengurai hal tersebut karena ada hal yang lebih penting untuk dijabarkan.
Ketika seseorang bersikap untuk tidak mengambil yang
menjadi bagiannya. Padahal harta tersebut dalam jumlah yang cukup besar. Bahkan
dapat menjamin kehidupannya akan bahagia seumur hidup. Apakah masih waras?
Kita dapat mengklaim bahwa hal tersebut tidak waras lagi. Bahkan sudah masuk level gangguan jiwa tingkat tinggi. Tetapi anehnya banyak orang yang melakukan hal tersebut.
Apakah karena ketidaktahuannya atau karena
unsur kesengajaan, keterpaksaan, maupun sukarela.
Warisan apa yang dimaksud di atas sehingga orang enggan
mengambilnya?
Sebelumnya saya akan menceritakan sebuah kisah untuk
menjawab persoalan di atas. Dan kita menghukuminya secara personal untuk diri
kita sendiri bukan untuk memvonis orang lain. Simpelnya untuk muhasabah dan
intropeksi diri sendiri.
Di dalam kitab Al-Fawaid Al-Mukhtarah Lisalik Tariqil
Akhirah karangan Al- Habib Zain Bin Ibrahim Bin Smith. Beliau mengutip
hadis dari kitab Mujib Dar As-Salam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
yang artinya:
Sesungguhnya Abu Hurairah RA pernah melewati sebuah pasar
di Madinah, lantas beliau berhenti seraya berkata:
Wahai orang-orang yang sibuk di pasar, apa yang
menyebabkan kalian tidak bersemangat?
Mereka (orang-orang yang ada di pasar tersebut) bertanya:
Tidak bersemangat bagaimana wahai Abu Hurairah ?
Abu Hurairah RA menjawab: Itu warisan Rasulullah SAW sedang
dibagi-bagikan, tetapi kalian justru masih sibuk disini, tidak bersegeralah
mengambilnya? Segeralah ambil bagian warisan kalian itu!
Mereka bertanya: Memangnya dimana tempat pembagian
warisan?
Abu Hurairah menjawab: Di mesjid.
Maka mereka pun bersegera menuju ke mesjid dengan langkah
cepat. Sementara Abu Hurairah RA sendiri tidak beranjak dari situ (pasar)
sampai kemudian mereka kembali.
(Saat mereka kembali dengan cepat ke pasar lagi -pent),
maka Abu Hurairah pun bertanya : Mengapa kalian (cepat kembali ke pasar)?
Mereka menjawab : Wahai Abu Hurairah RA sungguh kami telah datang ke mesjid tersebut, bahkan kami tidak mendapatkan
ada pembagian warisan.
Abu Hurairah berkata kepada mereka : Tak adakah di antara
kalian yang melihat seorang pun sedang berada di dalam mesjid tersebut?
Mereka menjawab : Tentu saja kami melihat di mesjid itu
ada sekelompok orang yang sedang shalat, sekelompok lagi sedang membaca al qur’an
dan sebagian lagi ada yang sedang mendiskusikan persoalan halal dan haram
(mengkaji fiqh).
Maka Abu Hurairah RA berkata kepada mereka : Celakalah kalian ini..!! itulah warisan (dari Rasulullah SAW).
Abu Hurairah RA mengatakan demikian karena Rasulullah SAW
pernah bersabda bahwa : “Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan
tidak pula dirham. Mereka hanya mewarisi ilmu pengetahuan”.
Oleh karena itu, sedikit sekali terjadi percekcokan, pembunuhan, deskriminasi sosial terhadap warisan yang ditinggalkan oleh Rasulullah.
Berbeda halnya kalau yang ditinggalkan adalah harta, maka akan menjadi biang kerok segala kerusuhan yang terjadi di atas permukaan bumi ini.
Tidak perlu menerawang lebih jauh. Coba perhatikan berapa
banyak ikatan persaudaraan yang babak belur dan hancur bahkan berujung maut
disebabkan harta warisan yang di perselisihkan.
Ironisnya, warisan Raulullah yang gratis, disebarkan kemana-mana, banyak perangkat media untuk mengakses dan melacaknya tetapi diabaikan bahkan tidak digubris sama sekali.
Anehnya lagi mereka memfasilitasi
orang lain dan membiarkan diri sendiri senantiasa dalam lubang hitam
kebodohannya.
Mereka ahli dalam dunia trading dan kalkulasi tetapi buta
dan cacat kapabilitas kalau itu mengenai urusan ukhrawi.
Mereka meyakini dengan pekerjaan, jabatan dan harta yang dimiliki itu adalah sumber ketenangan dan kebahagian mereka.
Persoalan ilmu
agama tidak digubris sama sekali. Maka itu adalah virus yang sangat mematikan.
Menggerogoti dari alam bawah sadar.
Efek daripada virus ini akan menjadikan seseorang sebagai bangkai yang hidup bergentayangan di atas permukaan bumi. Alias hidup hanya menunggu mati bukan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati.
Maka marilah kita bersemangat untuk mengumpulkan warisan Rasulullah. Rasulullah telah menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat bagi orang yang mengikutinya dengan memperlakukan warisan tersebut sebagaimana mestinya.
Semoga
kita istiqamah dalam taman-taman ilmu dan dimudahkan segala urusan serta dapat
berjumpa dengan kekasih idaman baginda Nabi Muhammad SAW. Shallu Ala
Annabi...!!!!
Wallahul Musta’an..
5 komentar
Jeut menan komen ?😁