kitab syarah kubra karangan imam sanusi |
Kitab Syarah kubra dikarang
oleh seorang pendekar Manhaj Asya’irah yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf
al-Sanusi w.895 H atau lebih dikenal dengan Imam Sanusi. Kitab tersebut
merupakan salah satu kitab yang tidak asing bagi peneliti literatur klasik
tauhid.
Pengarangnya memberi nama Umdah
Ahli Taufiq Wa Tasdid yang merupakan syarahan dari matan Aqidatul Kubra.
Kitab Aqidatul Kubra merupakan kodifikasi Imam Sanusi pertama kali dalam
bidang teologi. Redaksi (ibarah) yang dituangkan dalam kitab ini tergolong
sulit untuk dipahami sebagaimana keterangan Imam Sanusi dalam syarah 'Aqidah
Wustha.
Menurut Syeikh Said Foudah
dalam menyusun sistematika pembelajaran atau kurikulum ilmu tauhid mengkategorikan
kitab Syarah Kubra ke dalam level ke-2 yaitu (al-Mustawa al-Tsani).
Berikut ini kitab tingkatan
kedua dalam mempelajari ilmu tauhid menurut perspektif Syeikh Said Foudah :
1. Al-Iqtishad fi al-I'tiqad, karya Hujjatul
Islam, Imam Al-Ghazali
2. Ma'alim Ushul al-Din, karya Imam
Fakhruddin al-Razi
3. Syarh al-Aqidah al-Kubra, karya Imam
al-Sanusi
4.
Syarh al-Aqaid
al-Nasafiyyah, karya Sa'd al-Din al-Taftazani
Kitab matan Syarah Kubra atau
Aqidatul Kubra terdapat silsilah dan revisi oleh Imam Sanusi, hal ini
dikarenakan sulit dan sukar dalam memahami redaksinya. Kitab tersebut disyarah
oleh beliau sendiri, yang dikenal dengan syarah Aqidatul Kubra.
Motivasi Imam Sanusi dalam mensyarahnya karena
permintaan dari sejumlah orang yang
gemar membacanya, sesuai ungkapan beliau dalam muqaddimah syarah kubra.
Berikutnya beliau merevisinya dengan
penjabaran yang tidak begitu panjang dari Aqidatul Kubra yang namanya Aqidatul
Wustha. Selanjutnya beliau juga mensyarahnya sendiri dengan nama Syarah
Aqidatul Wustha.
Kemudian Imam Sanusi meringkas Aqidatul
Wustha dalam bentuk yang lebih ringkas dari sebelumnya yang beliau beri
judul Aqidatul Sughra atau lebih dikenal dengan Ummu Barahain.
kitab dusuki |
Di samping Ummu Barahain disyarah
oleh Imam Sanusi, juga disyarah oleh beberapa ulama seperti Syarah al-Mursyid
al-Mu’in karya Ibnu ‘Asyir al-Maliki dan Idhatul al-Dajnah karangan
Ahmad bin Muhammad Muqri. Syarahan tersebut juga diberi komentar oleh sejumlah
ulama.
Imam Sanusi kembali merevisi Kitab Aqidatul
Sughra dengan bentuk yang lebih kecil dari sebelumnya yang diberi nama Sughra
Sughra al-Sughra yaitu sebuah kitab yang berisi intisari dan ringkasan dari
Aqidatul Sughra.
Kitab tersebut juga direvisi lagi dengan nama al-Mufidah. Terakhir Imam Sanusi membuat ringkasan dari al-Mufidah dengan nama al-Muqaddimah dan juga mensyarahnya sendiri.
Terkait dengan isi kitab Syarah
Kubra penulis tidak bisa menjelaskannya secara spesifik, mengingat
panjangnya uraian yang disampaikan dalam kitab tersebut. Namun penulis dapat
menyampaikan isi kitab Syarah Kubra secara umum yaitu seluruh pembahasan
diklasifikasi dalam delapan pembahasan ataupun fasal.
Diawali dengan muqaddimah yang
menjelaskan nadhar, taqlid dan kedudukan ilmu kalam. Pada
pembahasan nadhar, Imam Sanusi menyebutkan enam pendapat dan memilih
pendapat yang menyatakan nadhar adalah awal yang wajib.
Pada masalah taqlid Imam Sanusi menyebutkan
beberapa versi pendapat ulama dan menolak pendapat ulama yang menyatakan cukup
bertaqlid.
Imam sanusi juga menolak agrumentasi
mereka serta menyebut terkait kelebihan para sahabat nabi terhadap ma’rifah
dengan Allah yang menjadi dalil penolakan terhadap pendapat yang menyatakan
para sahabat nabi tidak mengetahui tentang jauhar dan ‘aradh dan
menolak pendapat ulama yang mengharamkan mempelajari ilmu kalam.
Delapan fasal tersebut adalah
sebagai berikut:
Fasal pertama terdapat dua muqaddimah. Muqaddimah pertama menjelaskan prinsip
atau mabadi’ ilmu kalam. Muqaddimah kedua menjelaskan pembagian
metode istidlal yaitu ada empat pembagian.
Kemudian Imam Sanusi menjelaskan
cara supaya terlepas dari jalan taqlid yaitu dengan mengenal Allah SWT lewat
penciptaan-Nya. Kemudian beliau melanjutkan dengan menjelaskan sifat qidam dan baqa’
dan beberapa uraian lain yang bersangkutan.
Fasal kedua, pada sifat ma'ani dan ma'nawiyah serta komparasi
antara keduanya. Imam Sanusi juga menguraikan esensial dari sifat hal
serta menjelaskan bahwa para ulama khilaf pendapat terhadap kedudukan dari
sifat hal. Ada yang menafikan dan ada yang menetapkannya.
Bedasarkan pendapat ini sifat
terbagi tiga: nafsi, ma’ani, dan ma’nawiyah. Imam Sanusi juga
menyebutkan pandangan ahli filsafat dan Mu’tazilah serta membantah pernyataan
mereka, begitu juga pendapat Imam Fakhruddin al-Razi.
Fasal ketiga, tentang hukum yang tetap bagi sifat ma’ani. Wajib bagi Allah
azza wa jalla wahdah dan qidam.
Fasal keempat, pada menyatakan Wahdaniyah. Imam Sanusi mendahulukan
defenisi dari wahdah, pembagiannya, dan metode terbaginya wahdah.
Kemudian beliau menyebutkan tiga pembahasan penting beserta dalilnya.
Tiga pembahasan tersebut adalah:
Pembahasan pertama menjabarkan dalil wahdaniyah zat, artinya adalah zat Allah SWT
tidak tersusun dengan beberapa bagian.
Pembahasan kedua menjelaskan bahwa zat Allah SWT tidak ada yang sama, sendiri Allah
SWT pada menciptakan segala makhluk baik berupa perbuatan ataupun zat, dan
tidak memberi efek daripada sesuatu apapun yang selain Allah SWT.
Pembahasan ketiga menyatakan berbeda zat Allah SWT bagi hawadis (makhluk). Yaitu
zat Allah tidak ada yang sama bagi sesuatu apapun. Tidak ada lawan bagi zat
Allah SWT. Selanjutnya beliau menjelaskan tentang kasbu (usaha) dengan
penjabaran yang panjang.
Fasal kelima, menyatakan Ru’yatullah yaitu termasuk pada perkara boleh
dengan mata telanjang.
Fasal keenam, menyatakan tidak ada satupun yang wajib terhadap Allah SWT.
Fasal ketujuh, menjelaskan kenabian, di dalamnya diuraikan pembahasan mukjizat,
terjaganya para nabi dari perbuatan dosa atau ‘Ismatul Anbiya dan
masalah risalah kenabian.
Fasal kedelapan, menjabarkan tentang sam’iyat. Di dalamnya terdapat persoalan
wajib beriman dengan apapun yang dibawa oleh nabi serta penjelasan tentang
perkara ghaib seperti alam kubur, padang mahsyar, surga, neraka dan sebagainya.
Tidak semua ungkapan Imam Sanusi dalam Syarah Kubra dapat dicerna dan dipahami, kadang-kadang ada ungkapan yang memerlukan pemikiran dan penalaran yang tajam untuk memahaminya bahkan dari satu kata saja dapat membutuhkan waktu lama untuk bisa mengambil kesimpulan dari apa yang disampaikan oleh Imam Sanusi.
Maka disarankan untuk membuka salah
satu hasyiyah dari Syarah Kubra yaitu Hawasyi ‘Ala Syarah Kubra
yang dikarang oleh Syaikh Isma’il bin Musa al-Hamidi. Al-Hamdullilah di Aceh
tepatnya di Dayah Mudi Mesra Samalanga pada tanggal 30 Desember tahun 2020,
Waled Tarmizi al-Yusufi guru kami memulai pengkajian kitab Syarah Kubra
setelah khatam kitab Hasyiyah Dusuki Ala Syarah Sughra atau lebih
dikenal dengan Ummu Barahain.
Hal ini menunjukan bahwa kitab Syarah
Kubra sangat perlu untuk dipelajari dan dikaji dengan seorang guru senior
mengingat ibarah dan pemahamannya yang sulit untuk dipahami dan ditangkap. Perlu
seorang guru yang senior dan tenggelam dalam lautan ibarah kitab untuk mampu menjelaskan
setiap kata-kata yang ditulis oleh Imam Sanusi.
Semoga dengan ada pengajian rutin
kitab ini, dapat memperkuat benteng keimanan kita, karena kalau salah dalam
perkara duniawi seperti dalam dunia bisnis keuangan dapat kembali menanam modal,
kalau pemotong rambut salah dalam memotong rambut pelanggan, dapat dirapikan
kembali. tapi jika salah dalam memilih akidah maka dampaknya begitu besar dalam
status keimanan seseorang.
Semoga bermanfaat.
Posting Komentar