Maulid, Momentum Reparasi Wajah Politik Indonesia |
Di tengah pandemi covid, masyarakat diguncang oleh berbagai isu-isu yang menimbulkan konflik tanpa pandang kasta dalam kehidupan.
Di balik wabah yang banyak merenggut jiwa manusia, pengikisan moral
juga sangat mengkhawatirkan.
Drama demi drama tak habis-habisnya menuai kontroversi yang semakin menyita tenaga.
Saling kepercayaan dan mental gotong-royong ditelan
dan dilumat habis seolah-olah dalam pentas kompetensi dengan efek corona.
Saat ini, kondisi bangsa kita begitu semrawut dan morat-marit. Media sosial menjadi sarana provokasi yang ampuh dalam memperkeruh suasana.
Masyarakat
sedang diuji keterampilan dalam memanfaatkan dua dimensi medsos yaitu positif
atau negatif.
Kekritisan terhadap beragam kebijakan pemerintah mencuat bahkan meroket dalam memperjuangkan hak-hak sebagai warga negara yang demokratis.
Ironisnya,
para elit politik menerima tantangan tersebut dengan berbagai kebijakan yang
menelurkan kontroversi dan praduga negatif dari pihak lawannya maupun masyarakat.
Berbagai aksi protes dan tindakan-tindakan yang menyalahi protokol kesehatan menjadi saksi bagi dunia bahwa pandemi bukanlah masalah terbesar bagi bangsa ini. Baca Juga: 5 Keistimewaan Bernama Muhammad
Tetapi, kebijakan tanpa kompromi akan dipersoalkan apalagi yang menyangkut dengan modal utama dalam rotasi kesejahteraan rakyat.
Inilah resikonya jika dunia perpolitikan dalam bingkai drama. Urusan publik pun menjelma menjadi telenovela tanpa berujung episodenya.
Berbagai kejadian aktual yang terjadi akhir-akhir ini, hampir membuat kita lupa dengan bulan yang sangat mulia yaitu Rabiul Awwal.
Manusia teragung dengan visi dan misi membangun peradaban manusia yang beretika tinggi dilahirkan.
Momentum maulid adalah saat yang tepat untuk mereparasi (memperbaiki kembali) moral politik bangsa serta meningkatkan integritas nasional.
Inilah
momen yang tepat untuk menapaktilasi seorang elit politik yang menjadi contoh
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita perlu belajar dari sejarah yang begitu nyata dan jelas untuk mengurangi gaduh politik yang kerap tak berkelas dan menjadi embrio berbagai macam krisis dalam kehidupan.
Dalam sejarah tercatat bagaimana sosok Shalahuddin al-Ayyubi mampu menghadirkan semangat pasukannya ketika menyerbu kaum salibis dengan melakukan perhelatan maulid akbar seolah-olah mereka berjuang bersama dengan Rasulullah.
Shalahuddin al-Ayyubi mampu merubah cara pikir pasukannya dengan menapaktilasi semangat juang Rasulullah.
Di samping Rasulullah berstatus sebagai pengemban dan penyampai risalah, beliau juga termasuk politikus yang ulung dan beretika istimewa.
Dalam lembaran
sejarah beliau telah menoreh prestasi emas ketika mampu mempersatukan jazirah
arab dan menyulap Madinah menjadi pusat
pemerintahan.
Beliau mampu menampung aspirasi dan mempersatukan persepsi masyarakat sehingga terbentuk sebuah ketatanegaraan yang rapi dan bersih dari muslihat.
Kebijakannya dalam memberi solusi permasalahan menuai simpatisan masyarakat dalam melaksanakan regulasi-regulasi spritual ataupun sosial tanpa ada yang dikotomikan.
Rakyat butuh para penegak dan pengelola negara yang berwibawa, bekerja dengan benar demi keadilan dan kesejahteraan bukan dengan menegakkan hukum rimba apalagi dilibatkan sebagai aktor pembantu dalam memperoleh hasrat-hasrat palsu.
Sirah kehidupan Rasulullah dan mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari lintas profesi adalah jawaban terhadap krisis dekadensi moral
politik dan integritas nasional anak bangsa saat ini.
Ada dua hal yang menjadi prioritas yang perlu direparasi secepat mungkin
untuk menstabilkan kondisi bangsa yang menyita banyak tenaga dan perhatian
yaitu;
Kejujuran
Jujur merupakan sifat sakral dan pangkal utama yang harus dimiliki setiap insan.
Dalam sirah kehidupan Rasulullah, sikap inilah yang mengangkat reputasi beliau sehingga seluruh masyarakat Quraisy mengakui kejujurannya dan menggelari dengan shadiqul amin ( orang yang jujur dan terpercaya).
Sifat jujur yang mengalir dalam nadi kehidupan Rasulullah menjadi
modal utama dalam menjalankan misi dakwah.
Pada awal-awal beliau berdakwah, Rasulullah mengumpulkan keluarganya di bukit Shafa.
Kemudian beliau berbicara “Bagaimana menurut kalian jika aku beritahukan bahwa ada segerombolan pasukan kuda di lembah sana yang ingin menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?”.
Mereka menjawab: “ ya, Kami tidak pernah tahu darimu selain kejujuran”. Ini bukti sejarah tentang sosok pribadi Rasulullah yang bersikap jujur dan diakui oleh massa.
Dalam konteks kehidupan ini, biang kerok terjadinya praduga-praduga negatif dalam setiap elemen masyarakat dan elit politik disebabkan oleh terlindasnya sikap kejujuran di bawah tekanan kepentingan dan hasrat jangka pendek.
Maka tidak mengherankan di tengah
pusaran kegelapan, praktik kejahatan kerap dimaklumi sebagai bentuk kewajaran.
Fakta yang dikemas dalam komposisi kepalsuan itulah yang disodorkan untuk konsumsi anak bangsa. Kekritisan dan kepekaan masyarakat sedang diuji.
Implikasinya, banyak timbul konflik disebabkan krisis kepercayaan
dan kebijakan dalam kehidupan bernegara.
Ketika kebatilan dilapisi oleh cover kebaikan terbuka kedok, maka apatis adalah sikap netral yang diambil oleh masyarakat awam. Mereka berprinsip bahwa benar dan salah bukan urusan mereka.
Karena mau protes ataupun tidak tetap bagaikan debu yang diterbangkan oleh angin tanpa ada respon yang nyata.
Ketika wabah pemikiran seperti ini menjamur, kepedulian
dan partisipasi dalam membina kesejahteraan juga ikut terkikis sedikit demi
sedikit sampai generasi akan silih berganti dengan gaya yanag sama dari
pewarisnya terdahulu.
Amanah dan tanggung jawab
Dalam sirah kehidupan Rasulullah sangat gamblang memberitahu kita tentang sosok Muhammad SAW yang sangat amanah dan penuh tanggung jawab.
Ketika Rasulullah sudah mendapatkan izin dari Allah
untuk melakukan hijrah, hal yang menjadi perhatian utama beliau adalah
bagaimana agar dapat mengembalikan barang titipan milik kafir Quraisy yang
mengusirnya dari Mekkah.
Padahal ketika itu dalam keadaan sangat genting karena Rasulullah menjadi objek pembunuhan terencana yang dilakukan oleh kafir Quraisy.
Rasulullah berinisiatif memerintahkan Saidina Ali untuk tidur di tempatnya dengan
segala resiko yang akan terjadi serta menitipkan seluruh apa saja yang
diamanahkan kepada beliau untuk dibagikan kepada pemiliknya.
Secara logika siapakah manusia yang mau menerima amanah dari musuh dan menjaga dengan baik serta sangat mengkhawatirkan kalau tidak sampai kepada pemiliknya?
Tentu itu mustahil secara akal sehat.
Tetapi begitulah kenyataan sosok pribadi Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, kita menyadari sejarah menjadi guru kebijaksanaan, maka tokoh sejarahlah yang mengkongkritkan keteladanan.
Yaitu baginda nabi besar Muhammad SAW. Sikap jujur dan amanah serta
tanggung jawab sangat dibutuhkan dalam menggerakkan roda kehidupan baik dalam
ruang lingkup kecil maupun berskala besar.
Dengan semangat gema shalawatan dalam bulan rabiul awwal, kita mampu menghadirkan dan mengamalkan sifat yang telah diajarkan oleh Rasulullah.
Insya Allah krisis demokrasi, krisis kebijakan dan krisis-krisis lainnya akan terkikis sendiri dengan menerapkan dua hal di atas.
Karena masyarakat tidak berfikir, apakah politik itu urusan koalisi atau oposisi tetapi bagaimana kebijakan publik dapat mengubah kehidupan sehari-hari.
Kita harus sadar posisi dan tahu berbakti, tidak mudah mabuk dengan jabatan maupun materi.
Berani muncul untuk melawan arus, mendobrak kepalsuan
yang terlanjur dianggap serius. Itu semua butuh tekad dan keberanian
sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Wallahu a’lam bisshawab...
Posting Komentar