Mengenal Versi Jihad Ulama Di Era Milenial |
Dewasa ini, kesalahpahaman mendasar dikalangan masyarakat non-Islam bahkan sebagian umat Islam terjadi dalam memahami esensi jihad.
Mereka sering mensosialisasikan jihad dengan gerakan senjata dan
militerisasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kebodohan dan
keterbatasan ilmu, bias dan antipati terhadap Islam serta aksi dan sikap umat Islam
itu sendiri.
Padahal dalam Islam gerakan senjata dan militerisasi mendapat
justifikasi hanya sebagai alternatif terakhir dalam upaya defensif dan ia
merupakan bagian kecil dari totalitas perjuangan umat, baik secara individu
maupun kolektif.
Oleh karena itu, Islam memiliki seperangkat
ajaran dan praktek yang relevan bagi manusia secara kongkrit dan universal.
Praktek dan ajaran ini memiliki potensi dalam membentuk masa depan komunitas
muslim yang lebih manusiawi dan madani.
Tantangan umat hari ini adalah pada
kemampuan menghadirkan nilai dan prinsip Islam tersebut dalam bahasa dan
aplikasi yang tepat serta otentik untuk konsumsi pada era milenial ini.
Disitulah eksistensi sosok ulama dibutuhkan untuk mengusut benang merah umat
ini.
Sepanjang sejarah, ulama memegang peran
penting dalam proses pendidikan dan pembentukan karakter umat. Ulama juga
merupakan kelompok yang berada digarda
terdepan dalam menyikapi persoalan bangsa Indonesia ini.
Ini dapat dilihat dari
keterlibatan mereka dalam setiap aktivitas masyarakat dan menjaga stabilitas
keutuhan NKRI.
Namun, perkembangan dunia
hari ini, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang melaju begitu
pesat, telah melahirkan embrio dinamika masyarakat yang berbeda dengan era
sebelumnya.
Dalam konteks ulama, kondisi ini menuntut
ulama untuk bersaing dengan media dalam upaya merebut hati umat.
Ulama mesti
memahami perkembangan dan kondisi kekinian masyarakat seperti merajalelanya
provokasi hoax, hatespeech, ketagihan game online dan sebagainya
agar mampu memberi jawaban yang efektif dan tepat bagi persoalan mereka.
Konsekuensi dari kemajuan IPTEK berdampak pada peningkatan permasalahan hidup
yang menjadi tantangan tersendiri bagi ulama dalam menjalankan tugas
keulamaannya.
Untuk itu, peningkatan kapasitas masyarakat dan lembaga
rehabilitasi moral seperti pondok pesantren serta ulama dengan berbagai wacana
ilmu dan kecakapan kontemporer demi penguatan mereka dalam menghadapi berbagai
persoalan kekinian umat merupakan suatu keniscayaan.
Ulama sebagai warasatul anbiya (HR
Ahmad) dan yang diposisikan oleh Alquran
pada strata tertinggi karena kualifikasi keilmuannya (QS. Al-Mujadalah:11) merupakan
kelompok yang harus mengambil peran utama dan terdepan dalam mengemban tanggung
jawab ini.
Sejarah mencatat bahwa para ulama mendampingi Rasulullah dan para sahabat
dalam menegakkan kebenaran.
Dimasa penjajahan, para ulama menjadi pelopor
jihad dalam melawan penghinaan, pendhaliman dan intimidasi.
Dalam konteks
nasional ulama memiliki peran besar dalam mengawal dan membangun Indonesia
sejak belum lahir, merdeka dan mengarungi masa milenial seperti sekarang ini.
Sehingga kita mengenal nama-nama harum para syuhada seperti pangeran Diponegoro,
Imam Bonjol, Cut Nyak Dhien dan lain-lain.
Di era penjajahan, semangat
perjuangan dengan mengangkat senjata merupakan kemestian. Karena dalam kondisi
seperti ini Islam dengan tegas mewajibkan pembelaan termasuk dengan penggunaan
senjata dan pedang.
Namun, dalam konteks zaman now, jihad
ulama harus difokuskan dengan menggunakan konsep 3H yaitu: heart (qalbu),
head (aql) dan hand (tangan)untuk menyelesaikan berbagai
problematika umat milenial.
Konsep pertama dari jihad yang diharapkan dari
ulama adalah jihad dengan heart (qalbu), yang ditujukan kepada akhlak
mulia dan kebersihan jiwa ulama serta ketajaman pemahaman mereka tentang
kondisi sosial kemasyarakatan yang menuntutnya untuk menggunakan pengetahuan
sebagai bagian dari landasan beramal.
Dalam mengatasi berbagai persoalan jihad,
hati juga dipahami sebagai kedalaman ilmu dan kebijaksanaan (hikmah) yang
akhirnya mencapai keyakinan.
Ulama yang telah memperoleh ilmu dan hikmah ini
dilukiskan oleh Alquran sebagai ulu al-albab (QS. Al-Baqarah 269).
Intinya, hati seorang ulama mempunyai peran penting dalam menyikapi persoalan
umat era milenial ini.
Keikhlasan dan niatnya menjadi barometer tegaknya tampuk
syariat dalam membimbing umat.
Konsep kedua dari jihad yang diharapkan dari
ulama adalah pemanfaatan head (akal). Ini diarahkan kepada aktivitas
intelektual para ulama dalam memikirkan, menginterpretasi dan menyegarkan
kembali ajaran Islam yang terkandung dalam Alquran, Hadits, sejarah intelektual
umat serta mengungkapkannya dengan bahasa kontemporer, ketajaman lisan(ilmu)
dan retorika sehingga dapat diaplikasikan secara efektif terhadap kondisi era
kekinian.
Jihad akal juga dipahami sebagai upaya serius dan terfokus dengan
menggunakan kemampuan akal dan hati untuk memberantas kebodohan dan kepicikan
berfikir.
Jihad akal memerlukan proses penelaahan kitab
Allah, Hadits nabi dan khazanah intelektual Islam yang cukup kaya dan
komprehensif, baik dalam bidang hukum, sufisme, teologi, filsafat, sejarah dan
ilmu sosial.
Kajian terhadap berbagai kitab ini dan lainnya akan menambah ilmu,
membuka wawasan dan melahirkan pola pikir yang menyeluruh sehingga memungkinkan
ulama dan intelektual Islam memecahkan berbagai persoalan kontemporer umat, serta
bersifat terbuka dan moderat.
Konsep ketiga yang diharapkan dari ulama
adalah jihad hand (tangan). Model jihad ini dipahami sebagai perilaku
dan aktivitas sosial para ulama dalam menjaga ketertiban umum dan menyejahterakan
masyarakat.
Seperti timbulnya pemahaman-pemahaman baru yang meresahkan
masyarakat sehingga dibutuhkan kejelasan status dari ulama.
Dari tangan-tangan
mereka tumbuhlah ketentraman dan kedamaian. Jihad ini juga dapat diartikan
dengan kekuasaan mandat yang telah dipercayakan oleh umat kepada mereka.
Maka
kesejahteraan dan arah kehidupan masyarakat berada dibawah komando telunjuk
ulama.
Disisi lain jihad hand berfungsi untuk
melahirkan ulama-ulama yang produktif menulis. Karena produk tulisan jauh lebih
baik dan besar manfaatnya dibandingkan lisan.
Diantaranya, karya tulisnya dapat
dijangkau oleh banyak pembaca bahkan bertahan sampai berabad-abad seperti
khazanah keilmuan yang dikarang oleh ulama-ulama terdahulu yang masih bisa kita
nikmati sampai saat ini.
Ketiga aspek heart (hati), head (akal) dan
hand (tangan) merupakan satu kesatuan tugas yang harus diemban oleh ulama zaman
now agar mereka pantas menyandang kehormatan sebagai warasatul anbiya
(pewaris segala nabi).
Oleh karena itu, kita perlu mengaktualisasikan
semangat resolusi jihad dalam konteks era milenial dengan mengetahui dasar
masalah terbesar yang dihadapi bangsa indonesia dengan memerangi jangan sampai
generasi muda tuna terhadap nilai-nilai keilmuan dan etika dengan menguatkan
kembali nilai-nilai dan prinsip keislaman dengan mengimplementasikan konsep 3H diatas.
Posting Komentar