aNJDzqMa0Kj3po49qxTqapPaQ1OOt1CMotfJqXkz
Bookmark

Ketika Segalanya Terasa Berat

Ketika Segalanya Terasa Berat

D alam hidup, ada masa ketika segala sesuatu terasa berat. Langkah-langkah kecil menjadi perjuangan besar, dan harapan seolah terhalang kabut yang pekat. 

Doa-doa tak lagi menggema seperti dulu, dan hati pun kehilangan arah di tengah riuhnya sunyi. 

Dalam sunyi yang panjang dan lelah itu, lahirlah puisi ini sebuah ungkapan jiwa yang sedang mencari cahaya, meski tertutup oleh bayang-bayang nestapa.

Ada kalanya kita merasa seluruh dunia bersekongkol menutup jalan. 

Pintu-pintu terbanting sebelum sempat disentuh, dan pelukan pun tak mampu menyembuhkan luka yang dalam. 

Kita bertanya dalam hati, "Sampai kapan harus bertahan?" 

Namun jawaban hanya berupa gema, memantul dari dinding yang kian rapuh. 

Semua terasa jauh bahkan diri sendiri pun tampak asing.

Namun dari titik terendah itulah, kata-kata mencoba bertunas. 

Bukan untuk menjawab semuanya, tapi untuk menyelamatkan yang masih tersisa dari setitik harap, seutas sabar, dan secuil keyakinan bahwa badai ini, betapa pun kelam, suatu saat akan berlalu. 

Maka hadirlah puisi ini, sebagai bisikan lirih dari jiwa yang terluka, yang masih berani berharap di tengah luka.

Segalanya Terasa Berat

Langit seperti enggan menyapa,

awan pun enggan menari di senja.

Langkahku tenggelam di lumpur duka,

seolah bumi pun tak ingin kutemui cahaya.

Segalanya sulit—entah apa yang kupunya.


Rindu pada tenang yang dulu bersahaja,

kini hanya gemuruh resah yang bertahta.

Dinding harapan runtuh satu demi satu,

aku mengetuk, namun tak ada pintu,

hanya bayang-bayang yang memeluk pilu.


Seakan waktu pun enggan bersetia,

detik berjalan lamban dalam luka.

Setiap doa terasa tersesat di angkasa,

langit terlalu sunyi untuk menjawab,

dan aku terlalu rapuh untuk bertanya.


Dulu, cahaya begitu dekat di mata,

kini, gelap menyelimutiku tanpa jeda.

Tak ada arah yang sudi memeluk,

tak ada peluk yang mampu menenangkan,

yang ada hanya aku—dan tanya yang tak pernah pulang.


Namun ku tahu, walau tak kurasa,

ada tangan Tuhan di balik segala derita.

Meski semua terasa tertutup dan berat,

mungkin inilah jalan menuju kuat—

melalui luka yang diam-diam mendewasakan niat.

Khalidin Aly, (Sel, 20 Mei 25) 


Kandungan Puisi

Puisi ini menggambarkan perjalanan batin seseorang yang tengah tenggelam dalam rasa putus asa. 

Ia merasa dunia seolah menutup semua jalan, menjauhkan harapan, dan merobohkan ketenangan yang dulu pernah singgah. 

Setiap langkah menjadi beban, dan setiap doa menggantung tanpa jawaban. 

Perasaan sepi dan tertolak menjadi teman harian, hingga jiwa pun lelah untuk sekadar berharap. 

Namun justru dalam kelelahan itulah, puisi ini menjadi suara hati yang tak sanggup lagi berteriak, hanya bisa menangis dalam diam.

Di balik kata-kata melankolisnya, puisi ini menyimpan kesadaran yang perlahan tumbuh bahwa meski segala sesuatu terasa gelap, ada pelajaran yang Tuhan sisipkan dalam tiap luka. 

Rasa sakit bukan sekadar hukuman, tapi proses pendewasaan yang tak terlihat saat dijalani. 

Puisi ini menyingkap bagaimana derita bisa menjadi ladang sabar, dan bagaimana hati yang retak justru lebih mampu menampung cahaya, ketika semuanya telah usai. 

Kesulitan menjadi cermin yang memantulkan siapa kita sebenarnya, tanpa topeng dan sandiwara.

Lebih dari sekadar ratapan, puisi ini adalah pelukan bagi siapa pun yang sedang merasa tak dimengerti. 

Ia tidak menawarkan solusi instan, tapi menjadi teman yang mengerti betapa sulitnya bertahan saat semua terasa gelap. 

Ia mengingatkan bahwa tidak apa-apa merasa lelah, tidak apa-apa menangis. 

Karena dalam setiap air mata yang jatuh, ada kejujuran yang menyembuhkan. 

Dan pada akhirnya, meski semua terasa terhalang, ada Tuhan yang diam-diam menjaga dan menuntun dari balik setiap kesulitan.


Posting Komentar

Posting Komentar